1Serial Dewi Ular Eps Hantu Kesepian Dewi Ular -- Hantu Kesepian Cersil Dewi Ular Hantu Kesepian Dewi Ular 32. Hantu Kesepian Bagian 1 . HANTU KESEPIAN oleh Tara Zaglta.
Serial Gelang Kemala. Dewi Ular merupakan seri kedua dalam Serial Gelang Kemala karangan Kho Ping Hoo. Berkisah tentang Souw Lee Cin, seorang pendekar wanita dan seorang pawang ular yang sangat mahir mengendalikan ribuan ular berbisa. Souw Lee Cin adalah putri dari Souw Tek Bun, seorang Beng-cu Kang-Ouw (Ketua dunia persilatan), namun sejak
DAFTARJUDUL CERITA SILAT MANDARIN LENGKAP Karya KHU LUNG Seri Pendekar Harum (Chu Liu Xiang Xu Ji) 1. Maling Romantis (Xue Hai Piao Xiang) 2. Rahasia Ciok Kwan Im (Da Sha Mo) 3. Peristiwa Burung Kenari (Hua Mei Niao) 4. Mayat Hidup Kesurupan Roh (Gui Lian Xia Qing) 5. Legenda Kelelawar (Bian Fu Zhuan Qi) 6.
Fast Money. Serial Dewi Ular - Tara Zagita Kali ini admin mau share buku nih, gatau termasuk kategori novel atau enggak. Yang pasti Serial Dewi Ular karya Tara zagita ini termasuk cerita silat jadul, tapi seru buat diikuti. Bercerita tentang Dewi Ular alias Kumala Dewi, seorang titisan dewa yang menetap di bumi. Bidadari ini bekerja sebagai konsultan di perusahaan kakak angkatnya, Pram. Selain itu Kumala Dewi berprofesi sebagai paranormal yang kaya, cantik dan seksi yang siap membantu permasalahan siapa saja yang diganggu makhluk halus, serta membasmi kejahatan dari anak buahnya pangeran kegelapan, musuh besar Kumala Dewi dan seluruh penghuni khayangan. Walaupun jadul, tapi serial ini seru bingit lho !! Yang pasti ceritanya lebih modern kalo dibandingkan dengan Si Buta Dari Gua Hantu dan sejenisnya.. Nih admin kasih beberapa link-nya. Rahasia Laskar Iblis Wah, kalo liat dari cover-nya, rada sekseh gitu ya hhe.. Seri Dewi Ular memang sedikit-sedikit dibumbui dengn cerita erotis sih.. Tapi nggak gimana banget. Perpaduan antara cerita pertarungan silat, misteri yang dihadirkan para hantu plus sedikit cerita yang berbau dewasa menjadikan serial ini seru banget lho !!
Selamat datang suhu yang budiman di Kali ini teccu hendak persembahkan cerita silat Indonesia karya anak bangsa yang cukup populer yaitu Serial Dewi Ular karya penulis terkenal Tara Zagita. Kisah serial Dewi ular ini cukup populer dan bukunya banyak menghiasi di toko-toko buku jaman dahulu. Serial Dewi Ular - Perempuan Penghisap Darah Perempuan Penghisap Darah Serial Dewi Ular Oleh Tara Zagita Gambar Sampul oleh Fan Sardy Penerbit Sinar Matahari, Jakarta Ebook by Dewi KZ Ringkasan cerita Seorang pemuda tampan bernama Kenyon terlibat skandal cinta dengan gadis cantik yang mempunyai daya tarik melebihi magnit kutub utara Winne, namanya. Bagi pemuda itu, Winne adalah ladang kemesraan yang luar biasa ndahnya, sehingga ia pun tergila-gila kepada Winne. Namun di balik pesta cinta mereka itu, korban kematian misterius mulai berjatuhan satupersatu. Siapa pelaku pembunuhan itu? Hanya Kenyon yang tahu. Kenyon yang menceritakan munculnya seorang wanita cantik yang setiap lima hari sekali butuh sumber energi untuk kelangsungan hidupnya. Sumber energi itu diperolehnya dari darah manusia baik dewasa maupun anak-anak. Dewi Ular kebingungan mengejar kemana perginya perempuan penghisap darah itu, karena perempuan tersebut mempunyai kekuatan supranatural tinggi yang dapat menyembunyikan energi gaibnya, sehingga tak dapat dilacak oleh kekuatan gaib dari mana pun. Dapatkah Kumala menyelamatkan umat manusia dari ancaman maut si perempuan penghisap darah itu? Ikuti ceritanya sampai ditemukannya telur-telur makhluk angkasa luar yang sangat misterius itu! Link download pdf Serial Dewi Ular - Gadis Penyelamat Bumi Gadis Penyelamat Bumi Serial Dewi Ular Oleh Tara Zagita Gambar Sampul oleh Fan Sardy Penerbit Sinar Matahari, Jakarta Ebook by Dewi KZ Ringkasan cerita Bumi dan seisinya sebentar lagi akan hancur. Badai halilintar akan menyapu habis benda-benda yang tergabung dalam susunan galaksi kita. Tak akan ada sisa organik yang tertinggal jika badai halilintar sudah melanda kehidupan di muka bumi. Tanda-tanda kehadiran badai halilintar sudah ada. Langit terbakar, dentuman dahsyat berkali-kali mengguncangkan bumi, dan seekor kucing bisa bicara. Bahkan kucing itu bisa bercinta dengan pemuda imut-imut yang bernama Alvan. Pemuda itulah yang datang menemui Dewi Ular alias Kumala Dewi, membawa pesan keramat bagi Kumala. Konon, badai halilintar hanya dapat ditangkal oleh kesaktian Kumala Dewi. Tetapi ketika Kumala ingin menggunakan kesaktiannya, ternyata yantung Kumala mengalami luka akibat kekuatan gaibnya membentur inti gaib yang ada dalam diri titisan anak Dewa Zeus. Sementara itu nanti malam badai halilintar akan datang menyapu bumi. Lalu apa yang harus dilakukan Kumala dalam keadaan yang serba berbahaya itu ? Dapatkah seekor kucing membantunya menyelesaikan tugasnya sebagai gadis penyelamat bumi ? Link download pdf Serial Dewi Ular - Terjebak Bencana gaib Terjebak Bencana gaib Serial Dewi Ular Oleh Tara Zagita Gambar Sampul oleh Fan Sardy Penerbit Sinar Matahari, Jakarta Ebook by Dewi KZ Ringkasan cerita Inggri terperosok ke negeri siluman. Ia dianggap tewas oleh keluarganya. tapi muncul lagi sebagai gadis siluman. Inggri bisa hidup kembali sebagai manusia jika dalam rahimnya tertanam benih bayi dari pria yang masih berstatus manusia. Eddu terpikat oleh kemesraan Inggri, akhirnya ia rela dibawa lari Inggri ke negeri siluman. Menurut-keterangan si penguasa Telaga Siluman. Inggri terjebak karena dimensi alam siluman ada yang membukanya. Si penyihir tua itulah yang punya tingkah menga- caukan alam gaib dan alam siluman. Buron mengejar si penyihir gaib yang tak lain adalah Nyai Singgi. Namun ia justru ter- jebak ke dalam Guci Lorong Kubur milik Dewa Bencana. Dewi Ular turun tangan. Meskipun ia sudah diingatkan oleh Sang Ajal, tapi ia tetap nekat mencari Buron. Akhirnya gadis cantik itu terjebak juga-ke dalam Guci Lorong Kubur bersama Sang Ajal. Mampukah anak bidadari itu melakukan pembebasan. jika ternyata Nyai Singgi telah berhasil memiliki lima pedang terampuh di bumi, pusaka yang membuat Dewa Bencana lari terbirit-birit dikejar Nyai Singgi? Link download pdf Serial Dewi Ular - Racun Kecantikan Racun Kecantikan Serial Dewi Ular Oleh Tara Zagita Gambar Sampul oleh Fan Sardy Penerbit Sinar Matahari, Jakarta Ebook by Dewi KZ Ringkasan cerita Kecantikan yang merupakan kebanggaan setiap wanita kini terancam hancur. Ada racun yang menyerang khusus wanita cantik dan merusak wajah. Racun kecantikan itu disebarkan melalui udara, menurut Kumala .. Entah siapa yang menyebarkan, yang jelas akan memusnahkan seluruh kecantikan di dunia. Para top model terancam karirnya, Mereka meminta perlindungan kepada Dewi Ular, alias Kumala Dewi. Tetapi pada saat yang genting itu justru Kumala sendiri kehilangan kecantikannya. Pesonanya sebagai bidadari asli Kahyangan nyaris hilang akibat terkena racun yang sulit disembuhkan. Hal yang paling mengherankan adalah turunnya dewa galak yang sangat ditakuti oleh Buron, si jelmaan Jin Layon itu. Dewa tersebut adalah Dewa Nathalaga yang dikenal pula sebagai Dewa Perang. la mencari Kumala yarg kala itu sedang berlibur. Buron dan Sandhi bertanya-tanya, mengapa Dewa Perang mencari Kumala ? Mungkinkah si Dewa Perang itu yang menyebarkan racun kecantikan ? Link download pdf Demikian kisah serial dewi ular yang bisa teccu bagikan, semoga bisa memuaskan dahaga para suhu atas cerita silat bermutu dari negeri sendiri.
- Seri Gelang Kemala III LANJUTAN DEWI ULAR Karya Asmaraman S. Kho Ping Hoo Sumber djvu syauqy_arr convert & edit ebook MCH Tiraikasih Website RAJAWALI HITAM Karya Asmaraman S. Kho Ping Hoo Jilid I Gadis itu terbangun dari tidurnya dalam sebuah kamar hotel di kota Hui-cu. Begitu terbangun dari tidurnya, gadis itu tidak segera turun dari pembaringan, melainkan duduk bersila dan bersamadhi. Ia seorang gadis yang berusia kurang lebih duapuluh satu tahun. Pakaiannya berkembang cerah dan wajahnya cantik jelita. Mukanya bulat telur, mulutnya kecil mungil dengan bibir merah membasah. Hidungnya mancung dan ujungnya agak menjungat ke atas lucu sekali. Di kanan kiri mulutnya terdapat lesung pipit Seorang gadis yang cantik jelita, bahkan dalam keadaan baru bangun tidur dan rambutnya awut-awutan, ia masih tampak cantik sekali. Dara ini bernama Souw Lee Cin. Biarpun usianya baru kurang dari duapuluh satu tahun, namun namanya di dunia kang-ouw sudah terkenal, bahkan banyak orang menjulukinya Dewi Ular Cantik Bi Coa Sian-li karena gadis ini terkenal sebagai seorang pawang ular yang pandai. Ilmu silatnya amat tinggi karena ia digembleng oleh ibunya sendiri yang berjuluk Ang-tok Mo-li Iblis Betina Racun Merah Bu Siang, seorang wanita setengah tua yang juga amat cantik akan tetapi amat ganas pula sehingga mendapat julukan seperti itu. Ang-tok Mo-li telah menurunkan seluruh ilmunya kepada muridnya yang juga puteri kandungnya ini sehingga tingkat kepandaian Lee Cin sudah hampir menyamai ibunya. Akan tetapi ibunya itu hidup terpisah dari ayahnya, dan baru saja beberapa bulan ini mereka hidup bersama. Tiraikasih Website Ayah Lee Cin adalah seorang pendekar besar bernama Souw Tek Bun yang dijuluki Sin-kiam Hok-mo Si Pedang Sakti Penaluk Iblis dan karena kebijaksanaannya, dalam pemilihan beng-cu dua tahun yang lalu dia terpilih sebagai Beng-cu Pemimpin dari dunia kang-ouw. Di waktu mudanya, Souw Tek Bun berpisah dari Ang-tok Mo-li Bu Siang karena perbedaan watak, si wanita berwatak ganas dan kejam seperti iblis betina, yang pria berwatak gagah perkasa dan budiman seperti seorang pendekar besar. Berkat usaha Lee Cin, maka ayah dan ibunya itu kini hidup bersama dengan bahagia di pegunungan Hong-san. Lee Cin merupakan pendekar wanita yang gagah perkasa. Ia memiliki sebatang pedang pusaka yang disebut Ang coakiam Pedang Ular Merah dan memainkannya dengan ilmu pedang coa-kiamsut. Selain itu, dari ibunya ia mempelajari pula Ang-tok-ciang Tangan Racun Merah yang amat berbahaya, ilmu silat Sin-liong-kun Sitar Naga Sakti yang tangguh dan dari In Kong Thai-su, seorang tokoh besar Siauw-limpai ia pernah diberi pelajaran ilmu totok It-yang-ci yang ampuhnya bukan main. Dengan semua ilmu kepandaiannya ini, Lee Cin berani malang melintang di dunia kang-ouw dan jarang menemukan tandingan. Akan tetapi mengapa di pagi hari itu ia nampak demikian kusut dan terus bersamadhi setelah bangun tidur? Bahkan kedua matanya agak membengkak seperti orang yang kebanyakan menangis. Memang sesungguhnyalah, malam tadi Lee Cin hampir tidak dapat pulas dan sehari semalam hanya menangis saja menyesali nasib dirinya. Kurang lebih dua tahun yang lalu cintanya terhadap seorang pemuda bernama Song Thian Lee gagal karena pemuda itu mencinta seorang dara lain yang kini telah dikawininya. Kemudian, ia jatuh cinta kepada seorang pemuda bernama Cia Tin Han, akan tetapi apa yang terjadi? Baru kemarin ia melihat sendiri betapa Tin Han ditendang oleh neneknya sendiri dan terjatuh ke dalam jurang yang amat dalam! Ia menangisi Tiraikasih Website kematian Tin Han dengan hati hancur lebur. Hanya setelah teringat akan nasihat ayahnya bahwa ia harus dapat menerima dan menghadapi kenyataan dengan gagah, ia dapat pulas dan pagi ini begitu terbangun, ia bersamadhi untuk menenteramkan pikirannya. Baru saja ia menyadari bahwa ia mencinta Tin Han setelah Tin Han ditendang ke dalam jurang! Tadinya ia masih ragu karena Tin Han dianggapnya sebagai seorang pemuda lemah lembut yang berjiwa patriot, dan iapun tertarik kepada seorang tokoh lain yang misterius, seorang yang selalu menolongnya dan berkedok hitam, yang disebutnya saja Si Kedok Hitam. Tidak tahunya, Si Kedok Hitam itu bukan lain adalah Cia Tin Han Baca kisah Dewi Ular. Keluarga Cia Tin Han yang lain semua bekerja sama dengan pemberontak Panglima Phoa dan dengan orangorang Jepang dan hal ini ditentang oleh Tin –Han, maka dia diserang sendiri oleh neneknya sehingga terlempar ke dalam jurang. Di dalam samadhinya, bayangan Tin Han selalu mengganggunya. Akhirnya ia membiarkan bayangan itu memasuki lamunannya. Seorang pemuda yang gembira, tampan, agak ugal-ugalan akan tetapi pemberani luar biasa. Kini pemuda yang dicintanya itu telah tiada, lenyap ditelan jurang yang lebar dan dalam. Akan tetapi jatuhnya ke jurang itu belum merupakan bukti bahwa dia telah mati. Bangkit kembali semangat Lee Cin setelah berpikir begitu! Lee Cin membersihkan dirinya dan mandi sampai tubuhnya terasa segar kembali. Ia sudah dapat mengusir semua sisa duka dari hatinya, matanya sudah bersinar terang kembali. Ia maklum bahwa ia tidak boleh hanyut dalam seretan duka. Ia harus menghadapi kenyataan dengan mata terbuka. Cia Tin Han terjatuh ke dalam jurang, akan tetapi hal itu belum berarti bahwa dia mati. Ini bukan merupakan harapan kosong untuk menghibur hatinya. Tiraikasih Website Memang, terjatuh dari tempat setinggi itu tidak mungkin seseorang dapat hidup lagi. Akan tetapi ini bukan atau belum menjadi bukti bahwa dia mati. Ia harus mencari Tin Han ke dasar jurang. Ia harus melihat sendiri bahwa pemuda itu sudah tewas dan menguburkan jenazahnya. Kasihan kalau Tin Han tewas di dasar jurang itu tanpa ada yang mengurus jenazahnya. Ia harus mencarinya dan membuktikan sendiri bahwa Cia Tin Han, laki-laki yang dicintanya itu, benar-benar telah tiada. Setelah mandi dan berganti pakaian, Lee Cin membayar sewa kamar, menggendong buntalan pakaiannya, kemudian meninggalkan rumah penginapan dan segera pergi keluar kota menuju ke bukit di mana kemarin ia tertawan oleh Keluarga Cia. Dari apa yang didengarnya kemarin, ia dapat menduga bahwa Keluarga Cia tentu telah pergi meninggalkan bukit itu, karena takut kalau disergap musuh. Ia mendaki tempat di mana kemarin Tin Han terjengkang ke dalam jurang. Tempat itu sunyi, tidak nampak seorang pun manusia. Lee Cin menghampiri jurang itu dan melongok ke bawah. Ia merasa ngeri. Jurang itu merupakan tebing yang amat curam, dan ia tidak dapat melihat dasar jurang yang tertutup kabut. Agaknya hanya burung yang memiliki sayap saja yang akan dapat menuruni tebing itu. Ia harus mencari jalan lain untuk mencapai tebing jurang itu. Tidak mungkin rasanya menuruni jurang itu dari situ. Terlalu terjal dan sekali terpeleset, habislah sudah riwayatnya. Ia lalu mengambil jalan lain yang turunnya tidak begitu terjal. Akan tetapi inipun amat sukarnya. Ia harus melangkah dari batu ke batu dengan hati-hati karena sekali batu itu terlepas dan menggelinding ke bawah, ia sendiri tentu akan menggelinding ke bawah. Ia melangkah dengan hati-hati, berpegangan batu dan akar pohon. Setelah agak dalam, ia melihat batang-batang pohon banyak bertumbuh Tiraikasih Website di tempat itu. Dengan berpegangan pada cabang dan barang pohon, ia dapat merayap ke bawah lagi. Lee Cin harus mempergunakan ilmu meringankan tubuh untuk merayap seperti itu. Kadang-kadang dinding itu demikian terjalnya sehingga tegak lurus! Hanya dengan berpegang kepada cabang pohon dan lubang-lubang yang terdapat di permukaan batu dinding itu ia dapat merayap terus ke bawah. Ia harus berhati-hati sekali karena sekali pegangannya terlepas atau injakan kakinya meleset, tubuhnya akan terhempas ke bawah dan mungkin akan terbanting ke atas batu yang akan membuat tubuhnya hancur lebur! Lee Cin merayap terus. Dua jam telah berlalu sejak ia merayap dari penurunan pertama. Pekerjaan ini makan banyak tenaga sehingga tubuhnya sudah basah oleh keringat. Akan tetapi ia terus turun sampai akhirnya dasar tebing itu tampak olehnya. Sinar matahari telah mencapai dasar tebing dan ia terpesona. Seolah ia melihat taman sorga di bawah kakinya! Begitu terang, kuning kehijauan, teramat indahnya. Ada sebatang sungai kecil berlekak-lekuk di bawah sana. Ada padang rumput yang hijau segar. Ia merayap terus dan akhirnya dapat menginjakkan kakinya ke atas tanah datar. Ketika ia memandang ke atas, pandangannya terhalang kabut dan ia tidak dapat melihat bagian atas tebing. Alangkah tingginya seakan menembus awan. Matahari dengan sinarnyapun tidak dapat menembus kabut itu. Sinar yang jatuh ke permukaan dasar tebing datang dari jurusan lain yang tidak terhalang tebing. Tebing itu merupakan bukit yang menjulang tinggi. Hatinya berdebar. Mungkinkah ia dapat bertemu dengan Tin Han dalam keadaan masih hidup? Ia menutup lamunannya. Tidak, ia tidak mengharapkan apa-apa, karena harapan ini kalau ternyata sia-sia akan menghancurkan hatinya. Ia akan mencari dan siap Tiraikasih Website menemukan Tin Han dalam keadaan bagaimanapun juga. Ia harus tabah dan waspada. Mulailah Lee Cin mencari-cari. Karena ia tidak tahu dengan presis di mana Tin Han terjatuh, tidak dapat mengkira-kirakan dari bagian mana pemuda itu terjatuh, ia lalu menyusuri pinggir dasar tebing itu yang ternyata panjang sekali. Setelah memakan waktu lama, sam pai di ujung sana, ia tidak menemukan sesuatu. Apa lagi tubuh Tin Han, bekas bekasnyapun tidak ada. la merasa penasaran dan memutar tubuhnya, mengulangi lagi dengan arah berbalik. Ia menyusuri dasar tebing dari sebelah sana sampai akhirnya tiba di bagian yang tidak ada tebingnya, melainkan tanah datar dan jauh di sana tampak genteng rumah pedusunan. Tidak juga ia menemukan tubuh Tin Han. Ia menjadi bingung. Apakah Tin Han dapat lobos dan selamat? Rasanya tidak mungkin! Ia kembali lagi dan mulailah ia memanggilmanggil. "Han-ko......... Han-ko......... Ia mengulang-ulang panggilannya dengan pengerahan tenaga khi-kang sehingga suaranya menimbulkan gaung yang aneh. Akan tetapi tidak ada jawaban. Tin Han lenyap begitu saja seperti ditelan bumi! Ia melongok dari jurang ke jurang lain, jurang-jurang kecil yang berada di bawah tebing, namun tidak nampak ada tubuh orang di sana. Akhirnya ia menjatuhkan diri, duduk di bawah sebatang pohon dengan tubuh lemas. Diambilnya sehelai saputangan untuk mengusap leher dan mukanya yang basah. Ia mengambil napas panjang untuk menghimpun tenaga murni karena ia merasa lelah sekali. Lelah lahir batin. Matanya masih liar mencari-cari, kalau-kalau melihat tubuh pemuda itu tersangkut di suatu tempat. Lee Cin duduk bersila, memejamkan matanya, menenteramkan hatinya. Tenanglah, kata hatinya kepada Tiraikasih Website diri sendiri. Tin Han tidak ada, tubuhnya tidak ada, berarti dia belum mati atau hilang. Rasanya tidak mungkin terjadi dari tempat setinggi itu tidak mati akan tetapi mengapa hilang? Kalau terbanting dari atas, tidak mungkin tubuhnya hancur lebur dan tidak meninggalkan sisa. Ia ber gidik, ngeri membayangkan itu. Ke manakah Tin Han? Apa jadinya dengan dia? Ia membuka matanya lagi, memandang ke atas yang tertutup kabut dan ke kanan kiri, kembali mencaricari. Jangan-jangan tadi karena lelahnya, ia mencari kurang teliti. Maka, iapun bangkit kembali, lalu sekali lagi menyusuri dasar tebing dari ujung sini ke ujung sana, kadang berhenti untuk meneliti satu bagian. Namun sia-sia belaka, tidak ditemukannya tubuh Tin Han atau bekasbekasnya sedikitpun. Tin Han lenyap begitu saja! Kembali Lee Cin duduk bersila, bertanya-tanya dalam hatinya kemudian seperti dengan sendirinya, matanya ditujukan ke atas, ke langit. Ya Tuhan, apa yang telah Engkau lakukan terhadap Tin Han, bisik hatinya. Masih hidup atau sudah matikah dia? Kalau masih hidup, bagaimana dan di mana dia berada? Kalau sudah mati, apa yang terjadi dengan jenazahnya? Semua pertanyaannya tidak terjawab. Untuk mengusir rasa ke sepiannya yang teramat mendalam, ia lalu mengambil sulingnya dan seperti tanpa disengaja ia meniup sulingnya, memanggil ular-ular di daerah itu. Ia hanya teringat bahwa kalau Tin Han dapat mendengar suara sulingnya, seperti juga ular-ularnya, pasti akan datang juga ke situ. Akan tetapi setelah beberapa lamanya meniup suling, yang berdatangan hanya ular-ular dari semua penjuru. Ularular besar kecil, dengan beraneka bentuk dan warna datang dan mengepung Lee Cin dalam jarak dua meter di bawah pohon. Lee Cin menghentikan tiupan sulingnya, memandang kepada ular-ular yang kini diam di sekelilingnya itu dan ia Tiraikasih Website merasa aman. Ular-ular itu adalah binatang-binatang yang biarpun dianggap sebagai binatang berbahaya, namun sebenarnya merupakan binatang yang sama sekali tidak buas. Manusia lebih buas dari pada ular. Manusia menyerang mahluk lain, membunuh mahluk lain hanya untuk dimakan atau hanya untuk bersenang-senang. Adapun ular-ular itu, tidak akan mengganggu siapapun kalau saja tidak lebih dulu diganggu. Ular-ular itu hanya mengenal membela diri dan melawan pengganggunya demi keselamatannya, tidak pernah menyerang lebih dulu tanpa sebab. Lee Cin melihat seekor ular putih sebesar ibu jari tangannya merayap di dekatnya. Ia menjulurkan tangannya dan ular itu segera merayap ke tangannya, melibatkan ekornya pada pergelangan tangan Lee Cin, lidahnya keluar masuk dan matanya memandang kepada Lee Cin dengan tajam. Alangkah lucunya! Lee Cin membelai ular itu dengan jari-jari tangannya, lalu melepaskannya lagi. Akan tetapi senyumnya menghilang ketika ia teringat lagi kepada Tin Han. Awan duka kembali menyelimuti wajahnya. Tadi, ketika ular-ular itu datang, pikirannya sejenak melupakan Tin Han dan dukapun lenyap. Kini ia teringat lagi dan duka kembali menguasai hatinya. Ia lalu menutup sulingnya mengusir ular-ular itu. Satu demi satu ular-ular itu merayap pergi meninggalkan Lee Cin. Keadaan menjadi sunyi kembali setelah Lee Cin menghentikan tiupan sulingnya. Ia merasa seolah dirinya diteIan kesunyian. Kesunyian sejati merupakan keheningin lahir batin dan keadaan ini dapat mengayun manusia ke dalam dimensi lain, di atas suka dan duka. Akan tetapi merasa kesepian lain lagi. Merasa kesepian merupakan kerinduan akan seseorang atau suatu dan hal ini mendatangkan siksa dalam batin. Merasa ditinggalkan, merasa kesepian dan merasa tidak ada yang memperdulikan, membuat hati merasa Tiraikasih Website nelangsa dan hidup seolah tidak ada artinya. Pada hal, hidup harus berani berada dalam keadaan sunyi dan hening. Hidup harus berani sendiri, karena segala sebab akibat berada dalam diri sendiri, segala tanggung-jawab juga harus dipikul sendiri. Hidup tidak dapat digantungkan kepada siapapun juga. Akhirnya, kalau nyawa sudah mening galkan badan, setiap orang manusia juga harus bersendirian, sendiri menghadapi maut, tidak ditemani siapapun juga. Karena itu, di waktu masih hidup, harus berani bersunyi diri, berhening-hening karena hanya dalam keheningan lahir batin inilah dapat ditemukan apa yang selalu dicari-cari orang, yakni kebahagiaan. Keheningan berarti kebahagiaan, keheningan yang kosong tanpa di isi ingatan apapun sehingga kenangan tidak sempat masuk sehingga hati akal pikiran dijauhkan dari kenangan pahit maupun manis. Berada di atas suka dan duka, tidak dipengaruhi suka duka dan segala perasaan lain, di situlah letaknya kebahagiaan. Kebahagiaan selalu sudah berada di dalam dan di luar diri kita dan hanya orang yang berada dalam keheningan dapat merasakan itu. Biasanya, hidup kita bergelimang nafsu daya rendah yang menimbulkan segala macam perasaan, dan dalam keadaan seperti itu, kebahagiaanpun tidak tampak bayang annya. Ia begitu dekat, namun begitu jauh! Dekat melebihi mata sendiri, namun kalau jauh tak tampak bayangannya. Sudah ada dan menjadi satu diri, namun masih dicari-cari, semua ini akibat ulah nafsu daya rendah manusia yang selalu berusaha menguasai diri. Hanya orang yang berada dalam ke heninganlah yang berdekatan dengan Tuhan Yang Maha Kasih, kesadaran dirinya selalu dipenuhi kekuasaan Tuhan, bahkan setiap detak jantung menyebut Nama. Tuhan dengan penuh kepasrahan, penuh penyerahan, tunduk dan taat akan, segala kehendakNya! Lee Cin melamun, tenggelam ke dalam lamunannya yang dipenuhi bayangan Tin Han. Tiba-tiba matanya terbelalak Tiraikasih Website karena ia seperti melihat bayangan Tin Han berkelebat jauh di depan. "Han-ko......... !" Lee Cin melompat dan mengejar. Akan tetapi setelah agak dekat, keningnya berkerut, hatinya tak senang bahkan timbul kemarahannya yang hebat ketika ia mengenal bahwa pemuda yang dikejarnya itu sama sekali bukan Tin Han, melainkan Ouw Kwan Lok! Kemarahannya membuat mukanya berubah merah dan matanya menyinarkan api. Gerakan kedua kakinya dipercepat. "Ouw Kwan Lok, manusia jahanam. Engkau tidak akan dapat lari dariku!" teriaknya dan ia sudah mengambil keputusan bahwa sekali ini ia tentu akan dapat membunuh orang yang amat keji itu. Akan tetapi Lee Cin juga teringat betapa licik dan curangnya pemuda itu, maka ia lalu mencabut pedang An coa-kiam dan melakukan pengejaran dengan hati-hati dan waspada sekali. Pemuda itu memang Ouw Kwa Lok! Kwan Lok berlari cepat ketika melihat Lee Cin mengejarnya dan dia memasuki hutan di depan yang menyambut padang rumput yang tebal itu. Lee Cin terus mengejar memasuki hutan itu. Akhirnya ia melihat Ouw Kwan Lok berdiri menantinya sambil memegang sebatang pedang terhunus. Ketika Lee Cin tiba dalam jarak lima meter, tangan kirinya bergerak berulangulang dan sinar sinar terang menyambar ke arah Lee Cin. Itulah pisau-pisau terbang yang amat berbahaya dari pemuda itu. Namun, Lee Cin sudah siap siaga. Ia mengelak dengan cepat sambil memutar pedangnya dan pisau yang tidak terelakkan ditangkis pedangnya sehingga runtuh. Setelah pisau-pisau itu habis, Lee Cin meloncat ke depan. Ouw Kwan Lok lari lagi dan menyelinap ke balik sebatang pohon besar. Tiraikasih Website "Jahanam busuk, hendak lari ke mana engkau?" Lee Cin berseru dan mengejar. Akan tetapi ketika tiba di bawah pohon, tiba-tiba saja kakinya sudah terjerat dan tali yang menjerat kaki kanannya itu ditarik ke atas oleh Kwan Lok dari balik pohon. Dengan sendirinya tubuh Lee Cin tergantung pada sebelah kakinya yang terjerat. Akan tetapi, karena ia sudah siap siaga terhadap jebakan pemuda itu, Lee Cin tidak menjadi gugup. Sekali pedangnya berkelebat, ia telah membikin putus tali yang menjerat kakinya dan tubuhnya meluncur ke bawah kembali. Ia berjungkir balik dua kali dan dapat hinggap di atas kedua kakinya di tanah. Akan tetapi pemuda yang memasang jerat itu sudah lari lagi. Lee Cin mengejar sekuat tenaga dan akhirnya ia dapat menyusul Ouw Kwan Lok. "Jahanam, bersiaplah untuk mampus!" teriak Lee Cin dan pedangnya menyambar ganas ke arah leher Kwan Lok dari belakang. Kwan Lok membalikkan tubuhnya dan pedangnya menangkis dengan kuatnya. "Trangggg ..... !" Bunga api berpijar dan Ang-coa-kiam di tangan Lee Cin tertangkis. Keduanya terhuyung ke belakang. Memang tenaga sin-kang Kwan Lok juga sudah kuat sekali sehingga dia mampu menandingi tenaga sin-kang gadis itu. Kwan Lok membalas serangan gadis itu dengan dahsyat pula. Dia menganggap Lee Cin musuh guru-gurunya yang harus dibunuhnya. Sesungguhnya dia tergila-gila oleh kecantikan Lee Cin dan hatinya ingin sekali mempermainkan gadis itu lebih dulu sampai puas, baru dia akan membunuhnya untuk membalaskan dendam kedua orang gurunya. Tadi dia sudah merasa girang berhasil menjerat kaki Lee Cin. Sayang, sebelum dia mampu menangkapnya, gadis itu telah dapat membikin putus tali jeratan itu. Kini gadis itu menyerangnya dengan mati- matian, maka Kwan Tiraikasih Website Lok juga membalas dan keduanya sudah bertanding pedang dengan seru. "Haiiitt......... ! Singg.....!" Pedang di tangan Lee Cin menusuk dengan gerakan yang luar biasa cepat dan kuatnya. Serangan ini dilakukan Lee Cin dengan tubuh melayang seperti terbang. Itulah serangan pedang dengan jurus Naga-terbang- menembus- awan yang luar biasa cepatnya. Melihat serangan dahsyat ini, Kwan Lok terkejut dan dia pun mengelebatkan pedangnya menangkis dari samping. "Wuuutt.... cringgg ..... !" Kembali bunga api berpijar dan Kwan Lok merasa betapa tangannya tergetar hebat. Setelah menangkis, Kwan Lok miringkan tubuhnya ke kiri dan tangan kirinya meluncur ke depan untuk menangkap tangan Lee Cin yang memegang pedang. Dia menggunakan ilmu gulat dan silat Hek-wan-kun Silat Lutung Hitam. Sekali tubuh seorang lawan tertangkap tangannya, tentu akan disusul dengan bantingan yang cepat dan mengejutkan. Dan Lee Cin tidak dapat mengelak lagi. Lengan kanannya telah tertangkap tangan kirinya lalu bergerak, sambil kakinya menggeser sehingga pundak kirinya berada di depan, Ia menotok dengan ilmu totok It-yang-ci yang amat ampuh. "Wuuuttt.... plakk!" Kwan Lok terpaksa melepaskan cengkeramannya dan menggerakkan lengan kanannya ke samping untuk menangkis tangan yang menotok itu. Keduanya melangkah mundur, kemudian maju lagi untuk menyerang dengan lebih hebat. Kedua orang itu bertanding dengan amat serunya, masing- masing mengeluarkan semua kepandaiannya dan mengerahkan seluruh tenaganya. Akan tetapi setelah Lee Cin mulai menggunakan tangan kirinya untuk menyelingi serangan pedangnya dengan totokan-totokan, mulailah Ouw Kwan Lok terdesak hebat. Pemuda ini cukup mengerti akan kehebatan totokan tangan kiri dengan satu jari itu. Totokan Tiraikasih Website itu mengeluarkan bunyi seperti pedang di tusukkan, dan anginnya menyambar demikian dahsyat. Maka dia tidak berani menerima totokan itu, melainkan mengelak atau menangkis dengan pedangnya. Pertandingan antara dua orang muda ini sudah berlangsung seratus jurus lebih. Biarpun dia amat terdesak dan main mundur terus, akan tetapi Kwan Lok masih dapat mempertahankan diri. Dia mulai merasa gentar. Dia tahu bahwa kalau dilanjutkan pertandingan itu, akhirnya dia akan kalah. Akan tetapi untuk melarikan diri tidak ada kesempatan lagi karena sinar pedang kemerahan yang bergulung-gulung itu menutup semua jalan keluarnya. Tidak ada lain jalan baginya kecuali melawan terus. Lee Cin juga merasa penasaran. Ia sudah mendesak, menguasai pertandingan itu, lebih banyak menyerang, akan tapi belum juga ia mampu merobohkan lawan yang ulet dan kuat ini. Tiba-tiba ia melihat kesempatan terbuka. Ketika itu, Kwan Lok menggerakkan pedangnya membacok ke arah lehernya. Lee Cin merendahkan diri mengelak akan tetapi sambil melangkah maju dengan kaki kanannya dan pedangnya menyambar ke arah leher lawan. Gerakannya amat cepat dan tidak mungkin dapat dieelakkan lagi oleh Kwan Lok. Pemuda ini terkejut sekali dan terpaksa untuk menyelamatkan diri dari maut, tangan kirinya menangkis dari samping. Lengannya bertemu dengan pedang Ang-coakiam. “Singg.... crokk....!!" Lengan kiri Kwan Lok sebatas sikut putus ketika bertemu dengan Ang-coa-kiam. "Aduhhhh. ..... !!" Kwan Lok menjerit dan melemparkan tubuh ke belakang, kemudian dia melarikan diri dengan cepat. Tiraikasih Website Lee Cin memandang kepada tangan yang buntung dan menggeletak di atas tanah itu, kemudian memandang pedangnya, lalu mengangkat muka memandang ke arah Kwan Lok yang melarikan diri. Ia hendak mengejar, akan tetapi kembali melihat tangan itu dan kakinya tidak bergerak. Pemuda itu memang jahat dan keji, pikirnya, akan tetapi kini telah mendapatkan pelajaran hebat, telah kehilangan sebelah lengannya. Ini sudah merupakan hajaran yang cukup keras yang mudah-mudahan akan membuat dia sadar dan jera melakukan kejahatan lagi. Lee Cin sekali lagi memandang kepada lengan itu, kemudian memutar tubuhnya dan meninggalkan tempat itu. Harapannya untuk menemukan Tin Han di situ sudah hilang. Pemuda itu telah lenyap ke mana, dan memang tidak ada sedikitpun kemungkinan seseorang akan dapat hidup setelah tiba di tebing securam itu. Hatinya terasa berat, akan tetapi ia tidak menangis lagi. Ia menggigit bibirnya menahan kepedihan hati. Ayahnya pernah menasihatinya untuk selain siap menghadapi peristiwa apapun yang menimpa dirinya, untuk menghadapi kenyataan yang betapa pahitpun dengan tabah dan tanpa mengeluh. Hidup adalah tantangan, demikian ayahnya menasihatinya. Hidup berarti kita dihadapkan kepada seribu Tiraikasih Website satu macam tantangan. Justeru itulah yang menjadi inti dan penggerak hidupnya. Tantangan dan tantangan datang silih berganti. Seorang gagah tidak akan lari dari tantangan itu, melainkan harus menghadapinya dengan gagah, dan harus dapat mengatasi tantangan apapun juga. Kini ia menghadapi tantangan yang amat berat, yaitu dengan tewas atau lenyapnya orang yang dicintanya. Ia tidak boleh membiarkan dirinya hanyut oleh duka, tidak boleh menangisi dan meratapi saja. Ia harus bangkit kembali untuk melanjutkan perjalanan hidup ini, menghadapi lagi tantangan lain yang mungkin lebih hebat lagi. Berdiri tegak dan tegar menghadapi apapun yang menimpa dirinya tanpa menggoyahkan imannya, tetap pasrah dengan penuh penyerahan kepada Tuhan namun tidak pernah patah semangat, tidak pernah tersesat melakukan perbuatan yang menyimpang dari kebenaran, penuh kepercayaan bahwa apa yang terjadi itu tentu mengandung hikmah yang baik, yang belum diketahuinya. Memang sudah demikian digariskan dalam jalan hidupnya, harus ia lalui sabar dan ikhlas sehingga ia, tetap memiliki kekuatan untuk menghadapi segala hal baru dalam hidup ini. Kata ayahnya, segala hal yang menimpa diri kita adalah hasil daripada perbuatan kita sendiri di masa lalu, kita tidak dapat menyingkir dari akibat itu, harus menuai apa yang telah kita tanam sendiri. Karena itu, semua perbuatan yang dilakukannya haruslah dianggap sebagai menanam benih, tentu saja harus menanam benih yang baik agar kelak ia akan menuai buah yang baik pula. Lee Cin teringat kepada ayahnya. Ia kini harus pulang ke Hong-san. Kini sudah tiba waktunya. Bulan lima telah dekat dan pada bulan itu akan diadakan pertemuan besar di Hongsan. Pertemuan di antara para tokoh kang-ouw seperti yang dikehendaki oleh para pimpinan Siauw-lim-pai, yang akan diadakan di tempat tinggal ayahnya sebagai beng-cu. Dalam pertemuan itulah niat ayahnya untuk mundur sebagai beng- Tiraikasih Website cu akan disampaikan kepada semua tokoh dan utusan partai-partai persilatan di dunia persilatan. Lee Cin mulai dengan perjalanannya pulang ke Hong-san, membawa banyak pengalaman hebat yang lebih mematangkan batinnya. -oomchoo- Setelah berpisah dari Lee Cin, Thian Lee lalu kembali ke markas pasukan di Hui-cu. Pasukan itu kini telah dipimpin oleh para perwira yang ditunjuk oleh Thian Lee untuk memimpin pasukan menggantikan Lai-ciangkun yang telah ditangkap karena pengkhianatannya. Para perwira menyambut kedatangan Thian Lee dengan hormat dan kagum. Panglima itu bertindak demikian cepat. Thian Lee lalu mengajak para perwira untuk berunding dan dia mengatur siasat untuk mengerahkan pasukan ke timur dan menyerang pasukan Phoa-ciang kun yang telah bersekutu dengan para tokoh sesat dunia kang-ouw, dan juga bersekutu dengan para bajak laut Jepang. Seluruh pasukan Ali Hui-cu dikumpulkan dan ternyata kekuatan mereka ada tujuhribu limaratus orang. Thian Lee membagi pasukan ini menjadi tiga barisan dan pada hari itu juga mereka berangkat menuju ke pantai timur. Tiga barisan itu setelah tiba di luar markas besar pasukan di pantai, berpencar menjadi tiga. Sebuah barisan mengepung di utara, barisan kedua datang dari barat dan barisan ke tiga mengepung dari selatan. Mereka membuat perkemahan di tiga tempat 'itu dan Thian Lee lalu mengirim utusan membawa suratnya yang minta agar Phoa-ciangkun menaluk saja dan tidak melakukan perlawanan. Kalau tidak, maka markasnya akan dihancurkan. Tiraikasih Website Menerima Surat ini, Phoa-ciangkun menjadi marah dan dia menyuruh penggal kepala utusan itu, kemudian orangprangnya melemparkan kepala utusan itu keluar pintu gerbang! Thian Lee menjadi marah sekali. Phoa-ciangkun boleh saja tidak mau menyerah, akan tetapi perbuatannya membunuh utusan itu sudah menyalahi peraturan perang, melanggar kehormatan! Para perwira bawahannya juga marah dan menyarankan kepada Thian Lee untuk segera menyerang. "Nanti dulu, harap kalian jangan dipengaruhi oleh kemarahan. Pihak musuh melakukan hal itu dengan sengaja, agaknya memancing agar kita marah dan nelakukan penyerbuan tanpa perhitungan lagi dan hal ini akan mengakibatkan kerugian kepada kita karena kita kurang waspada. Pula, aku tidak percaya bahwa semua perajurit yang berjaga di pantai ini memiliki niat memberontak. Pasti banyak di antara mereka yang tidak setuju dengan pemberontakan komandan mereka itu. Aku akan menyelundup ke dalam markers kota itu dan aku akan menyadarkan anak buah mereka. Kalau sudah banyak yang sadar, tentu tidak akan sukar menghancurkan kekuatan mereka. Harap diingat bahwa kekuatan mereka ada sepuluh ribu orang, maka harus dibuat kacau lebih dulu dari dalam." Kota itu terjaga ketat oleh perajurit perajurit Phoaciangkun yang dibantu oleh seregu pasukan bajak laut Jepang. Pada sore hari itu, seorang petani yang memakai caping mendorong gerobak penuh ubi memasuki kota. Dia dihentikan oleh para penjaga dan diperiksa, akan tetapi karena petani itu tidak memperlihatkan sesuatu yang mencurigakan, seorang petani setengah tua, rambutnya sudah bercampur uban dan kakinya pincang, maka diapun diperkenankan mendorong gerobak itu masuk kota. Belum Tiraikasih Website sampai malam, pintu gerbang kota itu sudah ditutup dan lalu-lalang keluar masuk pintu gerbang dilarang. Petani ubi itu adalah Thian Lee. Dengan mewarnai rambutnya, dia tampak setengah tua dan dengan berjalan pincang dia menjadi seperti seorang petani setengah tua yang tidak berbahaya. Thian Lee benar-benar menjual ubinya. Setelah ubinya diborong oleh pedagang hasil bumi dan dibayar, diapun mulai dengan penyelidikannya. Kota itu merupakan benteng yang dijaga ketat. Dia sudah mendapat keterangan dari para perwira pembantunya bahwa tadinya Un-ciangkun mengirim belasan orang mata-mata untuk melakukan penyelidikan di kota pemberontak itu. Satu di antaranya kini membuka rumah obat di sudut kota. Thian Lee lalu menuju ke toko obat itu yang sudah mulai tutup. "Maafkan saya, harap layani keperluan saya. Saya hendak membeli obat luka yang mujarab. Saya dengar obat luka yang dijual oleh Cui-sinshe tuan tabib Cui amat manjur. Tolonglah saya untuk membeli obat itu." Seorang pria setengah tua mendekatinya. "Dari mana engkau tahu tentang obat luka buatan Cui-sin-she?" Thian Lee memandang tajam lalu menjawab lirih, "Dari sahabat Un yang tinggal di Hui-cu." Mendengar ini, pria itu cepat menarik tangan Thian Lee dan diajak masuk ke dalam rumah. Setelah tiba di ruangan dalam, pria itu berkata, "Sayalah orang she Cui. Ada kabar apa dari Un-ciangkun?" Thian Lee menggeleng kepalanya. "Kabar yang buruk. Un-ciangkun telah terbunuh orang." Cui Kang, orang itu, terbelalak dan menjadi pucat wajahnya. Dia adalah seorang kepercayaan Un-ciangkun yang dikirim ke situ sebagai mata-mata. Tiraikasih Website "Pantas saja tidak ada berita darinya. Dan engkau ini siapakah, sobat? Siapa yang mengutusmu masuk ke sini?" Thian Lee berterus terang. "Aku adalah Panglima Song Thian Lee dari kota raja. Un-ciangkun di bunuh dan wakilnya, Lai-ciangkun ikut memberontak. Dia sudah kami tawan dan pasukannya telah kami kuasai. Kami yang memimpin pasukan yang kini mengepung kota ini." Agar orang itu percaya, Thian Lee mengambil surat kuasanya. Melihat ini, Cui Kang segera berlutut dengan sebelah kakinya memberi hormat. "Saya siap menerima perintah ciang-kun." "Aku ingin engkau menceritakan tentang para perwira di sini. Siapa saja mereka dan siapa pula di antara mereka yang condong menentang pemberontakan Phoa-ciangkun, siapa yang mendukung." Karena sudah lama menjadi mata-mata di situ, dengan mudah Cui Kang lalu menceritakan semua rahasia para perwira di situ, juga tempat tinggal mereka. Setelah mendengar dengan jelas, Thian Lee mengangguk dan berkata, "Terima kasih. Keteranganmu cukup jelas. Malam ini aku akan bergerak, dan engkau siapkan segala keperluan kalau-kalau aku ketahuan dan dikejar. Aku akan menyelinap ke sini kalau dikejar dan siapkan tempat sembunyi." "Baik, Song-ciangkun!" kata Cui Kang. Thian Lee mulai melakukan gerakannya ketika malam tiba. Malam itu gelap, amat menolong pekerjaannya. Dia mengenakan pakaian serba hitam dan menutupi muka, hanya memperlihatkan sepasang matanya saja. Hal ini perlu dia lakukan agar kalau sampai ketahuan, dia akan mudah melarikan diri' dan tidak dikenal mukanya. Perwira Co adalah seorang perwira yang masih setia kepada kerajaan. Dialah seorang di antara mereka yang Tiraikasih Website ditunjuk oleh Cui Kang sebagai seorang yang diam-diam menentang pemberontakan dan Thian Lee segera menuju ke rumah perwira Co. Dengan kepandaiannya yang tinggi, dia dapat melayang naik ke atap rumah dan mengintai ke bawah. Dilihatnya perwira yang dicarinya duduk seorang diri menghadapi meja sambil menenggak arak. Dia mengenal Cociang kun karena Cui Kang sudah menggambarkan bagaimana orangnya. Dengan amat hati-hati dia melayang turun ke dalam kamar itu dan sebelum Co-ciangkun yang terkejut sekali sempat berteriak, Thian Lee sudah menotoknya sehingga. perwira itu menjadi lemas dan tidak mampu bergerak maupun bersuara. Thian Lee mendudukannya kembali ke atas kursinya, lalu dia mengeluarkan surat kuasa, memperlihatkannya kepada Co-ciangkun sambil berbisik, "Aku adalah Panglima Song Thian Lee yang memimpin pasukan yang kini mengepung kota ini." Setelah berkata demikian, dia membebaskan totokannya. Co-ciangkun lalu memberi hormat kepadanya. "Aih, Song thai-ciangkun, saya sedang bingung menghadapi keadaan ini. Apa yang harus saya lakukan?" "Aku mendengar bahwa engkau menentang pemberontakan Phoa-ciangktm?" "Tentu saja, akan tetapi apa yang dapat saya lakukan? Banyak perwira mendukungnya dan kalau saya terangterangan menentang, tentu saya sudah di tawan atau dibunuh." "Dengar baik-baik, aku sedang melakukan gerakan untuk mengacaukan pertahanan di sini. Engkau harus memerintahkan anak buah, pasukan yang kau pimpin, untuk tidak melakukan perlawanan kalau perang terjadi, membawa pasukanmu keluar dari benteng dan pura-pura menerjang musuh, akan tetapi sebetulnya lari menyeberang. Sebagai tanda, suruh beberapa orang membawa bendera Tiraikasih Website kuning. Kalau melihat bendera itu, pasukan kami tidak akan menyerang dan akan menerima pasukan dengan baik. Mengertikah engkau, Co-ciangkun? Dengan cara ini, engkau dan pasukanmu tidak akan tersangkut pemberontakan dan engkau tidak akan mendapat hukuman." Co-ciangkun memberi hormat dan berulangkali menyatakan setuju dan mengerti. Setelah merasa yakin bahwa perintahnya akan ditaati, Thian Lee lalu pergi dari situ melalui atap seperti kedatangannya dan dia lalu mendatangi para perwira lain yang oleh Cui Kang ditunjuk sebagai perwira yang menentang pemberontakan. Seperti cara tadi, diapun dapat mempengaruhi para perwira itu untuk menyeberang di waktu ada pertempuran. Seluruhnya ada limabelas orang perwira yang sudah menyatakan sanggup dan taat. Lewat tengah malam, Thian Lee menuju ke sebuah rumah di mana tinggal perwira yang membantu gerakan pemberontakan Phoa-ciangkun. Seperti yang sudah-sudah, dia memasuki rumah itu, langsung menuju ke kamar tidur perwira itu, menotok isterinya dan menyeret perwira itu turun dari pembaringan. Sebelum perwira itu sempat berteriak, dia menotoknya sehingga perwira itu terkulai lemas tidak mampu bergerak atau berteriak lagi. "Manusia tidak mengenal budi," Thian Lee memaki. "Engkau sudah memperoleh kedudukan yang baik, akan tetapi masih berkhianat dan mendukung pemberontakan Phoa-ciangkun. Karena itu engkau layak dihukum!" Setelah ber kata demikian, Thian Lee lalu memukul dada perwira itu, tidak cukup kuat sehingga tidak mematikan, akan tetapi akan membuat perwira itu menderita luka berat yang baru akan pulih setelah beristirahat sedikitnya sebulan! Demikianlah, Thian Lee mendatangi tidak kurang dari duapuluh perwira yang dipukulnya seperti itu. Ketika hendak memasuki rumah besar Phoa-ciangkun, dia melihat Tiraikasih Website penjagaan yang teramat ketat sehingga dia tidak mau membahayakan diri sendiri dan menganggap perbuatannya telah cukup untuk mengacaukan pertahanan benteng kota itu. Pada keesokan paginya, petani yang kemarin sore memasuki pintu gerbang sudah keluar lagi mendorong gerobaknya yang sudah kosong. Kini pintu gerbang dijaga lebih ketat lagi dan orang yang sedikit saja mencurigakan akan ditahan atau tidak boleh keluar dari kola. Dan pada hari itu, mulailah larangan memasuki pintu gerbang kota. Setelah tiba kembali di pasukannya, Thian Lee lalu mengatur serangan. Dia mengumpulkan para pembantunya dan menceritakan apa yang telah dilakukannya malam tadi. Para perwira itu merasa kagum sekali. "Jangan lupa. Kalau ada pasukan membawa bendera kuning keluar dari pintu gerbang benteng, jangan serang, melainkan terimalah mereka karena mereka itu adalah pasukan yang dipimpin perwira-perwira yang masih setia dan yang menyeberang kepada kita. Juga kalau keadaan musuh sudah terdesak dan terjepit, berlakulah murah kepada perajurit musuh. Yang menaluk harus diterima dengan baik dan jangan dibunuh." Demikianlah, terompet dan tambur dibunyikan riuh rendah ketika tiga pasukan kerajaan itu maju bersama dari tiga jurusan. Dari dalam pintu gerbang keluar pasukan Panglima Phoa yang menyambut serangan itu. Akan tetapi terjadi kekacauan pada pasukan itu. Ketika musuh menyatakan perang dengan tambur dan terompet mereka dan Phoa ciangkun mengumpulkan perwira-perwiranya, ada duapuluh orang perwira yang tidak mampu hadir karena mereka menderita sakit berat! Dan dia tidak tahu bahwa ada belasan orang perwira yang hadir adalah perwira-perwira yang menentangnya dan yang siap melakukan penyeberangan dengan pasukan mereka kepada pasukan Tiraikasih Website dari Hui-cu. Dengan agak bingung Phoa-ciangkun memerintahkan para perwira memimpin pasukan masingmasing untuk menyerbu keluar, dibantu oleh pasukan gerombolan bajak laut Jepang. Ketika Thian Lee melihat bahwa di antara pasukan pemberontak itu terdapat seorang pemuda yang mengamuk bagaikan naga marah, dia terkejut sekali dan cepat diapun berlari menghampiri. Ternyata pemuda itu adalah musuhnya, yaitu Siang Koan Tek! "Jahanam Siang Koan Tek, akulah lawanmu!" bentak Thian Lee. Melihat pemuda berpakaian panglima ini, Siang Koan Tek segera mengenalnya. Karena gentar, dia lalu meneriaki beberapa orang Jepang untuk membantunya dan segera Thian Lee dikeroyok oleh Siang Koan Tek dan lima orang bajak Jepang yang menggunakan samurai. Terjadi perkelahian yang seru sekali. Sementara itu, para perwira yang memimpin pasukan yang membawa bendera kuning telah diterima oleh pasukan dari Hui-cu, dan mereka kini membalik, membantu pasukan kerajaan melawan pasukan pemberontak. Pertempuran menjadi kacau balau. Setelah banyak pasukan menyeberang sekarang jumlah mereka berimbang banyaknya. Akan tetapi pasukan pemberontak kehilangan semangat karena mereka kehilangan pimpinan perwira-perwira atasan mereka yang tidak dapat ikut ber tempur karena menderita sakit berat. Yang memimpin mereka adalah perwira perwira muda yang kurang pengalaman, maka mereka bertempur dengan membabi buta dan ngawur. Perkelahian antara Thian Lee dan Siang Koan Tek yang dibantu lima orang Jepang masih berlangsung seru. Lima orang Jepang itu cukup lihai sehingga Thian Lee diserang Tiraikasih Website dari segala jurusan. Akan tetapi, Thian Lee dengan pedang Jit-goat-kiam mengamuk. Pedang nya berubah menjadi gulungan sinar terang dan setiap kali senjatanya bertemu dengan senjata lawan, tentu lawan itu terhuyung dan merasa tangannya sakit, tanda bahwa dalam hal tenaga dalam, tak seorangpun di antara mereka mampu menandingi Thian Lee. Hal ini tidak mengherankan karena Thian Lee telah menguasai Thian-te Sin-kang yang amat kuat. Setelah memutar pedangnya lebih cepat lagi, akhirnya Thian Lee dapat merobohkan dua orang pengeroyoknya. Dua orang jepang itu terpelanting dengan luka pada leher dan paha mereka sehingga mereka tidak mampu untuk bangkit kembali. Siang Koan Tek menjadi marah. Dengan Kui-liongkiamsut Ilmu Pedang Naga Setan dia menyerang Thian Lee. Pada saat itu, pedang Thian Lee sedang menahan dua samurai dan begitu samurai itu terpental, sebatang samurai lain telah menyapu kakinya. Thian Lee melompat ke atas dan pada saat itulah pedang Siang Koan Tek menyerangnya dengan sebuah tusukan ke arah perut. Tubuh Thian Lee masih berada di udara ketika serangan tiba. Dia mengerahkan tenaga Thian-te Sin-kang pada tangan kirinya, menyambut tusukan itu dengan tangan kiri dan mencengkeram pedang dan pada saat Siang Koan Tek terkejut, Thian Lee menggerakkan pedangnya ke depan. "Singgg......... cappp.......!” Pedangnya menusuk dada Siang Koan Tek. Pemuda itu berseru keras dan roboh terjengkang, darah bercucuran dari dada yang didekapnya dengan kedua tangan. Pedangnya sendiri terlempar entah ke mana. Tiga orang Jepang menjadi gentar. Mereka masih melawan, akan tetapi dalam waktu singkat saja merekapun roboh oleh pedang di tangan Thian Lee. Tiraikasih Website Thian Lee mencari-cari dengan matanya. Kalau ayah pemuda yang baru saja roboh itu maju, yaitu Siang Koan Bhok, tidak akan ada di antara para perwira yang akan kuat melawannya. Harus dia sendiri yang maju. Akan tetapi ternyata tidak mendapatkan datuk timur itu. Agaknya Siang Koan Bhok tidak mau terlibat dalam pemberontakan, hanya puteranya yang berambisi besar itu yang langsung terlibat. Pertempuran berlangsung beberapa jam saja. Setelah terdesak hebat dan para perwira kerajaan meneriakkan agar mereka menyerah, banyak di antara perajurit pemberontakan yang melempar senjata dan berlutut menyerah. Phoa-ciangkun masih mengamuk, akan tetapi akhirnya dia tewas di bawah hujan senjata para perwira. Pertempuran itupun berhenti dan banyak sekali perajurit pemberontak yang menaluk. Selesailah penumpasan pemberontakan itu. Orang-orang Jepang yang tidak terbunuh dalam pertempuran itu, melarikan diri dengan perahu-perahu mereka, kembali ke lautan di mana mereka menjadi bajak laut. Orang-orang kang-ouw yang membantu gerakan pemberontakan itupun banyak yang melarikan diri setelah melihat pihaknya menderita kekalahan. Thian Lee menguasai kota perbentengan di pantai itu dan meninggalkan lima ribu orang perajurit dengan beberapa orang perwira untuk menguasai kota dan mengatur kembali kehidupan di situ, sementara menanti keputusan dari kota raja yang akan mengirim seorang panglima baru. Thian Lee lalu kembali dengan pasukannya ke Hui-cu. Di sini diapun menyerahkan semua pasukan ke tangan para perwira untuk menjanjikan akan mengirimkan seorang panglima baru dari kota raja. Setelah semua urusan selesai berangkatlah dia pulang ke kota raja, membawa berita gembira bahwa pemberontakan telah berhasil dipadamkan di Tiraikasih Website pantai timur dan para pimpinan pemberontak dapat ditawan. Tentu saja Kaisar menyambut kembalinya dengan penuh kegembiraan dan memuji keberhasilan panglima besar itu. Akan tetapi yang lebih bahagia lagi adalah Cin Lan yang menyambut suaminya dengan rasa bangga dan syukur. Banyak yang diceritakan Thian Lee kepada isterinya, juga tentang Lee Cin yang dijumpainya dan yang telah membantunya dalam membasmi kawanan pemberontak. "Lee Cin? Kenapa tidak engkau ajak ia singgah di sini. Aku sudah rindu kepadanya!" kata Cin Lan gembira. "Ia sedang berada dalam kebimbangan. Bayangkan saja, ayahnya telah diserang dan dilukai oleh seorang yang berkedok hitam. Ia mencari Si Kedok Hitam sampai ke Huicu, akan tetapi di sana beberapa kali ia terancam bahaya maut dan siapa yang menolongnya? Bukan lain adalah Si Kedok Hitam itu sen diri! Tentu saja ia menjadi bimbang. Aku sendiri pernah ditolong Si Kedok Hitam dan ilmu silatnya memang hebat. Akan tetapi dia masih terselubung rahasia, aku dan Lee Cin tidak tahu siapa dia sebenarnya." Thian Lee lalu bercerita tentang Keluarga Cia yang terlibat dalam pemberontakan. "Tentu engkau sudah menangkap semua Keluarga Cia......... bukan?" Thian Lee menggeleng kepalanya. "Sama sekali tidak. Aku sengaja membiarkan mereka dapat meloloskan diri. Mereka adalah pendekar-pendekar patriot, bukan orang jahat. Mereka hanya terpedaya oleh Panglima Phoa dan orangorang Jepang. Aku mengharap mereka akan menyadari kesalahan mereka, berjuang bersama-sama orang Jepang dan panglima yang berkhianat. Hal ini juga diminta oleh Lee Cin kepadaku. Keluarga itu bersikap baik kepadanya terutama dua orang mudanya yang agaknya jatuh cinta Tiraikasih Website kepada Lee Cin. Kuharap saja ia akan menemukan jodohnya yang baik dan tepat." "Mudah- mudahan saja, akupun mengharapkan demikian," kata Cin Lan dan ia teringat betapa dulu Lee Cin mencinta suaminya akan tetapi gadis itu mundur dan mengalah ketika mengetahui bahwa Thian Lee mencintanya. -oomchoo- Pemandangan di luar kota benteng di pantai timur itu sungguh mengerikan. Perang baru saja berhenti dan tempat itu penuh dengan manusia yang rebah malang melintang dan berserakan, Ada yang sudah menjadi mayat, ada yang masih mengerang kesakitan karena luka parah. Banjir darah di mana-mana. Kalau tadi di waktu bertempur, mereka merupakan orang-orang yang dipenuhi nafsu membunuh, kini mereka menggeletak tidak berdaya dan suara yang terdengar hanyalah ratap tangis kesakitan. Pasukan yang bertugas membersihkan tempat belum sempat bekerja, dan pasukan yang mendapat kemenangan sudah memasuki kota perbentengan. Di antara mayat-mayat yang berserakan itu, tiba-tiba terdapat seorang yang berjalan ke sana sini memandangi mayat-mayat itu, seperti sedang mencari sesuatu. Dia membalik-balikkan mayat yang telungkup untuk melihat wajah mayat itu. Dia seorang kakek berusia hampir enampuluh tahun yang bertubuh tinggi besar dan gagah, membawa sebatang dayung baja. Orang itu bukan lair adalah Siang Koan Bhok, datuk timur yang telah mendengar adanya pertempuran di tempat itu. Karena putera tunggalnya, Siang Koan Tek terlibat dalam pertempuran itu, hatinya merasa khawatir sekali dan kini setelah pertempuran selesai, dia mencari-cari puteranya di antara mereka yang tewas atau terluka. Tiraikasih Website Setelah mencari-cari beberapa Iamanya, akhirnya dia menemukan apa yang dicarinya. Dia melihat puteranya, Siang Koan Tek, rebah telentang dengan mata terbuka, terbelalak dan muka membayangkan kenyerian hebat, telah tewas. Tubuhnya bersimbah darah dan dadanya terluka. Sejenak dia hanya berdiri seperti berubah menjadi patung. Matanya terbelalak memandang mayat itu, seperti tidak percaya. Akhirnya dia menghela napas, menelan kembali rintihan yang keluar dari hatinya. "Siang Koan Tek ..... !" Bibirnya bergerak lemah dan dia lalu membungkuk, mengangkat mayat itu dan dipondongnya mayat itu. Wajahnya penuh kerut merut, sinar matanya seperti api hampir padam, dan dia melangkah di antara mayat-mayat itu, pergi meninggalkan tempat itu sambil memondong mayat puteranya. Di atas sebuah bukit yang hijau, Siang Koan Bhok mengubur jenazah puteranya. Penguburan yang sunyi dan sederhana. Tidak dihadiri seorangpun, tidak ada yang berkabung, kecuali sang ayah yang mengerjakan semua penggalian dan mengubur jenazah puteranya dengan hati yang seperti ditusuk- tusuk rasanya. Tak lama kemudian penguburan selesai dan kakek itu duduk bersila di depan kuburan puteranya, kemudian perlahan-lahan dia memukul- mukulkan dayungnya ke atas gundukan tanah dan terdengar suaranya yang parau. "Siang Koan Tek, aku berjanji akan membawa kepala Song Thian Lee untuk kupakai bersembahyang di depan kuburmu ini. Tunggu saja, anakku, dendammu akan terbalas!" Janji itu diucapkan dengan suara serak dan perlahan, akan tetapi terdengar sangat menyeramkan. Kemudian perlahan-lahan dia bangkit berdiri dan menyeret dayungnya, pergi dari puncak bukit itu seperti seorang yang kehabisan tenaga dan kehilangan semangat. Yang memenuhi hati dan akal pikirannya hanya dendam dan kedukaan. Tiraikasih Website Bagi orang yang tidak mau menghadapi kenyataan hidup, tidak mau waspada mengamati segala perbuatan diri sendiri, maka segala peristiwa yang menimpa dirinya tentu akan mendatangkan guncangan hebat. Siangkoan Bhok menerima kenyataan ini sebagai sesuatu yang amat pahit, yang menghancurkan hatinya, sesuatu yang diakibatkan oleh perbuatan orang lain sehingga timbullah dendam yang setinggi langit sedalam lautan. Dia lupa bahwa semua itu bersumber dari kelakuannya sendiri. Kalau saja dia menjadi seorang ayah yang baik, yang mendidik puteranya itu menjadi seorang yang baik, belum tentu Siang Koan Tek akan mengalami kematian demikian menyedihkan. Dia tidak menyadari bahwa puteranya telah menjadi seorang pemuda yang jahat sekali, dan dia seperti buta, tidak melihat kejahatan puteranya. Inilah akibatnya kalau orang tidak pernah mawas diri, selalu menganggap dirinya baik, bahkan perbuatan yang jahat dan merugikan orangpun dianggapnya baik. Maka kalau sampai ada mala petaka terjadi atas dirinya, dia menganggap hal itu tidak adil dan menimbulkan dendam kepada orang lain. Kakek itu -melangkah terus dan hanya satu tujuan yang terkandung di dalam hati, yaitu membalas dendam kematian anaknya kepada Song Thian Lee! -oomchoo- Pada suatu sore, Song Thian Lee sedang duduk istirahat di dalam taman di belakang gedungnya bersama Tang Cin Lan, isterinya. Mereka berdua duduk sambil mengobrol dan Cin Lan mengajak Hong San putera mereka, bermain-main. Tidak ada seorangpun pelayan di situ karena ia ingin menyendiri menikmati udara sore yang sejuk. Bunga-bunga di taman itu sedang berkembang dan suasananya tenteram dan menyejukkan hati. Akan tetapi, agaknya ada sesuatu yang mengganggu hati Thian Lee di saat itu. Wajahnya yang Tiraikasih Website tampan itu tidak begitu cerah. Sedikit perubahan ini sudah cukup bagi Cin Lan untuk dapat menduga bahwa ada sesuatu yang mengganggu pikiran suaminya. Maka ia lalu memanggil seorang pengasuh, menyuruh pengasuh membawa masuk Hong San sehingga ia kini berdua saja dengan suaminya di dalam taman itu. "Ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu. Apakah itu? Bolehkah aku ikut memikirkannya?" tanya Cin Lan sambil duduk di dekat suaminya. Thian Lee menghela napas dan memandang wajah isterinya dengan kagum. Isterinya ternyata amat waspada, dapat menjenguk isi hatinya walaupun dia tidak menyatakan sesuatu. Diapun tidak pernah menyimpan suatu rahasia dari isterinya, maka dia menjawab dengan sejujurnya. "Engkau benar. Ada sesuatu yang amat menggangguku, sejak aku kembali dari timur menumpas pemberontakan. Aku melihat kenyataan bahwa kedudukanku yang sekarang ini sesungguhnya tidak tepat bagiku." "Eh, kenapa begitu?" tanya Ci Lan sambil menatap wajah suaminya dengan tajam. "Hal itu kusadari ketika aku berhadapan dengan Keluarga Cia, Lan-moi. Mereka adalah patriot-patriot yang ingin membebaskan tanah air dan bangsa dari cengkeraman penjajah, dan aku harus memusuhi dan membasmi orangorang seperti itu. Hal ini sungguh menyedihkan hatiku. Sudah berulang kali aku dihadapkan dengan orang-orang yang berpendirian seperti itu. Mula- mula ketika Thian Tok menemuiku dan memaki aku sebagi antek penjajah. Kemudian Keluarga Cia itu. Sungguh menyakitkan hati sekali, Lan-moi. Dan biarpun pada hakekatnya aku bukan membantu pemerintah Mancu untuk menindas rakyat, namun siapakah yang percaya bahwa aku tidak melakukan penindasan terhadap para patriot? Aku menjadi serba salah, Lan-moi. Aku menghambakan diri kepada Kaisar, menerima Tiraikasih Website anugerah pangkat dari Kaisar karena aku yakin akan kebijaksanaan Kaisar. Akan tetapi harus diakui bahwa tidak semua pembesar Mancu bijaksana seperti Kaisar. Di antara mereka banyak yang telakukan penindasan sebagai penguasa-penguasa penjajah Mancu. Dengan sendirinya aku terbawa-bawa. Maka, aku sungguh melihat kenyataan bahwa kedudukanku sebagai panglima besar ini sungguh tidak tepat bagiku." Thian Lee menghela napas panjang mengakhiri kata- katanya. Cin Lan memandang suaminya dengan khawatir. "Lalu, apa rencanamu, Lee-ko?" "Tidak ada jalan lain, Lan-moi. Aku harus mengundurkan diri dari jabatanku ini. Aku akan menghadap Kaisar dan akan berkata terus terang apa yang menyebabkan aku mengundurkan diri. Kaisar amat bijaksana dan dia dapat menyelami perasaan dan kehidupan para pendekar. Aku akan mengabdi kepada rakyat sebagai seorang pendekar saja, bukan melalui kedudukanku yang membuat aku bertentangan dengan para patriot." "Aku menyetujui saja pendapat dan pendirianmu, Lee-ko. Akan tetapi ingatlah bahwa aku sendiri puteri seorang pangeran Mancu. Bagaimana aku harus bicara kepada ayahku tentang pengunduran dirimu ini?" Thian Lee memandang kepada isterinya dengan penuh kasih. "Aku tidak menyalahkan engkau sebagai seorang puteri pangeran, Lan-moi, karena biarpun ayahmu seorang pangeran, namun beliau seperti juga Kaisar, memiliki kebijaksanaan dan tidak mau menindas rakyat jelata. Apa lagi engkau hanya puteri tiri pangeran, dan ayah kandungmu adalah seorang pendekar patriot, seperti juga mendiang ayah kandungku." Keduanya termenung, teringat akan ayah kandung masing-masing. Ayah kandung Thian Lee bernama Song Tek Kwi, seorang tokoh Kun-lun-pai, seorang pendekar dan Tiraikasih Website patriot sejati. Demikian pula ayah kandung Cin Lan adalah seorang pendekar dan patriot sejati bernama Bu Cian. Kedua orang pendekar itu tewas di tangan para perajurit kerajaan, mereka tewas sebagai patriot-patriot sejati yang menentang kelaliman pembesar Mancu. "Akan tetapi, ayah tiriku itu, Pangeran Tang Gi Su, amat bijaksana dan amat baik kepadaku, Lee-ko. Rasanya sukar bagiku untuk menjelaskan pendirianmu kepadanya, aku merasa sungkan sekali." "Biarlah, kalau begitu kita berdua yang akan menghadap ayahmu, dan biarkan aku yang akan bicara kepadanya.” Tiba-tiba terdengar angin gerakan orang dan tiba-tiba saja muncul seorang kakek tinggi besar di dalam taman itu. Thian Lee segera mengenal kakek itu yang bukan lain adalah Siangkoan Bhok, ayah dari Siangkoan Tek yang tewas dalam pertempuran di pantai timur itu. Dia lalu bangkit berdiri dan menghampiri kakek itu yang berdiri tegak, dayung di tangan kanan dan matanya mencorong memandang kepada Thian Lee. "Selamat datang, lo-cian-pwe!" kata Thian Lee dengan suara tenang. "Keperluan, apakah yang mendorong lo-cianpwe datang berkunjung?" Sementara itu, Cin Lan yang juga sudah mengenal kakek itu, bangkit pula berdiri dan siap siaga. Ia tahu betapa lihainya datuk dari timur, majikan Pulau Naga ini. Di waktu mudanya sebagai seorang gadis belia, ia pernah mencarikan sian-tho buah tho dewa untuk mengobati gurunya, Pek I Lokai yang terlalu parah. Ketika memberi buah itu ke Pulau Ular Emas, ia tersasar ke Pulau Naga dan bertemu dengan Siang Koan Tek dan ibunya yang amat lihai baca Kisah Sepasang Gelang Kemala. Tiraikasih Website "Song Thian Lee, bersiaplah engkau untuk mampus. Aku datang untuk membalaskan kematian puteraku, Siang Koan Tek!" "Lo-cian-pwe, Siangkoan Tek tewas dalam pertempuran karena dia membantu pemberontak yang bersekongkol dengan bajak laut Jepang. Aku tidak sengaja membunuhnya." jawab Thian Lee membela diri. "Tidak perduli apa alasanmu, yang jelas kematiannya adalah karena engkau dan sekarang engkau harus menebus dengan nyawamu. Kecuali kalau engkau takut melawanku, engkau boleh mengerahkan tenaga bantuan, aku tidak takut!" Thian Lee tersenyum. "Bukan watak seorang pendekar untuk menjawab tantangan dengan pengeroyokan. Aku hanya memberitahu kepadamu bahwa puteramu tewas dalam perang dan bukan salahku kalau sampai dia tewas. Akan tetapi kalau engkau menantangku, aku tidak akan mundur selangkahpun, Tung-hai-ong!" Tung-hai-ong Raja Lautan Timur adalah julukan Siang Koan Bhok. "Bagus! Aku percaya akan omonganmu. Berjanjilah sekali lagi bahwa engkau akan menghadapi tantanganku tanpa pengeroyokan. Isterimu itupun tidak boleh mengeroyok. Kalau kemudian dia menantangku bertanding satu lawan satu, akan kulayani." "Siang Koan Bhok, suamiku sudah berkata tidak akan mengeroyok dan kami bukanlah pengecut-pengecut yang suka mengandalkan pengeroyokan!” kata Cin Lan yang percaya penuh akan kemampuan suaminya. "Kalau begitu, aku menantangmu untuk datang ke hutan buatan di utara kota raja besok pagi setelah matahari muncul, untuk bertanding satu lawan satu! Kalau engkau tidak muncul atau datang dengan bawa teman banyak, berarti engkau seorang pengecut hina!" Tiraikasih Website "Jangan khawatir, aku akan datang." Jilid II 'Dan aku akan menemaninya, bukan untuk mengeroyokmu. Aku akan hadir sebagai saksi pertandingan antara kalian." kata Cin Lan mendahului suaminya. "Baik, kalian berdua boleh datang. Aku akan menunggu di sana!" Setelah berkata demikian, Siangkoan Bhok meloncat dan pergi dari situ melalui pagar tembok yang berada di belakang taman. Melihat betapa kakek itu dapat masuk ke taman tanpa diketahui penjaga, padahal cuaca masih terang, dapat dibayangkan betapa lihainya kakek itu. Setelah kakek itu pergi, barulah Cin Lan merasa khawatir akan keselamatan suaminya. "Dia lihai sekali, Lee-ko. Dapatkah engkau menandinginya dan mengalahkannya?" Thian Lee tersenyum, penuh kepercayaan kepada diri sendiri. "Jangan khawatir, Lan- moi, dia tidak akan dapat mengalahkan aku dengan mudah. Yang menguntungkan aku, dia sudah mulai tua dan tentu tenaganya sudah berkurang. Kalau dia menantangku untuk mengukur kepandaian, hal itu tidak menjadi soal, akan tetapi yang membuat aku menyesal adalah bahwa tantangannya itu untuk membalas dendam kematian puteranya. Dengan begitu, tentu dia akan bertanding mati- matian dalam usahanya membalas dendam. Aku khawatir satu di antara kami terpaksa harus berkelahi sampai dapat merobohkan lawan, sebuah pertandingan antara mati dan hidup. Aku tidak takut, akan tetapi aku tidak ingin membunuhnya." "Akan tetapi, dia yang menghendaki demikian, maka jangan ragu- ragu, Lee-ko. Keraguanmu akan merupakan kelemahan yang membahayakan dirimu sendiri." Tiraikasih Website Thian Lee mengangguk dan untuk menghibur hati isterinya agar jangan gelisah memikirkan pertandingan yang akan di adakan besok pagi, dia lalu menggandeng tangan isterinya dan diajak masuk ke dalam rumah. Malam itu Thian Lee tidur dengan nyenyak, sedikitpun dia tidak merasa khawatir akan apa yang terjadi besok. Dia bukanlah orang yang suka dihantui pikirannya sendiri. Apa yang akan datang besok, akan dihadapi besok pula. Dia penuh kepercayaan kepada diri sendiri, bukan berarti meremehkan orang lain, melainkan pendiriannya, dia setiap saat akan berani menghadapi apa saja. Yang landasannya adalah kebenaran. Selama dia bertindak benar, apapun akibat tindakannya itu, akan dihadapi dengan tabah. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Cin Lan sudah bangun. Wanita ini yang lebih gelisah sehingga semalam agak sukar tidurnya. Hatinya penuh kekhawatiran akan keselamatan suaminya. Pagi-pagi sekali ia telah mempersiapkan makan pagi untuk suaminya. Setelah Thian Lee terbangun dan mandi, mereka lalu makan pagi. Thian Lee bersikap seperti biasa, akan tetapi Cin Lan amat pendiam pagi itu. Kemudian mereka berkemas dan Thian Lee membawa sebatang tongkat yang menjadi senjata utamanya. Dengan tongkat itu ia dapat memainkan Hok-mo-tung Tongkat Penaluk Iblis yang amat lihai. Kemudian keduanya pergi menunggang kuda menuju ke pintu gerbang utara. Para penjaga di pintu gerbang mengenal panglima mereka, dan biarpun mereka merasa heran melihat panglima mereka pergi berdua dengan isteri tanpa pengawal dan berpakaian sebagai rakyat biasa, mereka tidak berani bertanya. Mereka semua tahu belaka bahwa panglima muda mereka ini adalah seorang pendekar yang sakti, demikian pula isterinya. Mungkin keduanya akan berburu binatang di hutan, pikir mereka. Tiraikasih Website Suami isteri itu menjalankan kuda mereka perlahanlahan menuju ke sebuah hutan tak jauh dari pintu gerbang. Sebuah hutan buatan yang penuh dengan binatang hutan, yang dijadikan tempat berburu binatang oleh Kaisar dan keluarganya. Matahari mulai menyinarkan cahayanya yang hangat dan pagi itu cerah dan indah sekali. Setelah tiba di tengah hutan, di tempat terbuka yang merupakan padang rumput, mereka melihat Siang Koan Bhok telah berdiri di sana dengan dayung baja di tangannya. "Bagus, kalian berdua datang! Song Thian Lee, turunlah dan mari kita mulai bertanding!" kata Siang Koan Bhok sambil melintangkan dayung bajanya. "Lan-moi, jagalah kuda kita," kata Thian Lee dan diapun melompat turun dari atas punggung kudanya. Pedangnya tergantung di punggungnya dan dengan tenang dia melangkah menghampiri Siang Koan Bhok. Setelah menjura dengan hormat diapun berkata, suaranya tenang namun tegas. "Siang Koan Lo-cian-pwe, sebelum kita bertanding, untuk terakhir kalinya aku hendak memberitahu kepadamu bahwa pertandingan ini sama sekali tidak kuinginkan. Di antara kita sesungguhnya tidak ada permusuhan apapun. Kematian puteramu adalah kematian wajar dari seorang yang tewas dalam perang sehingga tidak perlu disesalkan. Sekali lagi aku minta agar engkau menyadari hal ini dan membatalkan pertandingan yang tiada gunanya ini." "Song Thian Lee, sejak dahulu engkau selalu menjadi penghalang bagiku! Andaikata puteraku tidak tewas di tanganmu sekalipun, aku tidak pernah merasa menjadi sahabatmu, melainkan sebagai musuh. Sudahlah, jangan banyak cakap lagi. Mari kita mulai !” Thian Lee menghela napas panjang. Dia percaya bahwa sebagai seorang datuk besar, Siang Koan Bhok merasa Tiraikasih Website pantang untuk bertindak curang, untuk melakukan pengeroyokan. Diapun maklum melihat sikap datuk itu bahwa tak mungkin dia membujuknya lagi, maka diapun melangkah maju dan mencabut pedang Jit-goat-sin-kiam dari punggungnya. Menghadapi seorang lawan seperti Siang Koan Bhok dia tidak boleh bersikap ragu atau sungkan lagi. Lawan ini terlalu tangguh dan dayung bajanya hanya dapat dilawannya dengan pedang saja. "Kalau begitu baiklah, lo-cian-pwe, aku sudah siap," katanya tenang. Cin Lan menalikan kendali kedua ekor kuda pada sebatang pohon dan ia menonton pertandingan itu dengan mata tak berkedip dan hati terguncang tegang. "Lihat serangan!" Bentak Siang Koan Bhok dan mulailah dia menyerang. Dayung bajanya menyambar dengan dahsyatnya ke arah kepala Thian Lee. Dayung itu kuat dan keras sekali. Sebongkah batu besar akan hancur terkena pukulan dayung itu, apa lagi kepala oang! Thian Lee mengelak ke bawah dan ketika dayung menyambar ke atas kepalanya, diapun membalas dengan tusukan pedang ke arah paha lawan. Siang Koan Bhok mengangkat kaki dan mundur ke belakang, dayungnya diayunkan berputar dan kembali menyambar ke arah tubuh Thian Lee. Pemuda itu menggunakan segala kelincahan tubuhnya untuk mengelak dan berloncatan menghindar sambil kadang-kadang membalas dengan pedangnya. Makin lama gerakan mereka menjadi semakin cepat sehingga dayung dan pedang tidak nampak bentuknya lagi, sudah berubah menjadi segulungan besar sinar ke hitaman dan pedang itupun berubah menjadi sinar terang bergulung-gulung. Hanya kadang-kadang saja kalau kedua senjata bertemu dan mengeluarkan bunyi nyaring, diketahui bahwa dua gulungan sinar itu adalah senjata-senjata yang ampuh! Tiraikasih Website Siang Koan Bhok menyerang dengan pengerahan seluruh tenaga dan kepandaiannya. Dia mainkan dayung baja itu dengan ilmu Swe-kut-pang Tongkat Penghancur Tulang dan dayungnya berubah menjadi segulungan sinar kehitaman yang mengeluarkan angin dahsyat. "Wirr-wirr-wirr !" Dayung itu menyambar-nyambar dalam jarak agak jauh karena senjata itu merupakan senjata yang panjang. Akan tetapi Thian Lee adalah seorang lawan yang sakti. Pemuda ini telah memiliki ilmu kepandaian yang tinggi dan juga pengalaman bertempur yang banyak. Dia mainkan ilmu pedang Jitgoat-kiam-sut Ilmu Pedang Matahari dan Bintang, dan menggunakan kelincahannya untuk menghindari semua sambaran dayung, sementara itu diapun membalas dengan serangan pedangnya yang merupakan sinar-sinar maut. Cin Lan yang menonton pertempuran .itu hampir tidak pernah berkedip. Ia merasa kagum bukan main dan diamdiam ia harus mengakui bahwa kakek itu luar biasa lihainya. Kalau ia yang maju melawannya, tak mungkin ia dapat bertahan lebih dari limapuluh jurus. Akan tetapi ia percaya penuh akan kemampuan suaminya dan iapun menonton dengan jantung berdegup penuh ketegangan. Thian Lee juga maklum bahwa tidak mudah baginya untuk mengalahkan fawannya. Dayung kakek itu sungguh ampuh dan berbahaya sekali. Dia harus dapat membuat kakek itu melepaskan dayungnya karena selama kakek itu menggunakan dayung itu sebagai senjata, agaknya akan sukar sekali baginya untuk mendapat kemenangan. Akan tetapi pandang mata dan pendengaran Thian Lee awas sekali. Dia melihat betapa wajah kakek itu menjadi agak pucat dan napasnya terasa pendek. Ini menunjukkan bahwa kakek itu telah lelah. Inilah satu-satunya kelemahan lawannya. Karena usia tua, maka daya tahan kakek itu Tiraikasih Website menurun banyak. Tenaganya memang masih amat kuat, akan tetapi daya tahannya menurun dan napasnya memburu. Thian Lee menggunakan kesempatan itu untuk mendesak Iawannya. Pedangnya menyambar-nyambar dengan ganas dan ketika kakek itu membalas dengan ayunan ke arah pinggangnya, dia miringkan tubuh, mengerahkan seluruh tenaga sin-kangnya dan membacok ke arah tengah-tengah dayung itu. "Singgg .............. trakk!!" Dia berhasil! Dayung itu patah menjadi dua potong. Thian Lee meloncat ke belakang. "Sudah cukup, Io-cianpwe. Senjatamu sudah rusak!" katanya untuk menghentikan pertandingan. Akan tetapi Siang Koan Bhok memandang ke arah dua potong dayung yang tinggal pendek itu di kedua tangannya, lalu membuangnya ke atas tanah sambil meludah. Kemudian dia membentak. "Hanya dayungku yang patah, aku belum kalah!" katanya dan dia lalu menggerak-gerakkan kedua tangannya yang berubah menjadi, kehijauan, tanda bahwa kedua tangan itu mengandung hawa beracun yang amat jahat. Itulah ilmu pukulan tangan kosong beracun yang di sebut Ban-tok-ciang Tangan Selaksa Racun yang dahsyat bukan kepalang. Thian Lee adalah seorang pendekar sejati. Melihat lawan sudah kehilangan senjata dan kini maju dengan tangan kosong, diapun segera memasukkan pedangnya di sarung pedang yang tergantung di punggungnya dan menghadapi Siang Koan Bhok dengan tangan kosong pula! Dia maklum akan hebat dan berbahayanya Ban-tok-ciang, maka diapun mengerahkan tenaga Thian-te Sin-kang ke dalam kedua lengannya sampai ke ujung-ujung jari untuk melindunginya dari hawa beracun di kedua tangan lawan, kemudian dia Tiraikasih Website memasang kuda-kuda dengan kedua lengan terpentang lebar seperti sayap dan kaki kirinya di angkat seperti seekor burung sedang terbang. Dan inilah pembukaan dari ilmu silat tangan kosong yang disebut Silat Elang Terbang Huieng- kun. Melihat pemuda itu sudah siap, Siang Koan Bhok mulai dengan serangannya dibarengi bentakarmya yang dahsyat, "Hyaaaaatttt!" Tubuhnya menerjang maju, kedua tangan memukul bergantian ke depan. Akan tetapi gerakan Thian Lee amat gesit seperti seekor burung, dia mengelak beberapa kali dan membalas dengan sapuan kakinya. Datuk itu melompat ke atas untuk menghindarkan sapuan dan ketika tubuhnya turun, kedua tangannya sudah menyerang lagi dengan hantaman atau cengkeraman. Cengkeraman tangan Siang Koan Bhok bahkan lebih berbahaya dari tamparannya, karena cengkeraman ini mengandung ilmu Jiu-jit-su yang dipelajarinya dari tokoh Jepang. Sekali kena dicengkeram, jangan harap dapat terlepas lagi dan tubuh lawan tentu akan ditekuk dan dibanting! Namun Thian Lee agaknya maklum akan kelihaian kedua tangan lawan itu. Dia mengandalkan kecepatannya untuk menghindar sambil membalas dengan serangan yang tidak kalah hebatnya. Sekali-kali kedua tangan mereka beradu dan ketika kedua lengan itu bertemu, kedua nya merasa tubuh mereka tergetar hebat. Siang Koan Bhok terkejut melihat betapa pemuda itu sama sekali tidak terpengaruh ketika beradu lengan dengan nya. Hawa sin-kang yang amat kuat melindungi kedua lengan pemuda itu menolak hawa beracun dari Ban-tok-ciang yang dimainkannya. Kembali Cin Lan harus menyaksikan pertandingan yang mendebarkan hatinya. Ia merasa tegang sekali dan diamdiam is menyesalkan mengapa suaminya tidak menggunakan pedangnya. Ia khawatir sekali melihat betapa kedua tangan kakek itu berwarna kehijauan tanda bahwa Tiraikasih Website kedua tangan itu mengandung hawa beracun yang amat berbahaya. Akan tetapi nyonya muda itu tidak berkata sesuatu, hanya di dalam hati saja ia berdoa untuk kemenangan suaminya dan menonton dengan kedua mata jarang berkedip dan hati tegang. Perkelahian itu memang hebat sekali. Biarpun kini keduanya hanya mengandalkan kedua tangan dan kaki, namun serunya tidak kalah ketika mereka menggunakan senjata tadi. Suara pukulan mereka menderu-deru, membawa angin pukulan bersiutan dan ketika kedua lengan bertemu, tanah yang diinjak Cin Lan seakan turut bergetar. Akan tetapi ternyata bahwa kakek itu kalah dalam daya tahan. Keringatnya telah membasahi seluruh tubuhnya. Dari kepalanya mengepul uap dan napasnya mulai memburu. Melihat ini, Thian Lee merasa girang dan dia ingin mengalahkan kakek itu karena kelemahannya ini. Dia akan bertahan terus sampai kakek ini kehabisan tenaga sendiri dan terpaksa menghentikan perkelahian itu. Siang Koan Bhok juga merasa betapa tubuhnya sudah lelah, akan tetapi dia melihat lawannya masih segar. Dia tidak akan menang kalau mengandalkan kekuatan daya tahan dan pernapasan. Dia harus mengirim pukulan maut yang tidak akan dielakkan lawan. Tiba-tiba kakek itu meloncat ke depan dan menekuk kedua lututnya. Dengan tubuh setengah berjongkok itu dia menghantamkan kedua tangan dengan telapak tangan terbuka, mendorong sambil mengerahkan seluruh tenaganya. Angin pukulan dahsyat menyambar dan mengejutkan hati Thian Lee. Dia tidak dapat lagi mengelak, maka jalan satu-satunya baginya hanya menyambut pula dengan kekerasan. Diapun mendorongkan kedua tangannya yang terbuka sehingga kedua pasang tangan itu bertemu di udara dengan tenaga yang dahsyat. Tiraikasih Website "Wuuuuuttttt......... dessss. !!" Pertemuan antara dua pasang tangan itu dahsyat bukan main. Tubuh Thian Lee terdorong ke belakang walaupun kedua kakinya masih tetap memasang kuda-kuda. Dia merasa dadanya agak sesak dan cepat dia mengambil napas panjang. Akan tetapi Siang Koan Bhok terhuyung ke belakang dan baru berhenti setelah punggungnya menabrak sebatang pohon. Dia bersandar di pohon itu sambil memejamkan kedua matanya, darah segar mengalir dari ujung bibirnya! Cin Lan cepat menghampiri suaminya yang bernapas dalam sambil memejamkan mata pula. "Lee-ko, engkau tidak apa-apa?" tanyanya khawatir. Perlahan-lahan Thian Lee membuka matanya, memandang kepada isterinya, menghela napas, tersenyum dan menggeleng kepala. "Aku tidak apa-apa, jangan khawatir." Dia lalu memandang ke de-pan dan melihat Siang Koan Bhok yang bersandar di batang pohon sambil memejamkan matanya. Melihat darah segar mengalir di ujung bibir kakek itu, tahulah Thian Lee bahwa kakek itu telah terluka dalam yang cukup parah. "Lo-cian-pwe," katanya, "Bersediakah lo-cian-pwe untuk kuobati?" Dia menawarkan. Siang Koan Bhok membuka matanya dan sinar kebencian berkobar di dalam sinar matanya. "Aku tidak butuh bantuanmu. Sekarang aku kalah, akan tetapi akan datang saatnya engkau yang kalah melawanku. Selamat tinggal!" Dengan terhuyung kakek itu lalu pergi dari situ. Thian Lee bergerak hendak mengejar, akan tetapi pundaknya disentuh isterinya. "Kalau dia tidak mau dibantu, itu salahnya sendiri, Leeko. Jangan perdulikan orang berkepala batu itu." Thian Lee menahan langkahnya dan hanya memandang kepada kakek itu yang terus melangkah dengan terhuyung. Tiraikasih Website Dia menghela napas panjang dan berkata dengan penuh sesal. "Betapa keras hatinya. Aku menyesal sekali tidak dapat menyadarkannya dari kekeliruannya. Dia kelak tentu akan merupakan ancaman bagi kita. Akan tetapi apa boleh buat, kita harus siap setiap saat menghadapinya." Suami isteri itu lalu keluar dari dalam hutan, menunggangi kuda mereka dan kembali memasuki kota raja. Setelah terjadi peristiwa itu, semakin besar keinginan Thian Lee untuk mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai panglima dan hidup sebagai rakyat biasa bersama anak isterinya. -oomchoo- "San-ko, sekarang kita akan ke mana?" tanya Ceng Ceng kepada Hui San ketika mereka jalan bersama menuju ke utara. "Aku akan pergi ke Hong-san, akan tetapi hendak singgah di kota raja dan daerahnya untuk mengundang para tokoh kang-ouw di daerah itu. Kemudian dari sana baru aku menuju ke Hong-san untuk menghadiri pertemuan penting itu. Di sana engkau akan dapat bertemu dengan gurumu, Ceng-moi." "Baik, San-ko, aku akan ikut denganmu. Dan kebetulan sekali, kalau kita menuju ke kota raja, aku minta agar kita singgah dulu sebentar di rumah pamanku di Pao-ting. Aku tidak akan lama tinggal di sana, hanya menjenguk sebentar. Engkau tidak keberatan, Sanko?"' "Tentu saja tidak. Pergi ke kota ra ja memang melewati Pao-ting dan pula akupun ingin berkenalan dengan keluarga pamanmu. Bukankah engkau pernah mengatakan bahwa mereka adalah keluargamu terdekat?" kata Hui San sambil Tiraikasih Website menatap wajah gadis itu dengan sinar mata tajam penuh arti. Ceng Ceng mengangguk dan kedua pipinya berubah kemerahan. Kalau seorang pemuda ingin memperkenalkan diri kepada keluarganya, hal itu tentu saja mempunyai arti penting! Beberapa hari kemudian, pada suatu pagi mereka memasuki pintu gerbang kota Pao-ting. Mereka menjalankan kuda mereka perlahan dan tepat di pintu gerbang mereka berpapasan dengan dua orang penunggang kuda lain yang keluar dari kota itu. Ceng Ceng memandang kepada mereka dan wajahnya berubah berseri gembira. "Hwe Li ...... ! Lai-suheng....!" Dua orang penunggang kuda itu berhenti dan mereka memandang kepada Ceng Ceng. Souw Hwe Li segera mengenalnya dan iapun melompat turun dari atas punggung kudanya. "Ceng Ceng......... “ Ceng Ceng juga melompat turun dan di lain saat kedua orang gadis itu sudah berangkulan dengan gembira. "Hwe Li dan suheng, perkenalkan ini sahabatku!" kata Ceng Ceng sambil menunjuk kepada Hui San. "Namanya Thio Hui San. San-ko, inilah saudara misanku Souw Hwe Li dan ini suhengku bernama Lai Siong Ek." Hui San yang sudah turun dari atas kudanya memberi hormat kepada Hwe Li dan Siong Ek, yang dibalas oleh mereka dengan hormat pula. Ceng Ceng melihat wajah mereka berdua yang sungguh-sungguh seperti sedang tegang, maka ia bertanya. "Kalian hendak pergi ke manakah?" "Ceng Ceng, ada urusan yang penting sekali telah terjadi dengan keluarga kami." Hwe Li lalu menggandeng Ceng Ceng ke pinggir dan bicara dengan suara perlahan. "Pagi tadi ayahku pergi Tiraikasih Website memenuhi tantangan seseorang di luar kota dan kami hendak menyusul ke sana untuk kalau perlu membantunya." "Ah, mengapa dia ditantang? Dan paman Souw Can pergi dengan siapa?" tanya Ceng Ceng sambil mengerutkan alisnya. "Biarlah aku ikut pergi untuk membantunya!" "Kalau begitu, mari kita menyusul ke sana, Ceng Ceng, dan akan kuceritakan di dalam perjalanan nanti." Hwe Li berkata. Ceng Ceng segera menyetujui dan memandang kepada Hui San. "San-ko, kita ikuti mereka sebentar. Siapa tahu pamanku membutuhkan bantuan kita." Mereka berempat menunggangi kuda mereka keluar dari pintu gerbang dan di sepanjang perjalanan Hwe Li ber cerita dengan singkat. Kiranya baru beberapa bulan yang lalu, di kota Pao-ting ada orang membuka perusahaan pengawal barang kiriman baru yang menggunakan nama Sin-liong Piauw-kiok Perusahaan Pengawal barang Naga Sakti. Tentu saja Souw Can tidak memperdulikan, biar ada sepuluh orang membuka piauw-kiok di Pao-ting, dia tidak akan dapat berbuat apapun karena orang bebas untuk membuka perusahaan. Akan tetapi, Sinliong Piauw-kiok yang baru itu menggunakan bendera yang sama dengan Kim-liong-piauwkiok, yaitu bendera yang bergambar naga. Hal ini tentu saja dapat dikatakan bahwa perusahaan baru itu sengaja menggunakan nama yang mirip dan memalsu bendera. Souw Can dengan baik-baik telah mendatangi piauw-kiok itu dan menegur mereka, dan minta agar bendera mereka diubah dan tidak sama dengan bendera Kim-liong Piauw kiok. Akan tetapi pihak Sin-long Piau kiok tidak menanggapi bahkan mengambi sikap menantang. Sejak itu, kedua piauw-kiok seolah bermusuhan. "Permusuhan berlarut-larut," Hwe Li mengakhiri ceritanya. "Pada suatu hari mereka bahkan berani Tiraikasih Website menyerang para piauw-su pengawal kami yang sedang mengirim barang ke kota raja. Tentu saja ayah menjadi marah karena banyak piauw-su kami terluka. Dia hendak mendamaikan dan mendatangi Sin-liong Piauw-kiok, akan tetapi ayah bahkan ditantang untuk mengadu ilmu pada pagi hari ini di luar kota. Pagi tadi ayah pergi seorang diri, melarang kam untuk ikut. Kami merasa tidak enak hati lalu menyusul." "Hemm, Sin-liong Piauw-kiok bertindak sewenangwenang dan aku khawatir Paman Souw Can akan terjebak. Mari kita percepat perjalanan kita," kata Ceng Ceng. Akhirnya mereka tiba di tempat itu. Karena Souw Can pergi berjalan kaki, maka dia tersusul dan baru saja dia tiba pula di tempat itu. Dan di sana sudah menanti Ji Kui, ketua Sin-liong Piauw-kiok yang datang bersama lima orang kawannya. Ji Kui adalah seorang pria berusia kurang lebih limapuluh tahun, bertubuh tinggi kurus, mukanya merah dan matanya tajam bersinar, berdiri tegak sambil memegang sebatang tombak setinggi tubuhnya. Lima orang kawannya rata-rata berwajah bengis dan kejam yang sepatutnya dimiliki orang-orang jahat. Ketika Souw Can melihat ketua Sin long Piauw-kiok itu berada di situ bersama lima orang kawannya, dia tersenyum mengejek. "Bagus sekali! Engkau menantang untuk bertanding satu lawan satu, akan tetapi ternyata engkau membawa lima orang teman, orang she Ji!" Ji Kui tertawa mengejek. "Ha-ha, demikian kecil nyalimu, Souw Can sehingga melihat kawan-kawanku engkau lantas ketakutan. Jangan khawatir, mereka ini hanya menjadi saksi saja atas pertandingan antara kita. Majulah dan bersiaplah untuk mampus di ujung tombakku!" Akan tetapi sebelum Souw Can menjawab, tiba-tiba terdengar seruan dari belakangnya. "Ayah........” Tiraikasih Website Souw Can menoleh dan melihat puterinya, Souw Hwe Li datang bersama Lai Siong Ek dan diapun mengenal Ceng Ceng yang datang bersama seorang pemuda yang tidak dikenalnya. Setidaknya kedatangan mereka membesarkan hatinya karena kini kawan-kawan Ji Kui itu ada tandingannya kalau mereka membantu Ji Kui. Akan tetapi untuk tidak mendatangkan kesan buruk, dia menghardik puterinya dan muridnya atau calon mantunya, "Hwe Li dan Siong Ek, mau apa kalian ke sini?" Ceng Ceng sudah melompat turun dari atas kudanya dan menghampiri Souw Can, memberi hormat. "Paman Souw, saya ikut datang untuk mewakili mu menghadapi orang ini!" "Ha-ha-ha, kiranya engkaupun bukan seorang yang jujur, Souw Can Eng kau juga mengundang datang balabantuan!" Ji Kui mengejek. Souw Can sudah maklum akan kepandaian puteri dan muridnya, dan diapun percaya penuh akan kelihaian Ceng Ceng yang menjadi murid datuk pandai, maka hatinya menjadi besar. Belum lagi diingat pemuda yang datang bersama mereka. Pemuda itu tampan dan gagah, agaknya juga bukan seorang yang lemah. Maka diapun berkata dengan suara menantang. "Ji Kui, sekarang kita bicara seperti seorang laki-laki. Engkau berenam, aku berlima. Kita boleh saling bertanding dan melihat pihak mana yang lebih banyak menderita kekalahan! Engkau boleh mengajukan kawan-kawanmu itu dan aku mengajukan puteriku, muridku, keponakanku dan sahabatnya itu dalam pertandingan satu lawan satu!" Ji Kui yang merasa betapa pihaknya lebih banyak, tentu saja menerima tantangan itu. Apa lagi pihak lawannya memiliki pembantu-pembantu dua orang gadis muda dan dua orang pemuda. Tiraikasih Website "Baik! Kita bertanding satu lawan satu. Pihak yang kalah harus membubarkan piauw-kioknya dan meninggalkan kota Pao-ting!" Dia lalu memberi isyarat kepada seorang pembantunya yang berkepala botak untuk maju. Si botak yang tubuhnya tinggi besar ini melangkah ma ju dan mencabut goloknya dengan sikap angkuh. "Hayo, siapa di antara kalian yang berani melawan aku?" tantangnya. "Ayah, biar aku yang maju lebih dulu!" kata Souw Hwe Li dan ayahnya mengangguk setuju. Hwe Li mencabut pedangnya dan melangkah maju, memandang si kepala botak dengan sinar mata "Majulah, aku telah siap melawanmu!" bentak Souw Hwe Li. Si kepala botak fertawa. "Ha-ha-ha, nona muda. Aku khawatir kalau kulitmu yang halus itu akan menjadi lecet oleh golokku! Biarlah kulawan engkau dengan tangan kosong saja!" Dia beranggapan bahwa kalau melawan dengan kedua tangan kosong dia mempunyai banyak kesempatan untuk mencolek dan memegang tubuh sintal gadis cantik itu. "Botak sombong! Lihat pedang!" Hwe Li membentak dan pedangnya sudah berkelebat menusuk ke arah dada kepala botak. Si botak mengelak, akan teiapi begitu dia mengelak, pedang Hwe Li sudah mengejarnya dan mengirim serangan bacokan ke arah kepala botaknya. Si botak melompat ke sana sini untuk mengelak dan dia terkejut sekali karena ternyata pedang di tangan gadis cantik itu lihai sekali, cepat dan juga mengandung tenaga besar. Sebentar saja dia terdesak dan harus berloncatan seperti seekor kera. Karena tidak dapat bertahan lagi dia terpaksa mencabut goloknya dan untuk menutupi rasa malunya, dia berteriak. "Golokku akan membunuhmul" Tiraikasih Website Kini mereka bertanding dengan menggunakan senjata. Dan ternyata permainan golok si botak itu tidak dapat dipandang ringan. Gerakannya juga cepat dan tenaganya besar sehingga goloknya menjadi segulung sinar yang mendesak sinar pedang Hwe Li. Akan tetapi Hwe Li memiliki kecepatan yang lebih dibandingkan lawannya. Dengan mengandalkan kecepatan gerakannya, Hwe Li berhasil membuat si botak terdesak hebat dan akhirnya dia hanya mampu mengelak dan menangkis saja, tidak mendapat kesempatan untuk balas menyerang! Limapuluh jurus telah lewat dan setelah mendapat' kesempatan yang balk, pedang Hwe Li menyambar ke bawah dan si botak itu berteriak keras sambil berlompat ke belakang dan paha kanannya bercucuran darah karena telah terkena pedang Hwe Li. Tentu saja dia tidak berani maju lagi dan hanya menundukkan kepala botaknya dengan muka kemerahan karena malu. "Ji Kui, pihakmu sudah kalah satu kali!" kata Souw Can dengan girang. Muka Ji Kui yang kemerahan itu menjadi semakin merah saking malu dan marahnya. "Di pihak kami masih ada lima orang!" Dia memberi isyarat dan seorang di antara para pembantunya yang bertubuh pendek gendut melangkah maju. Dia tidak membawa senjata dan dengan sikap congkak dia memandang kepada pihak Souw Can sambil tersenyum menyeringai dan berkata, "Aku tantang bertanding dengan tangan kosong. Siapa berani, melawan aku?" Lai Siong Ek tidak mau kalah oleh tunangannya. "Suhu, biar saya menghadapinya." Souw Can mengangguk. Dia tahu bahwa biarpun bakatnya tidak begitu baik seperti puterinya, calon mantunya yang juga muridnya ini sudah memiliki ilmu silat yang cukup baik. "Hati-hati lah," katanya. Tiraikasih Website Lai Siong Ek adalah putera jaksa Pao-ting, maka selain mengandalkan ilmu silatnya, diapun mengandalkan kedudukan ayahnya, maka hatinya besar dan penuh keberanian. "Majulah, aku telah siap melawanmu!" katanya sambil memasang kuda-ku da. Si gendut pendek menyeringai. Tadinya dia mengharapkan bahwa gadis satunya lagi yang juga cantik jelita untuk maju melawannya. Kiranya yang maju menandinginya adalah seorang pemuda! "Bagus! Orang muda, kau jagalah seranganku ini!" bentaknya dan diapun sudah menerjang dengan pukulan kedua tangannya yang berlengan pendek-pendek tetapi yang memiliki tenaga besar itu. Siong Ek mengelak dan pada pukul berikutnya, dia menangkis. "Dukk.....!" Dua lengan bertemu dan akibatnya Siong Ek mundur dua langkah. Dari sini saja sudah dapat diduga bahwa tenaga pemuda itu masih kalah dibanding lawannya. Akan tetapi Siong Ek tidak menjadi jerih dan diapun bersilat dengan cepat untuk membalas serangan lawan. Terjadilah perkelahian yang seru. Mereka itu saling serang, saling desak sehingga menjadi pertanding an yang seru dan menegangkan. Saling pukul juga terjadi dimana tangkisan atau elakkan tidak sempat lagi dilakukan sehingga tubuh terkena pukulan. Kalau si gendut yang terkena pukulan, tubuhnya hanya bergoyang sedikit, akan tetapi kalau Siong Ek yang terkena pukulan, tubuhnya terhuyung mundur dua langkah! Biarpun Siong Ek yang menang cepat itu lebih banyak memukul dan mengenai tubuh lawan, akan tetapi karena tiap kali terkena pukulan dia merasa nyeri maka makin lama pertahanannya menjadi semakin lemah. Tiraikasih Website Souw Can melihat bahwa kalau dilanjutkan, muridnya itu akan kalah. Dia khawatir kalau Siong Ek terluka parah, maka dia melompat ke depan dan berka ta, "Siong Ek, mundurlah!" Siong Ek yang sudah kewalahan itu terpaksa mundur, dan Souw Can berkata Ji Kui. "Kami mengakui bahwa muridku kalah, maka keadaan kita kini satu-satu. Biarlah aku sendiri yang maju!" "Tidak, paman!" kata Ceng Ceng yang sudah melompat ke depan. "Paman merupakan pimpinan, sepantasnya maju paling akhir. Biarlah aku yang menghadapi lawan!" Souw Can yang maklum bahwa Ceng Ceng kini menjadi lihai sekali, hanya mengangguk. Si gendut melihat Ceng Ceng maju, menyeringai lebar dan berkata kepada Ji Kui. "Ji-toako, biar aku maju sekali lagi menghadapi gadis ini!" Ji Kui tersenyum. Dia memandang rendah Ceng Ceng yang kelihatan lemah lembut itu maka dia mengangguk. "Nona manis, hati-hatilah melawan aku. Aku tidak ingin memukul seorang gadis cantik seperti engkau!" si gendut mengejek sambil menyeringai lebar. "Babi .gendut! Engkau boleh pilih, menggunakan senjata atau tangan kosong?" kata Ceng Ceng. Dimaki babi gendut, si gendut menjadi marah akan tetapi dia masih terta wa mengejek. "Mari main-main dengan tangan kosong. Aku ingin mendekap tubuhmu yang molek itu!" Ceng Ceng mengerutkan alisnya. "Lihat seranganku!" bentaknya dan secepat kilat kakinya menendang. Si gendut terkejut dan cepat meloncat ke belakang untuk menghindarkan perutnya dari tendangan, kemudian dia mengembangkan kedua lengannya dan menerjang maju, menubruk untuk merangkul gadis itu. Akan tetapi dengan Tiraikasih Website lincah dan ringannya Ceng Ceng mengelak, meloncat ke sebelah kanan si gendut dan tangannya menampar ke arah pelipisnya! "Wuuuuttt....!" Tamparan itu dapat dielakkan, akan tetapi si gendut makin terkejut karena tamparan itu nyaris mengenai pelipisnya dan terasa ada angin kuat menyambar. Gadis ini tidak boleh dipandang ringan! Dia menggereng dan kini menyerang bagaikan kesetanan, bukan lagi ingin mencolek, menowel atau mendekap, akan tetapi memukul sungguh sungguh dengan kedua tangannya. Pertandingan ini pun berlangsung seru, akan tetapi setelah lewat tigapuluh jurus, sebuah tendangan kaki kiri Ceng Ceng mengenai perut yang gendut itu. Si gendut terjengkang dan terbanting keras sehingga mulutnya mengeluarkan suara "ngek!" dan dia terengah- engah! Agalcnya dia merasa malu sekali dan menutupi mulutnya dengan kemarahan. Tangan kanannya meraba pinggangnya dan dia susah menghunus sebatang golok yang berkilauan saking tajamnya. Tanpa memberi tahu lagi, secara curang, dia telah menubruk maju dan menyerang dengan goloknya secara membabi buta! Melihat serangan yang nekat itu, Ceng Ceng melolos kebutannya tanpa mencabut pedang. Kebutannya yang berbulu merah berkelebatan menangkis datangnya golok ini Baru belasan jurus saja, bulu kebutan dapat melibat golok dan sebelum si gendut dapat menarik kembali goloknya, kembali kaki kirinya menendang dengan kuatnya dan sekali ini mengenai dada si gendut. "Ngekk........!!” goloknya terlepas, tubuhnya terbanting keras dan sekali ini dengan susah payah baru dia dapat merangkak bangun, di bantu oleh seorang kawannya. "Hemm, Ji Kui, pihakmu kalah lagi sehingga kedudukan menjadi dua satu untuk kemenangan kami !" kata Souw Can dengan girang sekali. Tiraikasih Website Ji Kui mengerutkan alisnya dan memberi isyarat kepada pembantunya yang ke tiga, seorang berwajah hitam dan bertubuh kokoh dan tegap. Si muka hitam ini maju sambil mencabut sebatang pedang dari pinggangnya dan menantang dengan suara lantang. "Siapa berani melawan aku ?" "Paman Souw, saya masih belum lelah. Biarkan saya menandingi kerbau muka hitam ini!" kata pula Ceng Ceng, sengaja memaki lawan agar lawan menjadi marah. Kemarahan mengurangi kewaspadaan maka melemahkan pertahanan lawan. Ceng Ceng dapat menduga bahwa tentu si muka hitam yang diajukan ini lebih lihai dari pada si gendut, maka ia pun tidak untuk mencabut pedang dengan tangan kanan sedangkan kebutan bulu merahnya dipegang dengan tangan kirinya. Umpan Ceng Ceng berhasil. Si muka hitam menjadi marah sekali dimaki kerbau muka hitam dan tanpa memberi peringatan lagi dia sudah mengayun goloknya dibacokkan ke arah kepala Ceng Ceng. Agaknya dia hendak membelah kepala itu dengan sekali bacokan saja. Namun Ceng Ceng mengelak dengan mudah, bahkan membarengi dengan tusukkan pedangnya yang disusul dengan menyambar kebutan ke arah muka lawan. Si muka hitam terkejut, cepat mundur dan memutar goloknya untuk menangkis dan membabat putus tali kebutan. Akan tetapi usahanya gagal karena Ceng Ceng juga sudah menarik kembali kebutannya dan membiarkan pedangnya tertangkis untuk menguji tenaga lawan. "Trang g g......... !" Bunga api berpijar ketika golok bertemu pedang. Ceng Ceng merasakan tangan kanannya tergetar, akan tetapi si muka hitam lebih kaget lagi karena pedang itu sedemikian kuatnya sehingga goloknya terpental ke belakang! Dia menjadi penasaran dan marah. Bagaikan seekor kerbau gila dia menyerang lagi, memutar goloknya Tiraikasih Website clan menyerang secara bertubi-tubi. Namun Ceng Ceng menyambutnya dengan tenang dan cepat. Perkelahian ini lebih menegangkan dari tadi. Akan tetapi, hanya Souw Can, Souw Hwe Li dan. Li Siang Ek saja yang merasa tegang dan takut kalau-kalau Ceng Ceng kalah. Thio Hui San menonton dengan tenang dan tersenyum karena dia yakin bahwa gadis yang dicintanya itu tidak akan kalah. Baik mengenai tenaga sakti maupun kecepatannya, Ceng Ceng masih menang setingkat dari lawannya. Dugaannya benar. Setelah lewat limapuluh jurus, Ceng Ceng berseru nyaring, "Kena. ..... !!" Ujung kebutannya menyambar ke arah mata lawan dan ketika si muka hitam menarik kepalanya ke belakang, kesempatan itu dipergunakan oleh Ceng Ceng untuk menusukkan pedangnya ke arah lengan kanan si muka hitam. "Haiiiitttt.... aduhhh....!" Si muka hitam terpaksa mejepaskan goloknya dan lengannya berdarah karena terluka oleh ujung pedang di tangan Ceng Ceng. Tentu saja dengan luka di lengan kanan, si muka hitam tidak dapat maju lagi. "Nah, Ji Kui, pihakmu kalah lagi.! Kedudukan menjadi tiga satu untuk kemenangan kami. Apakah engkau sudah mengaku kalah sekarang?" "Souw Can siapa yang kalah? persama aku, kami masih mempunyai tiga orang jago!" Dia memberi isyarat kepada seorang pembantunya yang belum maju. Orang ini melompar ke depan. Orangnya bertubuh kecil kurus, akan tetapi rupanya gesit sekali dan karena dia diajukan belakangan, dapat diduga bahwa ilmu kepandaiannya tentu lebih lihai dari pada tiga orang yang pernah maju bertanding tadi. Melihat senjatanya saja orang sudah merasa ngeri. Senjatanya itu berupa dua buah bintang baja sebesar kepalan tangan yang disambung dengan sehelai rantai baja. Dia sudah memegang senjatanya dan menantang. Tiraikasih Website "Siapa berani melawanku, majulah dan bersiaplah untuk mampus!" Souw Can hendak maju sendiri, akan tetapi Ceng Ceng mencegahnya. "Paman Souw, belum tiba saatnya paman maju sendiri. Di sini ada seorang sahabat baikku, dia ini bernama Thio Hui San dan biarlah aku minta bantuannya agar dia yang maju mewakili paman. San-ko, maukah engkau membantu kami untuk menandingi orang ini?" "Tentu saja," jawab Hui San sambil tersenyum dan memberi hormat kepada Souw Can. "Kalau saja paman mengijinkan." "Tentu saja, orang muda. Kalau Ceng Ceng yang mengusulkan engkau maju, tentu saja aku menyetujui sepenuhnya!" Hui San lalu melangkah maju menghadapi si kecil kurus yang memegang senjata rantai berujung dua bintang ba ja itu. "Sobat," katanya kepada orang itu, lalu memandang kepada Ji Kui. "Pihak kalian masih ada tiga orang sedangkan kami hanya tinggal aku dan Paman Souw, dua orang saja. Karena itu, bagaimana kalau dari pihak kalian dua orang saja yang maju bersama untuk melawanku dan nanti pimpinan kalian bertanding melawan Paman Souw Can?" Sungguh sebuah tantangan yang terlalu berani. Souw Can sendiri terkejut dan mengerutkan alisnya. Mengapa sahabat Ceng Ceng itu demikian sombong dan gegabah, menantang dua orang sekaligus? Akan tetapi Ceng Ceng hanya tersenyum. Dia yakin akan kehebatan ilmu kepandaian pria yang menarik hatinya itu dan dengan girang ia mendapat pikiran bahwa agaknya Hui San hendak memamerkan ilmu kepandaiannya kepada keluarganya! "Akan tetapi dua lawan satu? Itu tidak adil!" kata Souw Can memprotes. Tiraikasih Website Ceng Ceng segera berkata, "Paman, harap paman jangan sangsi lagi. Aku yakin San-ko akan mampu menang dan pula, pertandingan ini agar dapat diselesai kan secepat mungkin!" Ji Kui diam-diam merasa girang dan dia memberi isyarat kepada pembantunya yang pertama, seorang raksasa yang bermata lebar, untuk maju memban to rekannya yang kecil kurus. Raksasa ini melangkah maju dan segera mencabut golok besarnya dan menyeringai! "Bocah sombong, engkau mencari kematian sendiri!" geramnya. Akan tetapi Thio Hui San yang bertubuh jangkung tegap, berpakaian biru itu tersenyum kepada dua orang calon lawannya. "Majulah kalian berdua dan ku akan melawan kalian dengan tangan kosong!" Akan tetapi dua orang itu sudah marah sekali dan tanpa banyak cakap, si raksasa sudah menggerakkan goloknya yang menyambar ke arah leher Hui San sedangkan yang kecil kurus begitu menggerakkan tangannya, dua bintang baja itu sudah mengaung-ngaung di udara dan menyambarnyambar ke arah kepala Hui San. Dengan tenang namun cepat sekali Hui San mengelak mundur, kemudian cepat sekali dia sudah menyerang maju dengan kedua tangannya. Akan tetapi dua orang lawannya juga mengelak dan mereka segera menghujankan serangan dengan senjata mereka ke arah Hui San. Pemuda ini mempergunakan ginkangnya dan tubuhnya berkelebatan di antara gulungan sinar senjata lawan, sedikitpun senjatasenjata itu tidak dapat menyentuh tubuhnya. Kadang dia bahkan berani menangkis golok dari samping dengan tangan miring dan menghantam bintang yang menyambarnya dengan tangan terbuka! Tiraikasih Website Perkelahian ini terjadi paling ramai dan paling menegangkan. Terutama sekali bagi pihak Souw Can, kecuali Ceng Ceng. Gadis ini menonton dengan tersenyum kagum. Ia mengagumi ginkang dari pemuda yang menarik hatinya itu dan maklum bahwa dengan gin-kangnya itu, Hui San tentu dapat menghindarkan diri dari semua serangan. Ia kagum melihat pemuda itu menggunakan ilmu silat Kongjiu- jip-pek-to Tangan Kosong Menyambut Seratus Golok. Setelah pertandingan itu berlangsung lima puluh jurus lebih, tiba-tiba Hui San mendapat kesempatan untuk menangkap sebuah di antara dua bintang baja yang menyambar kepadanya dan dengan kecepatan kilat dia melontarkan bintang baja itu ke arah bintang baja kedua. Lontarannya demikian kuatnya sehingga pemiliknya, si kecil kurus itu tidak sempat menghindarkan tabrakan kedua bintang baja itu. "Wuuutttt.... darrrr ..... !!" Dua buah bintang baja itu bertumbukan di udara dan. pecah! Bukan itu saja, bahkan pecahan dua buah bintang baja itu menyambar dan mengenai leher dan pundak pemiliknya. sehingga si kecil kurus berteriak kesakitan dan melompat keluar dari kalangan pertandingan dengan leher dan pundak terluka! Tinggal si raksasa yang menyerang dengan goloknya. Ketika golok membacok ke arah Hui San, pemuda ini mendahului, menggunakan sebuah jari tangan untuk melakukan totokan It-yang-ci dan raksasa itu tiba-tiba saja berdiri dalam posisi menyerang dengan goloknya sama sekali tidak bergerak seperti telah berubah menjadi patung! Hui San lalu menendang dengan kaki kirinya dan si raksasa itu terlempar ke belakang, akan tetapi totokan tadi punah dan si raksasa merangkak bangun sambil menyeringai kesakitan karena tendangan tadi mengenai dadanya yang membuat napasnya sesak. Tiraikasih Website Bukan main kagumnya Hwe Li dan Siong Ek. Mereka tidak dapat menahan diri lagi dan bertepuk tangan untuk menyambut kemenangan Hui San tadi. Juga diam-diam Souw Can kagum bukan main dan tahulah dia bahwa pemuda itu adalah seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Bukan hanya dia, juga musuhnya, Ji Kui, merasa terkejut dan hatinya merasa jerih. Akan tetapi dia sudah terlanjur menantang, akan ditaruh ke mana kalau dia lalu mengundur kan diri? "Baiklah, pihakku telah kalah dan aku tidak akan melanggar janji. Aku akan membubarkan Sin-Hong Piauwkiok dan akan meninggalkan Pao-ting, akan tetapi hatiku masih belum puas kalau belum menguji kepandaianmu, Souw Can. Marilah kita bertanding satu lawan satu!" "Akan tetapi pihakmu telah kalah sehingga pertandingan ini tidak masuk hitungan lagi!" kata Souw Hwe Li. "Andaikata engkau dapat menangkan ayahku sekalipun, tetap saja pihakmu telah kalah dan engkau harus membubarkan piauw-kiokmu dan minggat dari Pao-ting!" Wajah yang sudah merah dan menjadi semakin merah karena marah dan malu. Dia menghentikan gagang tombak nya di atas tanah dan berkata, "Aku tidak akan melanggar janji. Aku hanya ingin tahu sampai di mana tingkat kepandaian Souw Can! Kecuali kalau dia tidak berani, akupun tidak ingin mengubah sifatnya yang pengecut !" "Ji Kui, manusia sombong. Selama ini engkau yang mencari perkara dengan pihak kami. Sekarang engkau menantangku, apa kaukira aku takut kepadamu? Majulah, aku siap menghadapi tantanganmu!" Setelah berkata demikian, Sou Can meloncat ke depan dan mencabut pedangnya. Ji Kul juga tidak banyak cakap lagi, segera menyerang dengan tombaknya. Tiraikasih Website "Syuuutttt......... tranggg......... I!" Terdengar .suara lantang ketika tombak itu ditangkis pedang di tangan Souw Can. Mereka segera saling serang dengan seru dan hebatnya. Ternyata permainan tombak Ji Kui lihai sekali, ketika tombak digetarkan ujung mata tombak seolah telah berubah menjadi banyak. Luncuran tusukan tombaknya kuat sekali, juga pukulannya dengan gagang tombak amat berbahaya. Akan tetapi kini dia menghadapi Souw Can yang memainkai ilmu pedang Kun-lun-kiam-sut yang selain indah juga amat kokoh kuat. Bukan hanya kuat dalam pertahanan, melainkan hebat dan dahsyat pula dalam serangannya. Kedua orang piauw-su ini bertanding dengan seimbang. Mereka memang seimbang, baik kecepatan maupun tenaganya. Melihat ini, Hwe Li dan Siong Ek menjadi tegang sekali, khawatir kalau ayah dan guru mereka kalah. Ceng Ceng yang juga menonton dengan penuh perhatian, dapat melihat kelemahan Ji Kui. Maka dengan suara lantang ia bertanya kenada Hwe Li "Hwe Li, ilmu tombak itu memang ampuh sekali. Akan tetapi tahukah engkau di mana kelemahannya?" Hwe Li yang memang tidak mengerti, menjawab heran. "Aku tidak tahu, Ceng Ceng." "Tombak itu melayang-layang seperti seekor naga yang menyerang dengan moncongnya, akan tetapi kedudukan kakinya lemah sekali sehingga kalau diserang ,dari bawah tentu akan sulit meng hadapi lawan!" Tentu saja Souw Can mendengar ini. Maka iapun cepat mengubah gerakan pedangnya dan kini dia mengirim serangan dari bawah, ke arah kedua kaki lawan secara bertubi-tubi! Ji Kui terkejut bukan main. Dia masih mencoba untuk memutar tombaknya ke bawah untuk melindungi kedua kakinya, namun pertahanannya lemah sekali dan pada Tiraikasih Website suatu saat, pedang Souw Can telah menyambar dan melukai betisnya yang kiri dan tanpa dapat dihindarkan lagi Ji Kui jatuh berlutut dengan sebelah kakinya. Souw Can menghentikan gerakannya dan bertanya, "Bagaimana, Ji Kui, apakah engkau masih ingin melanjutkan?" Ji Kui bangkit berdiri, bertopang pada tombalcnya dan terpincang-pincang. "Aku mengaku kalah," katanya singkat dan dia lalu meninggalkan tempat itu, dibantu seorang pembantunya yang memapahnya. Souw Can memandang sampai ke enam orang pergi jauh, lalu dia membalikkan tubuh menghadapi Ceng Ceng dan berkata, "Ceng Ceng, ternyata pandanganmu tajam sekali sehingga engkau sudah dapat menemukan kelemahannya. Engkau tadi telah membantuku, Ceng Ceng." "Aih, paman. Apa artinya itu? Sudah sepantasnya kalau saya membantu paman." "Dan Engkau, orang muda. Tanpa adanya engkau di sini, belum tentu pihak kami akan mendapatkan kemenangan. Banyak terima kasih atas bantuanmu itu." "Harap jangan sungkan, paman. Paman adalah keluarga baik dan dekat dari Ceng- moi, maka bagi saya tidak ada soal bantu membantu melainkan sudah menjadi kewajiban saya." "Mari kita semua pulang. Kemenangan ini harus dirayakan, sekalian sebagai sambutan atas kedatangan Ceng Ceng dan Thio Hui San," kata Souw Can dengan girang. Mereka semua menunggang kuda. Ceng Ceng berboncengan dengan Hwe Li. Setelah mereka tiba di Kimliong Piauw-kiok, para anak buah perusahaan itu menyambut dengan gembira setelah mendengar akan kemenangan ketua mereka. Tentu saja isteri Souw Can juga Tiraikasih Website merasa girang sekali, apa lagi melihat kedatangan Ceng Ceng. , Mereka lalu merayakan kemenangan itu, dihadiri oleh para anggauta Kimliong Piauw-kiok. Souw Can dan sekeluarganya, termasuk Ceng Ceng dan Thio Hui San, makan satu meja besar di bagian dalam. Dan mereka makan minum sambil bercakap-cakap, terutama sekali mereka menghujani Ceng Ceng dengan pertanyaan sehingga gadis itu terpaksa menceritakan semua pengalamannya. Kemudian Souw Can yang sudah berpengalaman dan berpemandangan tajam itu melihat bahwa ada tali hubungan yang erat antara keponakannya dengan pemuda berpakaian biru itu, maka sambil tersenyum dia lalu mengangkat cawan arak mengajak semua orang minum sambil berkata, "Mari kita minum secawan arak untuk menghormati kedatangan Thio-thiante." Semua orang minum arak dan Hui San cepat menghaturkan terima kasih atas penghormatan itu. "Thio-thiante, kalau boleh kami mengetahui, tahun ini berapakah usia'nu?" Hui San tersenyum dan mukanya agak kemerahan, mungkin karena arak atau mungkin juga karena pertanyaan yang sangat pribadi itu. "Usia saya sudah duapuluh enam......... paman." "Ah, kalau usiamu sudah sebanyak itu, tentu engkau sudah beristeri, bukan?" Kini wajah pemuda itu benar-benar kemerahan, dan Ceng Ceng juga menundukkan mukanya yang kemerahan dan tidak berani menentang pandang mata orang lain. Ia sudah dapat menduga ke mana arah pertanyaan pamannya itu. Tiraikasih Website "Saya adalah seorang yatim piatu, tidak ada orang yang mengurus tentang perjodohan saya sehingga sampai sekarang masih belum beristeri," kata Hui San lirih. "Tapi tentu sudah mempunyai tunangan?" "Juga belum," sahut Hui San sambil menundukkan mukanya. "Wah, kebetulan sekali kalau begitu! Mari kita minum lagi secawan arak sebelum aku menyatakan usulku yang amat baik ini!" Semua orang minum lagi secawan arak. "Thio-thiante, engkau seorang yang yatim piatu, dan kebetulan sekali keponakanku Liu Ceng ini juga yatim piatu! Kalian berdua sama-sama memiliki ilmu kepandaian tinggi dan juga kalian sudah bersahabat baik, tentu sudah dapat mengetahui watak masing- masing. Oleh karena itu, aku mempunyai usul. Bagaimana kalau kalian berdua berjodoh? Hio-thiante, bagaimana pendapatmu?" Hui San tersenyum dan tersipu. "Ini......... ini......... saya merasa tidak berharga..........” "Aku tidak bertanya berharga atau tidak, akan tetapi jawablah, mau atau tidak engkau kujodohkan dengan Ceng Ceng?" Hui San menghela napas panjang. Hatinya menjerit "mau!" akan tetapi bibirnya tidak mampu menjawab. Setelah didesak dia berkata, "Hal ini......... saya serahkan kepada Ceng-moi saja bagaimana pendapatnya.......... “ "Ha-ha-ha-ha!" Souw Can tersenyum, maklum akan isi hati pemuda itu. Dia lalu menoleh kepada Ceng Ceng yang sudah menundukkan mukanya yang kemerahan. "Nah, Ceng Ceng, keponakanku yang manis. Engkau sudah mendengar sendiri jawaban Hui San. Bagaimana Tiraikasih Website kalau engkau kujodohkan dengan Hui San? Maukah engkau atau tidak?" "A ihhh, paman. ...... " Ceng Ceng berkata lirih dan kepalanya semakin menunduk. "Eh, bagaimana sih engkau ini, Ceng Ceng? Ayah bertanya kok dijawab aih-aih begitu. Katakan saja engkau mau, begitu kata hatimu, bukan? Kalau begitu, kelak pernikahan kalian dirayakan bersama pernikahanku dengan Lai-suheng. kata' Souw Hwe li yang ramah. "Aihh, Hwe Li ...... !" Akhirnya nyonya Souw Can yang berkata, "Begini saja, aku sekarang mengajak semua orang minum secawan arak untuk menjawab. Yang ikut minum berarti menyetujui perjodohan itu. Yang tidak setuju boleh tidak usah minum! Nyonya itu mengangkat cawan araknya dan mau tidak mau Hui San dan Cen Ceng, biarpun malu-malu, terpaksa minum araknya karena di dalam hati mereka memang sudah ada pertalian kasih yang belum mereka utarakan dalam katakata, namun sudah seringkali mereka saling lihat dalam suara dan pandang mata masing-masing. "Bagus, pertunangan ini harus dirayakan pula! Tambah dagingnya dan araknya!" kata Souw Can gembira. "Pertunangan disahkan sekarang juga dan kami semua yang menjadi saksinya! Soal pernikahan, dapat diatur kemudian." "Maafkan kami, paman Souw," kata Hui San. -"Harap paman tidak tergesa gesa dengan pernikahan karena kami masih mempunyai tugas. Saya harus mengundang para tokoh kang-ouw untuk menghadiri pertemuan di tempat tinggal Souw-bengcu di Hong-san dan Ceng-moi juga akan bertemu dengan gurunya di sana." "Benar, paman. Saya ingin bertemu dengan suhu dan minta restunya lebih dulu tentang......... ini......” Tiraikasih Website "Bagus! Kami akan menanti dengan sabar dan mempersiapkan segala peralatan pernikahan ganda ini." Mereka berdua bermalam satu malam di rumah Souw Can, dan pada keesokan harinya pagi-pagi sekali mereka berangkat meninggalkan Pao-ting. K et ika melakukan perjalanan meninggalkan kota Pao-ting, Hui San dan Ceng Ceng sama-sama diam saja tidak banyak bicara. Akhirnya Hui San membuka percakapan. "Ceng-moi, kulihat engkau sejak tadi diam saja. Kenapakah? Apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" Ceng Ceng berhenti melangkah dan memandang kepada pemuda itu. "Aku teringat akan peristiwa di rumah paman Souw Can tadi. San-ko, tidak kelirukah jawabanmu atas pertanyaan Souw-ce paman Souw tadi? Tidak salahkah pilihanmu? Aku hanya seorang gadis yatim piatu yang tidak punya apa-apa sedangkan engkau. ......" "Akupun seorang yatim piatu yan tidak punya apa-apa, Ceng-moi." "Akan tetapi engkau seorang pendekar besar, seorang murid Siauw-lim-pai yang terkenal!" "Aih, Ceng-moi, harap jangan berkata demikian. Perjodohan bukan melihat keadaan lahiriah seseorang, melainkan keadaan hatinya. Dan tentang hatiku, sudah sejak pertemuan kita pertama kali aku telah jatuh cinta kepadamu, Ceng moi." "Benarkah katamu itu, San-ko?" "Untuk apa aku berbohong, Ceng-moi? Dan engkau sendiri, engkau tidak menolak usul perjodohan yang diajukan Paman Souw! Kenapa?" Tiraikasih Website Wajah yang cantik itu berubah merah dan senyumnya dikulum. "Ah, aku.......... aku hanya menyerahkan saja kepada kebijaksanaan Paman Souw....." "Kalau begitu, engkau hanya menurut pamanmu dan tidak cinta kepadaku?" "Aih, San-ko ...... !" Ceng Ceng semakin tersipu. Hui San melangkah maju dan memegang kedua tangan gadis itu. Kedua tangan itu terasa hangat seperti dua ekor anak ayam. "Jawablah, Ceng-moi, adakah cinta di hatimu kepadaku?" Ceng Ceng tidak menjawab, hanya mengangguk dan ia menyandarkan mukanya di dada Hui San. Pemuda itu merasa bahagia sekali, hatinya seperti, membesar dan dia mendekap kepala itu, dibenamkan di dadanya. Sampai beberapa lamanya mereka dalam keadaan seperti itu, kemudian Hui San melepaskan dekapannya dan mereka melanjutkan perjalanan sambil bergandeng tangan. Tidak ada kesenangan lebih besar dari pada bertemunya dua hati dalam cinta asmara. Pada saat seperti itu, keduanya sudah kehilangan ruang dan waktu, lupa segala. Dunia ini milik mereka Tiraikasih Website berdua dan segala apa yang tampak di depan mata menjadi semakin indah, langit tampak semakin biru, sinar matahari semakin cerah, daun-daun semakin hijau. Segalanya serba indah dan semua suara seperti berubah menjadi nyanyian merdu yang merayakan dua hati mereka yang bersatu dalam cinta! -oomchoo- Kakek tinggi besar bermuka merah itu melangkah lebar. Wajahnya yang gagah itu kelihatan berkerut, sinar matanya yang mencorong itu kehilangan. sinarnya. Dia melangkah sambil menyeret sebatang dayung baja dan mulutnya berkemak-kemik bicara kepada diri sendiri. "Awas kau Song Thian Lee ..... , awas kau Song Thian Lee.........!” Kakek itu adalah Siang Koan Bhok yang berjuluk Tunghai- ong Raja Laut Timur yang menjadi majikan dari Pulau Naga. Siang Koan Bhok adalah seorang di antara para datuk besar di dunia kang-ouw dan namanya sudah dikenal oleh semua orang kang-ouw dengan perasaan gentar. Baru saja dia mengalami hal yang membuat dia berduka dan marah. Ketika mendengar tentang perang yang terjadi antara pasukan pemberontak yang bermarkas di pantai timur dan pasukan pemerintah, dia menjadi khawatir. Dia sendiri tidak terlibat dalam perang, akan tetapi putera tunggalnya yang amat dikasihinya, Siang Koan Tek, ikut membantu pemberontak dan ikut pula dalam perang. Dan seperti yang dikhawatirkannya, ketika dia mencari-cari di antara mayat yang berserakan, dia menemukan mayat Siang Koan Tek, puteranya! Dengan hati hancur dia mengangkat mayat puteranya dan menguburkannya di bukit yang sunyi. Kemudian, dengan hati penuh geram dia mendatangi tempat tinggal Song Thian Lee, panglima yang memimpin pasukan pemerintah yang telah menghancurkan pasukan pemberontak. Siang Koan Bhok menantang Song Thian Lee Tiraikasih Website dan mereka bertanding satu lawan satu. Datam sebuah pertandingan yang mati-matian dan seimbang itu akhirnya Siang Koan Bhok kalah dan terluka dalam. Usianya yang sudah limapuluh delapan membuat dia kalah tenaga. Maka dia meninggalkan musuh besarnya dengan hati penasaran dan mengandung dendam! Setelah mengobati lukanya sampai sembuh, kini Siang Koan Bhok menuju pulang ke Pulau Naga. Dia berniat untuk melatih diri dengan tekun untuk kemudian dapat menantang Song Thian Lee lagi dan mengalahkannya, membunuhnya! Dia melakukan perjalanan dalam keadaan berduka dan marah, dan dalam beberapa waktu saja sejak dia menemukan mayat puteranya, Siang Koan Bhok tampak jauh lebih tua dari pada biasanya. Rambutnya yang tebal panjang itu kini telah berubah putih semua! Pagi itu dia memasuki sebuah dusun. Kebetulan sekali di dusun itu kepala dusun sedang merayakan pernikahan puterinya. Maka seluruh desa menjadi sibuk. Semua orang ikut merayakannya. Ketika Siang Koan Bhok melihat keramaian ini, dia menyeret dayungnya dan memasuki rumah yang sedang merayakan pesta. Para petugas menerima tamu yang tidak mengenalnya mengira bahwa kakek ini datang hendak mengemis, karena biarpun pakaian kakek itu mewah akan tetapi sudah kotor dan kusut sekali. Empat orang petugas itu lalu menyambutnya dan seorang di antara mereka berkata. "Orang tua, kini bukan waktunya minta sedekah. Pergilah dan lain kali saja kau datang." Tiraikasih Website Jilid III Mendengar ini, Siang Koan Bhok memandang empat orang itu dengan mata mencorong. "Kalian mengira aku mengemis?" "Habis apa lagi kalau bukan ..... " Belum habis orang itu berkata, dayung itu menyambar dan empat orang itu berpelantingan dengan kepala remuk dan tewas seketika. Belasan orang yang menganggap diri mereka kuat segera berdatangan dan melihat empat orang tewas oleh seorang kakek, mereka menjadi marah dan mencabut senjata mereka. Akan tetapi Siang Koan Bhok yang sedang kesal hatinya itu kembali mengayunkan dayungnya beberapa kali dan belasan orang itupun berpelantingan dan tewas! Melihat ini, kepala dusun yang menjadi tuan rumah terkejut sekali dan cepat dia maju dan berlutut di depan Siang Koan Bhok. "Lo-cian-pwe, mohon lo-cian pwe mengampuni kami yang tidak bersalah dan sedang merayakan pernikahan anak perempuan kami." "Hemm, tidak tahukah kalian bahwa tuan besarmu datang karena merasa haus dan lapar? Hayo keluarkan hidangan untukku, dan yang harus melayani aku adalah sepasang mempelai itu. Cepat kerjakan atau aku akan membunuh semua orang yang berada di sini!" "Baik, baik,......... lo-cian-pwe,......... silakan duduk di dalam......... !” Siang Koan Bhok menyeret dayungnya dan dipersilakan duduk di meja kehormatan. Sepasang mempelaipun di paksa ayah mereka untuk keluar, memberi hormat lalu melayani kakek itu makan minum! Selagi Siang Koan Bhok makan minum, tiba-tiba terdengar suara lantang dari luar. "Siang Koan Bhok, tuabangka iblis! Sampai sekarang engkau belum juga Tiraikasih Website mengubah watakmu yang kejam. Sekali ini aku tidak mungkin tinggal diam saja!" Di luar rumah itu telah berdiri seorang kakek yang tubuhnya pendek gendut serba bulat, pakaiannya seperti jubah pertapa yang sederhana. Tangan kanannya memegang sebuah kebutan panjang berbulu putih. Melihat kakek yang usianya sekitar limapuluh tiga tahun ini, Siang Koan Bhok mengerutkan alisnya dan kemarahannya memuncak. Setelah menenggak lagi cawan araknya sampai habis, dia lalu bangkit berdiri dan menyeret dayungnya keluar dari rumah itu sampai dia berhadapan dengan si kakek gendut. "Hemm, Thian Tok. Berani engkau mengganggu aku? Rupanya engkau sudah bosan hidup, ya?" Kakek pendek gendut itu bernama Gu Kiat Seng dan berjuluk Thian Tok Racun Langit, seorang di antara para datuk dan terkenal sebagai Datuk Barat. Akan tetapi berbeda dengan para datuk besar yang biasanya berwatak keras dan kejam, menghendaki agar segala kemauannya ditaati siapa saja, tidak demikian dengan Thian Tok. Biarpun dia bukan golongan pendekar, akan tetapi dia tidak pernah melakukan kejahatan. "Bagus, mari kita tentukan siapa yang lebih unggul di antara kita. Akan tetapi bukan di dusun ini. Mari kita mencari tempat sunyi di luar dusun!" Setelah berkata demikian, Thian Tok melompat dan cepat sekali pergi dari situ, dikejar oleh Siang Koan Bhok. Dalam keadaan sakit hati, duka dan marah seperti itu, semua orang dianggap musuh oleh Siang Koan Bhok, maka tantangan itu tentu saja diterimanya dengan marah. Setelah kedua orang kakek yang berlari cepat seperti terbang itu tiba jauh dari dusun, di sebuah lapangan rumput yang sunyi dan di sana tidak tampak seorangpun, Thian Tok berhenti. Siang Koan Bhok segera menghadapinya Tiraikasih Website dan dua orang kakek itu berdiri sating berhadapan seperti dua ekor ayam jantan hendak bertanding! "Thian Tok, engkau lancang mencampuri urusanku, berarti engkau sudah bosan hidup!" kata Siang Koan Bhok sambil melintangkan dayung bajanya di depan dada. "Hemm, justeru engkau yang bosan hidup. Engkau membunuh belasan orang dusun yang tidak berdosa. Kalau aku tidak melihatnya masih tidak mengapa. Akan tetapi setelah aku melihatnya, terpaksa aku harus melenyapkan iblis keji seperti engkau dari permukaan bumi agar jangan membunuhi orang tidak berdosa lagi," kata Thian Tok yang sudah mempersiapkan senjatanya, yaitu kebutan berbulu merah. "Thian Tok, jahanam sombong. Engkaulah yang akan mampus!" Siang Koan Bhok berteriak dan dayungnya menyambar dahsyat. Akan tetapi sekali ini yang diserangnya adalah Datuk Barat, maka dengan mudahnya Thian Tok mengelak dan kebutannya menyambar ke depan. Hebatnya, begitu kebutan menyambar, bulu kebutan yang biasanya halus lemah itu tiba-tiba menjadi kaku dan kuat seperti kawat-kawat baja dijadikan satu. Kebutan itu menusuk ke arah perut Siang Koan Bhok. Akan tetapi majikan Pulau Naga inipun sudah mengenal kehebatan lawan, maka dia memutar dayungnya menangkis, lalu menyerang lagi dengan dahsyat. Demikianlah, terjadi perkelahian satu lawan satu yang seru dan hebat, dan tidak disaksikan oleh siapapun. Begitu hebat tenaga mereka sehingga di sekitar mereka ada angin menyambar-nyambar dengan kuatnya. Mereka tidak tahu bahwa di belakang sebatang pohon yang tumbuh tidak jauh dari situ, terdapat seorang yang mengintai dan menonton pertandingan mereka. Orang ini masih muda, berpakaian serba putih, wajahnya tampan dan gerak geriknya lembut dan halus, akan tetapi lengan kirinya buntung sebatas siku sehingga lengan baju bagian kiri itu Tiraikasih Website kosong dan tergantung lepas di sisi tubuhnya. Pemudi ini bukan lain adalah Ouw Kwan Lok! Pemuda yang pernah menjadi murid mendiang Pak-thian-ong Datuk Utara dan juga Thian-te Mo-ong Datuk Besar Selatan itu menonton perkelahian dengan penuh perhatian. Seperti kita ketahui, belum lama ini Ouw Kwan Lok bertemu dengan Lee Cin, seorang di antara tiga musuh-musuh gurunya yang harus dibunuhnya. Dua orang yang lain adalah Song Thian Lee dan isterinya, Tang Cin Lan. Akan tetapi dalam perkelahiannya melawan Lee Cin, dia kehilangan lengan kirinya. Untung dia masih dapat melarikan diri sehingga tidak sampai terbunuh oleh gadis perkasa itu. Dia mengobati luka di lengan buntungnya dan pagi hari ini secara tidak disengaja dia menjadi saksi sebuah perkelahian yang seru dan hebat antara dua orang datuk besar itu! Kwan Lok pernah bertanding melawan Thian Tok ketika dia menculik Ceng Ceng dan terpaksa dia melarikan diri me ninggalkan Ceng Ceng yang kemudian menjadi murid datuk itu. Dan kini dia melihat datuk yang pernah mengalahkan dia itu bertanding dengan seorang kakek yang bersenjatakan sebatang dayung baja. Biarpun dia belum pernah berjumpa dengan Siang Koan Bhok, akan tetapi dia telah mendengar banyak tentang Para datuk dari gurunya, maka dia segera mengetahui siapa adanya kakek gagah perkasa itu. Diapun tahu bahwa Siang Koan Bhok adalah ayah dari Siang Koan Tek yang telah dikenalnya dan mengetahui pula bahwa Siang Koan Tek telah tewas dalam perang ketika pasukan pemerintah kerajaan menyerbu pasukan pemberontak. Dia sendiri tidak ikut dalam perang karena sebelum itu lengannya sudah buntung oleh Lee Gin. Pertandingan antara kedua orang datuk itu semakin sera. Mereka telah bertanding hampir duaratus jurus, akan tetapi masih belum ada yang tampak terdesak. Agaknya tingkat kepandaian mereka memang seimbang, dan demikian pula tenaga mereka. Tiraikasih Website Akan tetapi kini perlahan-lahan Siang Koan Bhok mulai terdesak. Hal ini disebabkan karena dia baru saja sembuh dari luka dalam yang dideritanya ketika dia bertanding melawan Song Thian Lee. Kebutan bulu putih di tangan Thian Tok kini menyambar-nyambar dengan ganasnya dan Siang Koan Bhok hanya mampu mengelak dan menangkis saja, tidak mendapat kesempatan sedikitpun untuk membalas, bahkan jelas betapa napasnya mulai ngos-ngosan. Ouw Kwan Lok berpikir cepat. Mudah saja baginya untuk memihak siapa. Dengan tangan kanannya dia mengambil lima batang pisau terbangnya dan keluarlah dia dari balik pohon besar itu. Dengan hati-hati dia menimpukkan pisaupisaunya beruntun ke arah Thian Tok yang tengah bertanding dengan Siang Koan Bhok. "Wirrr-wirr-wirr-wirr-wirr......... Lima sinar menyambar ke arah tubuh Thian Tok. Kakek ini terkejut bukan main akan tetapi dia dapat melompat ke belakang dan memutar kebutannya sehingga pisau-pisau terbang itu runtuh semua. Akan tetapi Kwan Lok sudah melompat dan menerjangnya dengan pedangnya. Biasanya dia mempergunakan sepasang pedang di kedua tangannya, akan tetapi karena tangan kirinya sudah buntung, dia hanya menggunakan sebatang pedang saja. Akan tetapi serangannya masih berbahaya! Thian Tok mengelak dan pada saat itu, Siang Koan Bhok yang merasa mendapat bantuan juga sudah mengayun dayung bajanya sehingga Thian Tok dikeroyok dua. Karena ilmu silat Ouw Kwan Lok, biarpun sebelah tangannya buntung, masih tangguh sekali, maka pengeroyokannya membuat suasana pertandingan berubah. Kini Thian Tok terdesak hebat dan dia hanya main mundur! Masih untung baginya bahwa Siang Koan Bhok sudah hampir kehabisan tenaga maka dia masih mampu menghindarkan diri dari Tiraikasih Website desakan datuk itu. Melihat bahwa keadaannya berbahaya dan kalau dilanjutkan tentu dia akan kalah, Thian Tok lalu menggunakan gin-kangnya meloncat jauh keluar dari kalangan pertandingan sambil berseru keras. "Siang Koan Bhok manusia curang!' Dia lalu melarikan diri dengan amat cepatnya. Tubuhnya yang pendek gendut itu seperti bola menggelinding sekali. Siang Koan Bhok yang sudah kehabisan tenaga tidak mungkin dapat mengejarnya dan Ouw Kwan Lok tidak akan berani mengganggunya kalau hanya seorang diri. Maka, Thian Tok dapat melarikan diri dengan aman. Kini Siang Koan Bhok, dengan napas terengah-engah, berdiri memandang kepada Kwan Lok, matanya memancarkan perasaan tidak senang. Dia adalah seorang datuk yang angkuh, maka biarpun sudah dibantu orang, hal ini malah membuat dia marah karena hal itu dianggap merendahkan dirinya. "Siapa engkau dan mengapa engkau membantuku?" bentak kakek itu. Dari suara bentakannya, tahulah Kwan Lok bahwa kakek itu marah kepadanya. Dia cerdik sekali. Tiba-tiba Kwan Lok menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itth "Harap lo-cian-pwe memaafkan kelancangan saya. Saya bernama Ouw Kwan Lok dan saya adalah sahabat baik putera lo-cian-pwe, mendiang Siang Koan Tek. Secara kebetulan saja saya melihat lo-cian-pwe bertanding melawan Thian Tok. Saya sendiri pernah bentrok dengan Thian Tok, oleh karena itu biarpun saya tahu bahwa lo-cian-pwe sama sekali tidak akan kalah oleh Thian Tok, saya membantu untuk merobohkannya. Harap lo-cian-pwe suka memandang muka mendiang sahabat saya Siang Koan Tek untuk memaafkan kelancangan saya." Tiraikasih Website Senang hati Siang Koan Bhok mendengar kata-kata yang teratur baik dan sopan itu. "Hemm, permainan pedangmu seperti kukenal. Siapakah gurumu, Kwan Lok?" Kwan Lok juga tahu bahwa kedua orang gurunya adalah juga datuk-datuk besar, dapat dibilang rekan-rekan dari Siang Koan Bhok walaupun tingkat kepandaian Siang Koan Bhok menurut penuturan Thian-te Mo-ong lebih tinggi dari mereka. Maka diapun tidak perlu menyembunyikan diri dan dia menjawab dengan sikap hormat. "Guru saya yang pertama adalah mendiang Pak-thian-ong, adapun guru saya yang kedua adalah Thian-te Mo-ong. Kedua orang guru saya sudah bercerita banyak tentang kehebatan ilmu yang dimiliki lo-cian-pwe. Maka, setelah kini bertemu di sini secara kebetulan sekali, saya merasa beruntung sekali dan mohon petunjuk dari lo-cian-pwe." Siang Koan Bhok memandang wajah pemuda itu dengan hati senang. Dia telah kehilangan putera dan tidak mempunyai murid dan pemuda ini agaknya akan dapat menjadi muridnya yang baik, yang dapat digemblengnya dan kelak pemuda ini sebagai muridnya dapat mewakilinya untuk membalas dendam kepada Song Thian Lee! "Ouw Kwan Lok, bagaimana lengan kirimu sampai buntung? Apakah sejak kecil?" Mendengar ini, Ouw Kwan Lok nenggigit bibirnya dan matanya menjadi merah seolah dia menahan turunnya air mata karena duka. "Tidak sejak kecil, lo cian-pwe. Dan karena lengan saya buntung inilah maka saya tidak dapat ikut berperang bersama mendiang Siang Koan fek. Lengan saya ini buntung dalam usaha saya untuk membalaskan dendam kenatian guru saya Pak-thian-ong dan kesengsaraan hidup guru saya Thian-te Mo ong.” "Siapa musuhmu?" Tiraikasih Website "Musuh saya ada tiga orang, lo-cian pwe. Pertama Song Thian Lee, kedua isterinya Tang Cin Lan dan ke tiga Souw Lee Cin." "Dan siapa yang membuntungi lengan mu?" "Ketika kebetulan saya bertemu dengan Souw Lee Cin kami bertanding dan karena kurang hati-hati lengan kiri saya menjadi buntung, lo-cian-pwe." Siang Koan Bhok sudah senang sekali. Kiranya Song Thian Lee merupakan seorang di antara musuh-musuh pemuda ini. "Dengar baik-baik, Kwan Lok. Engkau sudah tahu bahwa puteraku Siang Koan Tek telah tewas dalam perang dan semua ini adalah karena perbuatan Song Thian Lee. Kalau aku mengambilmu sebagai murid dan anak angkat, maukah engkau kelak membalaskan kematian Siang Koan Tek kepada Song Thian Lee?" Bukan main girangnya rasa hati Kwan Lok. Dia memberi hormat sambil berlutut dan berkata. "Suhu yang mulia, tentu saja teecu akan merasa bahagia kalau dapat menjadi murid suhu, dan tentang membalas dendam kepada Song Thian Lee, teecu bersumpah untuk mela kukannya, sekalian untuk membalaskan kedua orang suhu teecu." "Bagus, kalau begitu mari kau ikut aku ke Pulau Naga." "Baik, silhu!" Pergilah kedua orang itu dan di sepanjang perjaalanan ke Pulau Naga, Kwan Lok bersikap baik sekali kepada gurunya. Dia melayani suhunya dan menyediakan segala keperluan suhunya dan bersikap sangat hormat. Siang Koan Bhok semakin girang dan bangga. Putera nya sendiri tidak pernah bersikap sedemikian baiknya seperti Kwan Lok. Maka dia mengambil keputusan untuk mewariskan seluruh ilmunya kepada murid ini. Tiraikasih Website -oomchoo- Mati dan hidupnya setiap orang manusia berada di tangan Tuhan. Hal ini tidak dapat dibantah oleh siapapun juga. Kalau Tuhan sudah menghendaki kematian seseorang, tidak ada dewa manapun akan mampu menyelamatkannya. Biar dia bersembunyi di lubang semut, maut akan tetap saja menjemput. Sebaliknya kalau Tuhan tidak menghendaki seseorang itu mati, dewa manapun tidak akan dapat membunuhnya. Biar dihujani seribu batang anak panah, tidak satupun ada yang mematikannya. Demikian pula dengan diri Cia Tin Han atau yang tadinya hanya dikenal se bagai Si Kedok Hitam oleh Souw Lee Cin. Ketika untuk ke sekian kalinya Si Kedok Hitam menolong Lee Cin terbebas dari tangan keluarga Cia, dia menyuruh Lee Cin lari dan bersembunyi sedangkan dia sendiri menghadapi keluarga Cia yang amat lihai. Nenek Cia demikian marah kepada Si Kedok Hitam sehingga ia menyerangnya dengan tongkatnya dan berhasil merenggut kain penutup muka itu. Alangkah kagetnya semua anggauta keluarga Cia itu ketika melihat bahwa wajah di balik kedok itu adalah wajah Cia Tin Han! Dan nenek Cia menjadi demikian marah melihat bahwa cucunya sendiri yang menentang mereka, lalu mengirim tendangan yang membuat tubuh Tin Han terlempar ke dalam jurang di belakangnya. Jurang yang tak terukur dalamnya, bahkan dasarnya tidak tampak dari atas karena selalu berkabut. Cia Tin Han adalah seorang pemuda berusia duapuluh dua tahun, berwajah tampan dan sikapnya seperti seorang pemuda terpelajar yang tidak mengenal ilmu silat! Namun, dia pemberani luar biasa, selalu gembira dan jenaka. Ketika Tin Han masih kecil, bersama kakaknya yang bernama Cia Tin Siong dan yang lebih tua dua tahun darinya, diapun dididik ilmu silat oleh keluarga Cia yang Tiraikasih Website terkenal memiliki ilmu silat yang tangguh. Akan tetapi Tin Han sejak kecil kurang berminat mempelajari ilmu silat dan lebih bersemangat mempelajari kesusasteraan. Akan tetapi ketika Tin Han berusia sepuluh tahun, terjadi hal yang luar biasa. Pada suatu hari dia ber main seorang diri dan entah apa yang mendorongnya, dia mendaki bukit Lo-sian-san Bukit Dewa Tua yang berada dekat kota Huicu. Bahkan kota Hui-cu terletak di kaki bukit itu. Dia terus mendaki sampai ke puncak bukit itu dan setelah tiba di puncak dia menjadi bingung bagaimana harus turun ke sana. Ketika mendaki puncak, dia melewati daerah berhutan yang merupakan daerah liar. Tidak ada jalan untuk turun karena naiknya tadipun dia tidak menurutkan jalan setapak, hanya berusaha mendaki saja. Kini dia menjadi bingung karena setelah dicobanya turun, selalu dia berhadapan dengan jurang yang dalam! Tin Han adalah seorang anak yang berani dan tidak pernah menangis. Walau pun dia bingung sekali,diapun tidak menangis dan tidak pernah berhenti berusaha mencari jalan turun. Akan tetapi, jalan yang di ambilnya bahkan membuat dia tersesat jauh dan hanya berputar-putar di sekeliling puncak itu. Sampai hari menjadi sore dia masih berputar-putar di situ. Akhirrnya terpaksa dia berhenti karena selain kedua kakinya terasa lelah sekali, juga perutnya lapar, membuat dia kehabisan tenaga dan tubuhnya terasa lemas. Selagi dia duduk di bawah pohon untuk mengaso, cuaca mulai menjadi remang- remang karena senja telah tiba. Dia merasa bingung, akan tetapi dia tidak takut. Tiba- tiba terdengar suara auman yang menggetarkan jantung dan Tin Han melompat berdiri. Tahu-tahu di depannya telah berdiri seekor harimau kumbang yang cukup besar, yang mendesisdesis dan memperlihatkan taringnya ketika binatang itu melihat Tin Han. Tiraikasih Website Anak lain tentu sudah menangis dan tubuhnya menjadi lumpuh berhadapan dengan harimau itu. Akan tetapi Tin Han dengan tabah lalu menakut-nakuti harimau itu dengan menggereng pula dan tangannya mengambil sebongkah batu untuk disambitkan kepada harimau. Akan tetapi, harimau itu pandai mengelak lalu mengaum lagi, kini siap untuk meloncat dan menerkam bocah yang berani menye rangnya itu. Tin Han menyambar sepotong kayu dari bawah pohon dan siap- untuk melawan. Dia tidak akan menyerah begitu saja! Dengan penuh keberanian dia memegang tongkat kayu itu dan siap memukul kalau harimau itu berani mendekatinya. Tiba-tiba harimau itu menggereng dan melompat, menerkam ke arah Tin Han. Akan tetapi berbareng dengan itu sebuah sinar hitam menyambar dan ternyata sinar itu adalah sepotong batu yang menyambar cepat dan mengenai hidung harimau itu. Harimau itu terpelanting dan menggereng kesakitan, memandang Tin Han dengan bingung. Mendadak menyambar lagi sepotong batu yang mengenai kepalanya. Batu itu menyambar demikian kuatnya sehingga harimau itu menggereng kesakitan lalu membalikkan tubuhnya dan lari tunggang langgang meninggalkan Tin Han. Tentu saja Tin Han merasa heran bukan main. Tiba-tiba terdengar seruan dari belakangnya. "Sian-cai......... !” Dia cepat memutar tubuhnya dan melihat seorang kakek berpakaian kuning berdiri di situ. Kakek ini sudah tua, paling sedikit enampuluh lima tahun usianya dan berjenggot panjang putih, akan tetapi kepalanya botak dan dia memakai sebuah topi kain. Melihat kakek itu, Tin Han yang cerdik mengerti mengapa harimau itu tadi melarikan diri. Kiranya kakek ini yang telah menolongnya dan menyambitkan batu kepada harimau itu. Tiraikasih Website Dengan sikap hormat dia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu. "Terima kasih atas pertolonganmu, kakek yang baik. Kalau tidak ada kakek yang menolong, tentu sekarang saya sudah berada dalam perut harimau tadi!" katanya sambil memberi hormat. Kakek itu mengelus jenggotnya yang panjang. "Anak yang baik, engkau tidak takut menghadapi harimau itti?" "Saya tidak takut dan akan melawan mati-matian, kek." "Siapakah namamu, anak yang baik?" "Nama saya Cia Tin Han, kek." Kakek itu melebarkan kedua matanya yang sipit. "Ah, kiranya engkau ini keturunan keluarga Cia yang berada di Hui on?" "Benar sekali, kek." "Engkau tentu pandai bersilat maka begitu berani." "Tidak, kek. Aku tidak pandai silat, malah aku tidak senang mempelajari ilmu silat." "Ehhh? Bukankah engkau ini keturunan keluarga Cia? Siapakah ayahmu, anak Cia Hok atau Cia Bhok?" "Paman Cia Hok dan paman Cia Bhok belum menikah, kek. Saya adalah anak ayah Cia Kun" "Hemm, bagus. Cia Kun itu putera pertama dari nenek Cia, tentu ilmu silatnya lihai. Kenapa engkau tidak suka belajar silat?" "Ilmu silat itu kasar dan hanya dipakai untuk berkelahi saja. Aku tidak suka berkelahi." "Ha-ha, akan tetapi ada kalanya engkau dipaksa untuk berkelahi, sepert ketika engkau bertemu dengan harima tadi. Kalau engkau pandai silat, tentu engkau akan mampu Tiraikasih Website mengalahkan harimau tadi. Begini saja, engkau mempelajari ilmu silat dari aku, bagaimana? Tidak perlu orang tuamu dan keluarga Cia tahu. Aku mengajarmu dengan diam-diam dan engkau boleh terus menyembunyikan kepandaianmu. Sekali waktu kepandaianmu itu tentu akan ada gunanya." "Aku tidak suka, kek." Kakek itu mengerutkan alisnya. "Hemm, engkau anak yang keras hati. Baiklah, kalau begitu aku tidak akan menunjukkan jalan pulang padamu. Hendak kulihat sampai di mana kekerasan hatimu. Setelah berkata demikian, sekali berkelebat kakek itu sudah lenyap dari depan Tin Han. Tin Han menjadi bingung. Hari sudah hampir malam dan dia masih belum dapat pulang. Karena mencari jalan pulang di waktu malam gelap lebih tidak mungkin lagi, maka dia lalu memanjat pohon itu dan bertekad melewatkan malam di atas pohon. Dengan demikian tidak akan ada harimau yang mengancamnya! Dia sudah melupakan lagi kakek tadi. Semalam suntuk Tin Han tidak dapat memejamkan matanya. Dia takut kalau sampai tertidur lalu terjatuh dari atas pohon. Malam itu dinginnya menembus tulang. Dia kedinginan dan kelaparan. Akan tetapi tetap saja dia tidak mengeluh apa lagi menangis. Pada keesokan paginya, dia turun dari atas pohon dan kembali dia berusaha mencari jalan untuk menuruni puncak. Dan seperti juga kemarin, usahanya tidak pernah berhasil dan dia hanya berputar-putar sekeliling puncak. Perutnya semakin lapar dan tenaganya semakin habis. Akhirnya dia tiba di bawah pohon yang kemarin di mana dia berhadapan dengan kakek itu. Dia benar-benar bingung. Kedua kakinya seperti patah-patah rasanya dan seluruh tubuhnya lemas. Malam kembali tiba. Sehari tadi dia hanya dapat mengisi perutnya dengan air yang didapatnya dalam perjalanan mencari jalan turun itu. Kini perutnya terasa perih sekali dan sering berkeruyuk. Setelah malam tiba, Tiraikasih Website kembali dia memanjat pohon dan berdiam di atas pohon. Akan tetapi rasa kantuk menyerangnya. Tak tertahankan rasanya. Matanya terpejam dan diapun jatuh tertidur. Akan tetapi tubuhnya terguling dari atas batang pohon dan tubuh itu tentu telah terbanting ke atas tanah sekiranya dia tidak cepat mencengkeram ke kanan kiri dan berhasil mencengkeram ranting pohon. Dengan sisa tenaga yang masih ada, dia mengangkat tubuhnya kembali sehingga dapat duduk di atas ba tang pohon. Tin Han sudah lemas sekali. Akan tetapi dia berkeras hati untuk bertahan dan menggosok-gosok kedua matanya sampai pedih sehingga dia tidak sampai tertidur. Pada keesokan paginya dia sudah tidak dapat turun dari pohon itu. Ketika dicobanya untuk turun, kaki tangannya gemetar dan tidak bertenaga sama sekali sehingga dia hanya mendekap batang pohon itu dan tidak dapat turun. Tiba-tiba di bawah pohon telah berdiri kakek yang kemarin dulu berada di situ. Kakek itu menengadah dan melihat Tin Han memeluk batang pohon, dia tertawa. "Bagus! Kekerasan hatimu luar biasa dan daya tahanmu juga luar biasa. Engkau berbakat baik sekali. Cia Tin Han, aku mau menolongmu turun dan memberi makan, akan tetapi berjanjilah dulu bahwa engkau suka menjadi muridku. Engkau akan kuantar pulang dan secara diamdiam aku akan mengajarkan silat kepadamu! Bagaimana? Apakah engkau memilih mati kelaparan di atas pohon itu dari pada menjadi muridku? Apakah engkau sebodoh itu?" Tin Han berpikir keras. Tentu saja bodoh sekali kalau dia memilih mati. Biarlah dia berjanji menjadi murid kakek itu. Kelak kalau kakek itu melihat dia tidak berbakat, tentu akan berhenti sendiri mengajar. "Baiklah, kakek. Saya mau menjadi muridmu," katanya dengan suara lemah. Tiraikasih Website Kakek itu tertawa bergelak, tubuhnya tiba-tiba melayang naik ke atas pohon. Dia memegang lengan Tin Han lalu melayang lagi ke bawah membawa Tin Han yang akhirnya dapat selamat tiba di atas tanah. Karena kedua kakinya lemas, Tin Han jatuh `berluttit dan diapun memenuhi janjinya, menyebut, "Suhu. ..... !" dan memberi hormat. "Ha-ha-ha, ketahuilah, Tin Han. Aku ini bukan orang lain karena aku adalah suheng dari nenekmu. Nenek Cia adalah adik seperguruanku, akan tetapi sudah lama aku menghilang dari dunia ramai sehingga nenekmu sendiri tentu mengira bahwa aku sudah mati. Dahulu sekali, orang menyebutku dengan kata-kata pujian, akan tetapi aku sudah melupakan itu dan sekarang, karena aku memang tidak mempunyai nama, bagimu aku adalah Bu Beng Lo-jin Orang Tua Tak Bernama. Mulai saat ini engkau menjadi muridku. Aku akan menentukan di mana engkau akan belajar dariku. Sekarang, lebih dulu makan dan minumlah!" Dari balik jubahnya kakek itu mengeluarkan sepotong besar roti kering dan daging kering, juga sebuah guci yang isinya air jernih. Tanpa disuruh dua kali Tin Han lalu makan roti dan daging kering. Dia minum air dari guci itu dan perutnya terasa kenyang, tenaganya pulih kembali. "Sekarang mari ikuti aku pulang. Kalau ditanya keluargamu katakan saja bahwa engkau tersesat selama dua hari dua malam. Kemudian kau boleh pulang bersama keluargamu. Akan tetapi setiap malam engkau harus pergi keluar dari kota Hui-cu, di luar pintu gerbang utara dan aku akan menantimu di sana." Mereka lalu menuruni puncak. Karena kalek itu mengenal jalan, maka sebentar saja mereka sudah tiba di lereng bukit Lo-sian. Tiba-tiba mereka mendengar suara memanggil-manggil namanya. "Tin Han......... Tin Han......... Tiraikasih Website Tin Han mengenal suara ayahnya. Bu Beng Lo-jin lalu berkata, "Nah, engkau. temuilah mereka. Aku akan pergi dulu. Ingat, malam nanti di luar pintu gerbang utara." Setelah berkata demikian, sekali berkelebat kakek itu sudah menghilang. "Tin Han......... !" Suara itu kembali terdengar. "Ayah, aku berada di sini!" Tin Han berseru sambil berlari menghampiri ke arah suara. Tak lama kemudian dia melihat ayahnya, kedua orang pamannya dan juga neneknya berlarilari menghampirinya. "Tin Han.......... !" Cia Kun membungkuk lalu memondongnya. "Engkau membikin kami gelisah setengah mati! Ke mana saja engkau pergi?" tanya ayah yang merasa girang bukan main melihat anaknya yang kedua ini dalam keadaan selamat. "Aku bermain-main di puncak, lalu tersesat dan tidak dapat turun sampai dua hari dua malam," kata Tin Han. Nenek Cia menghampiri Tin Han dan memegang lengannya untuk merasakan denyut nadinya. Nenek itu mengerutkan alisnya dan memandang heran. "Akan tetapi engkau tidak kelaparan! Apa saya, yang kaumakan?" tanyanya sambil memandang dengan tajam penuh elidik. Tin Han maklum akan kelihaian nenek yang tentu tidak dapat dibohongi bahwa dia tidak makan apa-apa, maka diapun lalu berkata, "Aku kelaparan dan aku memetik daundaun muda untuk kumakan, nek. Dan minum air jernih. Untung tadi aku menemukan jalah turun." Nenek Cia percaya dan dengan gembira keluarga itu membawa Tin Han pulang. Demikianlah, mulai malam itu, Tin Han diam-diam meninggalkan rumahnya, lalu pergi keluar pintu gerbang utara, di mama Bu Beng Lo-jin sudah Tiraikasih Website menunggu dan dia dibawa ke sebuah kuil tua yang sudah tidak dipakai lagi di luar hutan dan' mulai mengajarkan ilmu silat kepadanya. Sungguh aneh. Setelah diberi petunjuk oleh kakek itu, timbul keinginan Tin Han untuk belajar dengan sungguhsungguh. Pengalamannya tersesat di puncak itu agaknya telah menyadarkannya bahwa ilmu silat amat berguna untuk membela diri dari bahaya. Untuk menghilangkan kecurigaan keluarganya, terutama nenek Cia, mulai hari itu Tin Han mau juga dilatih ilmu silat oleh ayahnya. Dia mulai mengenal ilnu silat keluarga Cia, akan tetapi dibandingkan dengan kakaknya, Cia Tin Siong, dia ketinggalan jauh dalam ilmu silat keluarga mereka itu. Semua ilmu yang dipelajarinya dari Bu Berg Lo-jin dirahasiakan dan tidak pernah diperlihatkan kepada siapapun juga. Setelah mempelajari ilmu silat selama sepuluh tahun, dalam usia duapuluh tahun, Tin Han ditinggalkan Bu Beng Lo jin. "Engkau sudah maju pesat sungguhpun belum mencapai kesempurnaan dalam ilmu silatmu. Dengan ilmu silatmu sekarang, agaknya sudah sukar dicari orang yang dapat mengalahkanmu. Sudah tiba waktunya kita berpisah, Tin Han. Ingat, Jangan sekali-kali menceritakan tentang diriku kepada siapapun juga." Bu Beng Lo-jin meninggalkan Tin Han. Pemuda ini dalam pandangan keluarganya tetap sebagai seorang pemuda yang lebih pandai ilmu sastra ketimbang !mu silat. Mereka menganggap bahwa ilmu silat yang dikuasai Tin Han tidak terlalu tinggi, tidak seperti yang dikuasai Cia Tin Siong. Dan selalu Tin Han juga bersikap seperti seorang pemuda yang lemah lembut. Akan tetapi pemuda ini mewaris watak patriot dari keluarganya. Ia pun membenci pemerintah penjajah Manchu. Dia tidak dapat tinggal diam saja meliha betapa Tiraikasih Website penjajah Mancu menguasai tanah airnya. Berbeda dengan keluarganya yang menentang penjajah secara terangterangan, Tin Han menentang secara diam-diam Bahkan setiap kali dia melakukan sesuatu untuk menentang para penjajah, dia selalu mengenakan pakaian hitam dan juga topeng hitam sehingga dia hanya dikenal sebagai Si Kedok Hitam. Hanya ada perbedaan antara sikap Tin Han dan sikap keluarga Cia. Keluarg. Cia membenci semua orang yang memegang kedudukan sebagai pembesar Mancu dan memusuhi mereka. Bahkan keluarga Cia tidak segan-segan untuk bersekutu dengan orang-orang golongan hitam untuk memberontak. Akan tetapi Tin Han tidak demikian. Dia seorang patriot sejati yang tidak sudi bersekutu dengan perjahat, bahkan dia bersikap sebagai seorang pendekar yang menentang kejahatan walaupun hal inl dilakukan dengan diam-diam pula. Setelah ditinggalkan gurunya, banyak yang sudah dikerjakan Tin Han secara diam-diam. Bahkan ketika dia mendengar betapa Beng-cu, yaitu pemimpin dunia kangouw, direstui oleh pemerintah Mancu, dia menjadi penasaran dan menganggap Beng-cu itu sebagai antek Mancu. Diam-diam dia lalu mendatangi Beng-cu Souw Tek Bun di Hong-san dan menantangnya. Dalam pertandingan yang seru, dia terluka sedikit lengannya oleh pedang yang lihai dan Souw Tek Bun, akan tetapi sebaliknya, dia berhasil memberi pukulan yang dahsyat kepada Beng-cu itu sehingga Souw Tek Bun menderita luka lalam yang cukup parah. Perbuatan inilah yang membuat Souw Lee Cin mendendam kepada Si Kedok Hitam! Ia mendengar dari ayahnya bahwa penyerangnya adalah seorang pemuda berkedok hitam dan Lee Cin berangkat pergi untuk mencari Si Kedok Hitam untuk membalas dendam. Tiraikasih Website Dalam kisah Dewi Ular sudah diceritakan dengan jelas tentang pertemuan Lee Cin dengan Si Kedok Hitam. Aka tetapi berulang kali Si Kedok Hitam menyelamatkan Lee Cin sehingga membuat gadis ini menjadi bingung. Di satu pihak dia mendendam kepada Si Kedok Hitam, yang sudah melukai ayahnya akan tetapi di lain pihak berulang kali dia diselamatkan oleh Si Kedok Hitam. Paling akhir, kembali Lee Cin yang dikeroyok keluarga Cia diselamatka oleh Si Kedok Hitam. Gadis ini lari bersembunyi dan mengintai bagaimana Si Kedok Hitam dikeroyok oleh keluargga Cia. Ia melihat pula ketika Nenek Cia menggunakan tongkatnya untuk merenggut lepas topeng hitam sehingga ia melihat bahwa Si Kedok Hitam itu bukan lain adalah Cia Tin Han! Akan tetapi ketika itu, Nenek Cia yang marah sekali melihat bahwa orang yang selama ini menentangnya adalah cucunya sendiri, mengiri tendangan yang membuat Tin Han terlempar dan jatuh ke dalam jurang yang teramat dalam! Akan tetapi ketika gadis itu mencari jenazah pemuda yang terjatu dari tempat yang demikian tinggi, ia tidak dapat menemukan jenazah itu! Tin Han telah lenyap seperti ditelan bumi. Apakah yang telah terjadi dengan Tin Han? Benarkah dia mati ketika terjatuh ke dalam jurang yang demikian dalamnya? Tuhan Yang Maha Kuasa agaknya belum menghendaki kematian pemuda ini! Ketika dirinya tertendang dan terlempar jatuh ke dalam jurang, Tin Han masih sadar. Dia merasakan tubuhnya melayang, makin lama semakin cepat dan dia tidak dapat berdaya. Kepalanya menjadi pening dan matanya menjadi gelap. Dia tidak dapat berdaya untuk menolong diri sendiri, maka diapun sudah pasrah saja, memejamkan matanya dan menghadapi kematian. Namun tiba-tiba sekali sesosok bayangan hitam menyambar dari atas dan Tin Han merasa tubuhnya Tiraikasih Website tertahan dari kejatuhannya. Punggung bajunya terkait sesuatu, akan tetapi tubuhnya tidak berhenti melainkan melayang terus ke depan, tidak jatuh ke bawah! Diapun mendengar kelepak sayap burung. Ketika dia berdongak dan memandang ke atas, matanya terbelalak dan dia terkejut setengah mati karena mendapatkan dirinya dicengkeram oleh seekor burung rajawali hitam yang sangat besar! Cengkeraman kaki burung itulah yang mengait punggung bajunya dan kini burung itu membawanya terbang ke arah depan, dengan kecepatan yang membuat dia pening! Tin Han menggoyang kepalanya untuk mengusir kepeningannya dan mulai berpikir. Apa yang harus dilakukannya? Kalau dia meronta dan memegang kaki burung lalu menghantamnya, tentu dia akan celaka. Kalau burung itu melepaskan cengkeram kakinya, tentu dia akan terjatuh ke bawah! Akan tetapi kalau membiarkan dirinya, dia hendak dibawa ke manakah? Mungkin ke sarang burung itu, di mana dia, akan dimangsa bersama anak-anaknya. Akan tetapi kemungkinan kedua ini lebih baik. Kalau dia sudah dilepaskan oleh burung itu, dimana saja, baru dia akan melawan burung itu dan mengusirnya. Maka, diapun diam saja dan diam-diam mengumpulkan hawamurni untuk menghimpun kekuatan agar nanti dapat dipergunakan untuk melawan burung rajawali hitam yang amat besar ini. Dari atas dia melihat bahwa rajawali hitam itu membawanya terbang ke arah sebuah bukit, bukan lagi bukit Lo-sian, melainkan sebuah bukit yang berdekatan dengan Lo-sian-san. Dia teringat bahwa bukit itu disebut Bukit Hitam karena dari jauh hutan-hutannya yang lebat membuat bukit itu tampak menghitam. Hutan-hutannya amat besar dan liar, dan kabarnya tidak pernah ada orang berani memasuki hutan itu. Dan kini rajawali hitam itu membawanya ke bukit yang menakutkan itu! Tiraikasih Website Setelah tiba di atas bukit itu, rajawali mulai turun lalu terbang berputaran di atas puncak bukit. Tak lama lagi aku tentu akan diturunkan di sarangnya, pikir Tin Han dan dia sudah bersiap-siap untuk menyerang begitu diturunkan. Kini rajawali hitam itu terbang berputaran di atas sebuah pondok yang terdapat di puncak itu! Sebuah pondok! Tempat tinggal manusia, bukan sarang burung. Beberapa kali burung itu mengeluarkan teriakan yang melengking, memekakkan telinga Tin Han. Dia melihat dua orang keluar dari pintu pondok itu dan mereka berdongak ke atas, lalu menuding-nuding ke arah burung. Seorang di antara mereka lalu berseru dengan suara nyaring, "Hek-tiauw ko Rajawali Hitam, turunkan pemuda itu di sini perlahan-lahan!" Burung itu seperti mengerti ucapan orang itu, lalu menyambar turun dan setelah dekat dengan tanah, dia melepaskan cengkeramannya. Tin Han melompat turun dan dapat hinggap di atas tanah dengan selamat. Burung itupun turun tak jauh dari situ, lalu membersihkan bulu-bulunya dengan paruhnya. Tin Han merasa kecelik. Burung itu tidak hendak menjadikan dia sebagai mangsanya, melainkan menyerahkan kepada majikannya. Dia cepat memutar tubuh menghadapi kedua orang itu dan dia terbelalak, lalu cepat menjatuhkan dirinya berlutut. "Suhu.......... !!!" Dia berseru girang sekali. Kiranya seorang di antara kedua orang itu adalah Bu Beng Lo-jin, gurunya ang sudah hampir dua tahun meninggalkannya. "Tin Han, tidak kami sangka engkau orangnya yang dibawa Hek-tiauw-ko ke sini. Bagaimana asal mulanya engkau dapat dibawa burung itu ke sini?" "Suhu, kalau tidak ada burung rajawali itu yang menolong teecu, sekarang teecu tentu sudah mati. Teecu Tiraikasih Website terjatuh dari tebing gunung yang amat curam, lalu disambar oleh burung rajawali ini." "Ha-ha-ha, sungguh kebetulan sekali. Memang burung itu dilatih untuk itu. Dan engkau harus menghaturkan terima kasihmu kepada sahabatku ini. Karena Thay Kek Cinjin inilah yang menjadi majikan Hek-tiauw-ko!" Bu Beng Lojin -nenunjuk kepada seorang kakek lain yang sejak tadi berdiri di sebelahnya. Tin Han memandang kakek itu dan terkejut melihat sinar mata kakek itu yang ketika memandangnya dia merasa seperti ada kilat menyambar. Begitu penuh wibawa sinar mata itu. Tin Han lalu berlutut di depan kakek itu dan berkata, "Teecu Cia Ti Han menghaturkan terima kasih kepada locian- pwe." Kakek itupun berjenggot panjang dan dia mengelus jenggotnya sambil berseru, "Sungguh kalau sudah jodoh tak dapat dihalangi lagi. Hek-tiauw-ko sudah menyelamatkanmu, itu berarti sudah jodoh. Dan pinto saya tidak dapat menentang takdir. Bu Beng Lo-jin, kebetula sekali yang berjodoh itu muridmu sendiri sehingga pinto tidak akan meragukan lagi wataknya!" "Ha-ha-ha! Tin Han, mengertikah engkau? Cepat haturkan terima kasih karena baru saja They Kek Cin-jin ini menerima engkau menjadi muridnya! Peruntunganmu sungguh baik sekali. Terlepas dari cengkeraman maut bahkan bertemu dengan seorang manusia dewa yang sukar dicari keduanya di dunia ini, ha-ha ha!" Tin Han terkejut dan girang sekali. Kiranya kakek tadi bicara soal jodoh antara guru dan murid. Tentu saja dia girang dan cepat dia memberi hormat sambil berlutut, lalu menyebut, "Suhu, teecu siap melaksanakan semua petunjuk suhu." Tiraikasih Website Kakek yang disebut sebagai Thay sek Cin-jin itu mengangguk-angguk dan berkata, "Tin Han, jangan lupa mengucapkan terima kasih kepada Hek-tiauw-ko atau dia akan menganggap engkau seorang manusia yang tidak mengenal budi." Tin Han lalu bangkit berdiri dan menghampiri burung itu. Burung itu besar sekali, tingginya lebih dari Tin Han. Tin Han lalu mengangkat kedua tangan ke depan dada, memberi hormat kepada burung itu dan berkata, "Hek-tiauw-ko, aku mengucapkan terima kasih atas pertolonganmu yang sudah menyelamatkan nyawaku." Burung itu mengangkat muka ke atas dan mengeluarkan bunyi nyaring tiga kali, kemudian mengebut-ngebutkan sayapnya dan terbang melayang berputaran di atas pondok itu. Dua orang kakek itu tertawa dan Thay Kek Cin-jin berkata, "Hek-tiauw-ko tidak mengenal terima kasih dan sikap Tin Han hanya membuat dia malu." Diam-diam Tin Han kagum bukar main kepada burung itu. Bu Beng Lo-jin lalu menghampirinya dan berkata, "Nah, Tin Han. Engkau berdiamlah di sini dan jadilah murid yang baik dari Thay Kek Cin-jin." "Ha-ha-ha, Bu Beng Lo-jin. Pinto tidak dapat lama-lama berdiam di sini. Paling lama pinto hanya dapat mengajarkan ilmu selama tiga bulan saja kepada Tin Han," kata Thay Kek Cin-jin. Bu Beng Lo-jin lalu berkata lagi kepada Tin Han. "Tin Han, kalau dia mau mengajarmu selama tiga bulan, itu sama saja dengan kalau engkau belajar selam sepuluh tahun dariku. Cepat haturkan terima kasih!" Tin Han terkejut dan girang, lalu menghaturkan terima kasih kepada gurunya yang baru. Tiraikasih Website "Thay Kek Cin-jin, sekarang terpaksa aku harus meninggalkan tempat ini. Sudah tiga hari tiga malam aku tinggal sini, sudah cukup lama. Selamat berpisah kawan, dan engkau rajin-rajinlah mempelajari ilmu di sini, Tin Han!" "Sian-cai ...... engkau selalu melakukan perjalanan. Kapankah perjalananmu itu akan berhenti, sobat?" kata Thay Kek Cin-jin. "Bukankah hidup ini suatu perjalanan? Aku menurutkan hati dan kakiku, Cin-jin dan selama ini hati dan kakiku tak pernah mengecewakan aku. Nah, selamat tinggal!" Setelah berkata demikian, Bu Beng Lo-jin berkelebat dan lenyap dari situ. "Nah, Tin Han. Pinto hanya dapat memberi bimbingan kepadamu selama tiga bulan saja. Karena itu pinto harus melihat dulu sampai di mana tingkat kepandaianmu. Hektiauw- ko yang akan menjadi teman berlatih untukmu." Kakek itu lalu mengeluarkan suara melengking pendek dan burung rajawali hitam itu lalu menyambar turun dan hinggap di atas tanah depan Thay Kek Cin-jin. "Hek-tiauw-ko, engkau harus melayani Tin Han ini berlatih setiap kali dikehendakinya. Sekarang, ujilah kepandaiannya, akan tetapi jangan melukainya!" Burung itu seperti mengerti ucapan orang dan dia lalu berloncatan menghadapi Tin Han, lain mengeluarkan suara pendek tiga kali seperti menantang bertanding! "Bersiaplah, Tin Han. Jangan pandang ringan Hek-tiauwko atau engkau akan dirobohkan dalam beberapa gebrakan saja! Mulailah, engkau boleh menyerangnya lebih dulu!" Tin Han menaati perintah ini. Dia lain menerjang ke depan untuk menghantam ke arah dada burung rajawali itu. Tiraikasih Website "Wuuuutt ..... plakk!" Tin Han terkejut sekali ketika sayap burung itu menangkis pukulannya dan hampir saja dia terpelanting. Demikian kuatnya sayap itu. Hal ini membuatnya lebih berhati-hati dan dia lalu menerjang lagi, menampar ke arah kepala burung sambil melompat ke atas. Akan tetapi kembali sayap burung menangkis dan Tin Han menarik kembali tamparannya lalu kakinya menendang ke arah perut burung. Hek-tiauw-ko kembali dapat mengelak dan mereka lalu bertanding dengan serunya. Tin Han membatasi pukulannya karena dia tidak mau melukai burung yang telah menyelamatkan nyawanya. Burung itupun menyerang dengan patukan paruhnya dan sabetan sayapnya. Akan tetapi Tin Han yang maklum akan besarnya tenaga burung itu, mempergunakan kelincahannya untuk mengelak dan balas menyerang. Akan tetapi sampai limapuluh jurus, belum juga dia dapat mengalahkan Hektiauw- ko, bahkan ketika burung itu membuka kedua sayapnya dan menyerang dengan kedua sayap bergantian, dia men jadi terdesak dan terhuyung. "Cukup!" kata Thay Kek Cin-jin dan burung itupun menghentikan gerakannya dan melompat ke belakang. Juga Tin Han menghentikan gerakannya, lalu menghadap gurunya. Tiraikasih Website "Bagus, ternyata tidak sia-sia Bu Beng Lo-jin memimpinmu selama sepuluh tahun, Tin Han. Ilmu kepandaianmu sudah cukup bagus dan kalau engkau tidak membatasi tenagamu, belum tentu Hek-tiauw-ko akan mampu mempertahankan diri terhadap serangamu. Dalam waktu tiga bulan ini, pinto akan mengajarkan cara menghimpun sin-kang untuk memper kuat sin-kang dalam tubuhmu dan semacam ilmu silat tangan kosong yang pinto ambil dari gerakan-gerakan Hek-tiauw-ko. Ilmu silat ini boleh kau namakan Hektiauw-kun Silat Rajawali Hati Kosong. Disebut demikian karena untuk dapat menghimpunnya, engkau harus dapat mengosongkan semua hati akal pikiranmu, dan kalau engkau sudah dapat melatih sampai ke puncaknya, kiranya akan sukar ada orang dapat menandingi sin-kangmu itu. Nah, kini perhatikan Hektiauwkun yang harus kaupelajari baik-baik." Kakek itu lalu bersilat dan banyak gerakannya mirip dengan gerakan burung rajawali, kedua lengan menjadi seperti sayap dan kedua kaki menjadi cakar. Bahkan kepala dapat dipergunakan untuk menyerang seperti seekor burung rajawali menyerang dengan paruhnya. Mulai hari itu, Tin Han belajar ilmu silat dengan tekun sekali. Selain mempelajari ilmu silat, diapun melayani suhunya dengan baik. Mencarikan sayur-sayuran yang disukai gurunya, memasakkan masakan dan mencarikan air minum. Semua dilakukan dengan tekun dan penuh perhatian sehingga hati Thay Kek Cin-jin menjadi semakin suka kepada pemuda itu. Baru sebulan belajar, Hektiauw-ko sudah tidak mampu melawannya. Dalam belasan jurus saja dia sudah mampu merobohkan burung itu sehingga terpelanting dan akhirnya burung itu tidak mau lagi diajak berlatih! Waktu berlalu dengan amat cepatnya dan tahu-tahu tiga bulan telah lewat! Akan tetapi, Tin Han sudah mampu Tiraikasih Website menguasai dua ilmu itu dalam waktu tiga bulan! Hal ini bukan karena ilmunya yang mudah dipelajari, akan tetapi karena dia telah memiliki dasar yang kuat yang diberikan oleh Bu Beng Lo-jin dan terutama sekali karena ketekunannya. Setiap hari dia berlatih sampai jauh malam! Setelah lewat tiga bulan, pada suatu hari Thay Kek Cinjin memanggilnya. Tin Han yang telah tahu bahwa waktunya tiba, segera menghadap kakek itu dan dia berlutut di depan kakinya. "Tin Han, engkau tentu telah mengetahui bahwa waktu tiga bulan yang kuberikan kepadamu telah tiba. Hari ini engkau harus berpisah dari pin-to. Pinto sendiri akan pergi meninggalkan tempat ini dan entah kapan akan kembali. Pesan pin-to yang terakhir, jangan meniru perbuatan keluarga Cia yang demi perjuangan tidak segan untuk bersekutu dengan orang jahat dan orang Jepang seperti yang telah kauceritakan kepada pin-to. Pendapatmu sudah benar. Perjuangan mengusir penjajah Mancu baru akan dapat terlaksana kalau semua orang gagah semua penjuru bersatu menghimpun tenaga rakyat, karena hanya rakyat dengan pimpinan pendekar patriot sejati saja yang akan mampu mengusir penjajah Mancu yang saat ini sangat kuat. Sebelum mendapat kesempatan ke arah itu, engkau bertindaklah sebagai seorang pendekar yang memperjuangkan kebenaran dan keadilan, menolong yang lemah tertindas dan menentang yang kuat sewenangwenang. Ingat, banyak pejabat Mancu yang terdiri dari orang-orang Han yang gagah perkasa dan mereka itu sedikit banyak mengurangi penindasan yang dilakukan pemerintah terhadap rakyat. Kebiasaan yang dahulu dengan menyembunyikan diri di balik kedok adalah suatu hal yang baik dan menguntungkan. Membantu dan menolong orang tidak perlu menonjolkan diri dan tidak perlu dikenal, selain itu engkau tidak mudah dicari oleh orang-orang Mancu yang Tiraikasih Website mungkin akan mengejar ngejarmu sebagai seorang penjahat yang menentang pemerintah. Mengertikah engkau, Tin Han?" "Teecu mengerti, suhu. Ada satu hal yang. teecu mengharapkan akan mendapat persetujuan suhu." "Hemm, katakanlah. Apa itu?" "Kalau teecu menyembunyikan diri di balik kedok, teecu harus menyembunyikan juga nama aseli teecu. Karena itu, kalau suhu menyetujui, teecu akan memakai nama Hektiauw- ko sebagai nama samaran karena biasanya teecu memang suka mempergunakan pakaian serba hitam." "Ha-ha-ha, bagus sekali! Pin-to setuju! Engkau boleh memakai nama Hektiauw Eng-hiong Pendekar Rajawali Hitam, akan tetapi ingat, jangan mencemarkan nama baik Hek-tiauw-ko yang pernah menyelamatkan nyawamu." "Teecu akan menaati semua pesan suhu." "Nah, sekarang pin-to akan pergi!" Kakek itu lalu mengeluarkan pekik melengking pendek dan tak lama kemudian Hek-tiauw-ko terbang menyambar ke bawah. Tin Han cepat menghampiri burung itu dan merangkul lehernya. "Hektiauw-ko, kita akan berpisah. Yang baik-baik menjaga suhu dan dirimu sendiri." Hati Tin Han terharu juga karena burung raksasa itu telah menjadi sahabat baiknya, bahkan menjadi teman berlatihnya. Thay Kek Cin-jin lalu melompat dan dengan ringan tubuhnya melayang naik ke atas punggung burung itu. "Hek tiauw-ko mari kita pergi!" katanya dan sekali kakinya menendang, burung itu mengembangkan sayapnya dan terbang ke atas dengan cepatnya. Tin Han mengikuti dengan pandang mata kagum. Dia sendiri selama beberapa bulan di situ, sudah pernah beberapa kali menunggang Hek-tiauw-ko dan dibawa terbang sampai ke awan di langit. Setelah berputar beberapa kali, burung itu mengeluarkan pekik Tiraikasih Website nyaring beberapa kali seolah memberi salam kepada Tin Han, lalu dia melayang jauh. Tin Han memandang sampai titik hitam itu lenyap dari pandang matanya. Kemudian diapun meninggalkan tempat itu sambil menikmati pemandangan alam yang tampak dari puncak itu. Jalan menuruni bukit penuh dengan hutan belukar, akan tetapi dengan hati ringan dia memasuki hutan. Halangan jurang kalau tidak terlalu lebar dia lompati dengan mudah. Setelah dia melatih diri dengan Khong-sim Sin-kang, tubuhnya terasa ringan dan lompatannya juga amat jauh. Dia merasa berkewajiban untuk mencari keluarganya, setidaknya mencari ayah ibunya. Betapapun marahnya ayah ibunya, dia yakin kalau melihat dia yakin kalau melihat dia selamat mereka tentu akan merasa senang sekali. Kalau neneknya masih marah kepadanya, dia akan minta ampun kepada neneknya yang amat galak itu. Dia lalu menggunakan ilmu berlari cepat menuruni lereng bukit itu. -oomchoo- Pegunungan Hong-san tampak indah berseri karena musim bunga telah tiba. Di mana-mana pada permukaan pegunungan itu tampak kehijauan dihias warna-warni bunga beraneka ragam. Indah sekali di pegunungan kalau musim semi atau musim bunga tiba. Dan suasana yang indah itu menjadi meriah dan indah sekali dengan beterbangannya ratusan ekor kupu-kupu yang juga berwarna-warni. Burung-burung berkicau di pohon-pohon dengan suara riang gembira. Souw Lee Cin ikut merasakan suasana yang cerah dan riang gembira itu. Hatinya juga gembira karena ia akan bertemu dengan ayahnya. Telah lama ia meninggalkan ayahnya dan merasa rindu. Juga dengan penuh harapan ia Tiraikasih Website mendaki bukit Hong-san itu, harapan untuk melihat ibunya berada di puncak menemani ayahnya! Setelah tiba di pondok yang berada di puncak gunung Hong-san, harapan Lee Cin terpenuhi. Dengan girang sekali ia melihat ayahnya keluar dari pondok menyambutnya, dengan Ang-tok Mo-li Bu Siang di sisinya! Dan ibunya juga tampak cantik dan bersih, sinar matanya cemerlang dan tidak ada lagi sinar kejam yang dahulu tampak dari pandang mata ibunya. Dari pandang mata dan senyum di bibir ibunya, ia dapat mengetahui bahwa ibunya merasa berbahagia! "Ayah......... Ibu......... !" Lee Cin berlari menghampiri dan di lain saat ia telah berangkulan dengan ibunya. Dan Lee Cin tidak dapat menahan lagi air matanya! Air mata bahagia dan sekaligus air mata kedukaan! Melihat ibunya kini berbahagia dengan ayahnya tentu saja ia merasa senang, akan tetapi juga mengingatkan ia kepada Cia Tin Han yang membuatnya terharu dan bersedih. "Eh? Kenapa engkau menangis, anakku?" Bu Siang bertanya heran sekali. Sepanjang pengetahuannya, ketika Lee Cin masih hidup bersamanya, gadis itu berhati keras dan pantang menangis. Kini, pertemuan begitu saja membuatnya menangis! Hal ini jelas menunjukkan bahwa perangai anaknya itu telah menjadi halus. "Aku menangis karena bahagia melihat engkau telah berada di samping ayah, ibu!" Kemudian iapun melepaskan rangkulannya dan memberi hormat kepada, ayahnya. "Mari, mari kita masuk dan bicara di dalam, Lee Cin." "Nah, sekarang ceritakan tentang hal yang paling penting. Tentang ibumu tidak usah kauceritakan karena aku telah mendengar semuanya dari ibumu." "Lalu apa yang harus kuceritakan lebih dulu, ayah?" Tiraikasih Website "Tentang urusanku hendak mengundurkan diri dari jabatan Beng-cu. Apakah engkau sudah menyampaikan kepada Hui Sian Hwe-sio atau Im Yang Sengcu tentang keputusanku itu?" " Aku sudah menghadap Hui Sian Hwe-sio dan suhu In Kong Thai-su dan menyampaikan keinginan ayah kepada mereka. Dua orang tua itu lalu mengatakan bahwa pengunduran diri ayah itu sebaiknya disampaikan dalam rapat pertemuan yang akan diadakan di sini dalam bulan ini juga. Dalam rapat itupun akan dibicarakan tentang orangorang kang-ouw yang terbujuk oleh pa ra bajak laut Jepang untuk melakukan pemberontakan. Karena itu, kita harus bersiap menerima banyak orang kang-ouw yang akan berdatangan ke sini atas undangan Hui Sian Hwe- sio dan suhu In Kong Thai-su." Souw Tek Bun mengangguk-angguk. "Memang sebaiknya begitu. Akan lebih sah lagi kalau pengunduran diriku diputuskan dalam rapat pertemuan itu. Sekarang ceritakan bagaimana dengan hasil penyelidikanmu tentang Si Kedok Hitam." Wajah Lee Cin berubah muram mendengar pertanyaan ini karena ia segera teringat akan Cia Tin Han yang terjatuh ke dalam jurang yang teramat dalam itu. Bu Siang adalah seorang wanita yang berpengalaman. Melihat perubahan pada wajah anaknya, ia lalu bertanya, "Eh, apa yang telah terjadi, Lee Cin? Pertanyaan ayahmu tentang Si Kedok Hitam agaknya mendatangkan duka di hatimu. " Lee Cin terkejut. Ia tidak mengira bahwa ibunya telah dapat membaca isi hatinya. Maka iapun mengambil keputusan untuk berterus terang. "Ayah, aku sudah temukan Si Kedok Hitam. Akan tetapi ternyata dia bukan seorang jahat. Bahkan tiga empat kali dia Tiraikasih Website menyelamatkan nyawaku dari ancaman bahaya yang mengancam diriku. Aku sudah bertanya kepadanya tentang penyerangannya kepada ayah dan dia menjawab sejujurnya bahwa memang benar dia yang melakukannya. Akan tetapi dia katakan bahwa hal itu dilakukan hanya untuk memperingatkan ayah. Dia menganggap bahwa ayah adalah seorang beng-cu dukungan pemerintah Mancu. Dia seorang patriot sejati, ayah, maka dia tidak senang kalau ada orang Han membantu pemerintah penjajah Mancu. Diapun bilang bahwa dia juga terluka lengannya oleh pedang ayah. Bagaimana aku dapat mendendam kepadanya, ayah? Dia menyerang ayah dengan alasan kuat dan sebaliknya dia telah berulang kali menyelamatkan nyawaku. Pantaskah kalau aku memaksanya mengadu ilmu dan nyawa?" Souw Tek Bun menghela napas. "Sudah kuduga demikian. Dia memang tidak bermaksud membunuhku karena kalau hal itu dilakukan, tentu sekarang aku sudah tidak berada di dunia ini. Dan alasannya memang kuat. Sebetulnya itulah sebabnya mengapa aku hendak mengundurkan diri. Pengangkatanku sebagai beng-cu disaksikan dan direstui oleh orang-orang pemerintah Mancu. Hal ini membuat aku merasa tidak enak, seolah-olah aku diangkat oleh pemerintah Mancu. Padahal, di sudut hatiku sendiri aku tidak suka kepada pemerintah Mancu yang menjajah tanah air kita. Sudahlah, Lee Cin, urusanku dengan Si Kedok Hitam sudah kuanggap selesai dan tidak perlu lagi kita mencarinya, tidak perlu kami saling mendendam. Mungkin dia yang berada di pihak yang benar." Mendengar ini, wajah Lee Cin semakin muram. Apa artinya menghabiskan permusuhan itu kalau Si Kedok Hitam telah tewas? "Kenapa engkau masih merasa berduka, Lee Cin?" tanya ibunya. Tiraikasih Website "Aku teringat kepada Si Kedok Hitam, ibu. Sudah kukatakan tadi betapa sudah beberapa kali dia menyelamatkan diriku dari ancaman bahaya. Dan yang terakhir kalinya, ketika dia menolong dan membelaku, dia terkena tendangan yang membuat dia terlempar dan jatuh ke dalam jurang yang teramat dalam. Aku......... aku sudah mencari jenazahnya, akan tetapi tidak berhasil. Ia mati dalam keadaan mengerikan, bahkan jenazahnya tidak dapat kutemukan." Lee Cin tidak dapat menahan kesedihannya dan cepat menggunakan ujung lengan bajunya untuk menyusut beberapa titik air mata yang membasahi pipinya. Bu Siang dan Souw Tek Bun saling pandang. Mereka sudah cukup tua untuk dapat menduga apa yang bergolak dalam Kati puteri mereka. "Lee Cin, kau..... kau cinta padanya?" tanya Bu Siang. Lee Cin memandang kepada ibunya, tidak dapat menjawab dan tiba-tiba ia menubruk dan merangkul ibunya sambil menangis! Ulahnya ini sudah merupakan jawaban yang jelas sekali bagi suami isteri itu. Mereka juga ikut berduka bahwa puteri mereka jatuh cinta kepada seorang yang telah mati! "Lee Cin, tenangkan hatimu," kata Souw Tek Bun dengan suara menghibur. "Kaukatakan sendiri bahwa engkau tidak berhasil menemukan jenazahnya! Hal itu berarti bahwa sangat boleh jadi dia belum mati." Lee Cin melepaskan rangkulan pada ibunya, menyusut air matanya dan memandang kepada ayahnya dengan mata basah. "Bagaimana mungkin itu, ayah? Tinggi tebing dari mana dia terjatuh itu ribuan kaki. Ketika dari atas tebing aku menjenguk ke bawah, dasarnya tidak nampak, yang tampak hanya kabut. Tidak mungkin seseorang yang terjatuh ke Tiraikasih Website dalam jurang yang demikian dalamnya masih dapat selamat." "Akan tetapi buktinya, ketika engkau menuruni tebing itu, engkau tidak dapat menemukan jenazahnya, bukan? Tidak mungkin jenazah hilang begitu saja. Banyak peristiwa aneh terjadi di dunia anakku. Siapa tahu Si Kedok Hitam itu dapat tertolong ketika dia melayang jatuh dari atas tebing itu." Mendengar ucapan ayahnya, wajah yang muram itu mendapatkan sinar kembali. Sinar harapan yang memenuhi hatinya dan terpancar keluar dari pandang matanya. "Lee Cin," kata ibunya. "Engkau hanya menyebut dia Si Kedok Hitam. Sebetulnya siapakah dia? Siapa namanya? "Namanya Cia Tin Han, ibu." "Di mana dia tinggal?" "Tadinya keluarganya tinggal di Hui-cu." "Ahhh! Apakah dia mempunyai hubungan dengan keluarga Cia, keluarga pendekar yang tinggal di Hui-cu itu?" "Benar, ibu. Dia putera kedua." "Lalu siapa yang menendangnya sampai dia terjatuh ke dalam jurang itu?" Jilid IV "Yang menendangnya adalah Nenek Cia, neneknya sendiri." "Ehhhh? Ini membingungkan!" "Lee Cin, lebih baik engkau ceritakan semua dengan jelas tentang engkau dan Cia Tin Han itu, dan tentang Keluarga Cia di Hui-cu." Tiraikasih Website Karena sudah menceritakan tentang perasaan hatinya terhadap Cia Tin Han, mau tidak mau Lee Cin harus menceritakan semuanya. "Keluarga Cia di Hui-cu adalah keluarga pendekar patriot yang membenci pemerintah Mancu, bahkan membenci semua orang Han yang bekerja kepada pemerintah penjajah. Akan tetapi mereka telah bersekutu dengan Phoa-ciangkun yang memberontak, dan bersekutu pula dengan orang-orang Jepang." "Aih, sungguh sayang. Banyak patriot yang berpemandangan sempit, mau saja diperalat oleh pengkhianat dan orang asing," kata Souw Tek Bun. "Karena di Hui-cu muncul Si Kedok Hitam yang mendatangi para pembesar Han, aku menjadi curiga kepada keluarga itu. Tadinya kusangka bahwa yang menjadi Si Kedok Hitam yang telah melukai ayah adalah Cia Tin Siong, cucu pertama Nenek Cia, sehingga aku ingin menantangnya. Akan tetapi, setelah beberapa kali aku terancam bahaya maut dan Si Kedok Hitam muncul menolongku, aku menjadi sangsi. Cucu Nenek Cia yang kedua, adalah Cia Tin Han akan tetapi pemuda itu merupakan pemuda yang paling lemah di antara keluarga Cia. Agaknya dia tidak mempelajari ilmu silat secara mendalam dan lebih suka mempelajari sastra. Dan diapun tidak setuju melihat keluarganya bersekutu dengan orang-orang Jepang. Cia Tin Han seorang patriot sejati yang lebih mengandalkan kekuatan rakyat untuk mengusir penjajah. Karena sikap keluarganya itu, aku jadi bentrok dengan mereka. Apa lagi setelah aku bertemu dengan kakak Song Thian Lee yang sebagai panglima muda menyamar dan melakukan penyelidikan ke timur. Aku bekerja sama dengan kakak Song akan tetapi kami tertawan oleh Keluarga Cia yang dipimpin oleh Nenek Cia, kami dikeroyok oleh para pemberontak dan orang-orang Jepang. Dan ketika kami ditawan, kami dibebaskan oleh Si Kedok Tiraikasih Website Hitam. Kakak Song Thian Lee lalu memimpin pasukan menyerbu Keluarga Cia yang melarikan diri. Ketika aku bertemu mereka, kembali aku tertawan. Ketika aku terancam, muncul Si Kedok Hitam yang menolongku dan menyuruh aku melarikan diri. Aku berlari dan mengintai ketika Si Kedok Hitam menahan serangan semua keluarga Cia. Aku melihat tongkat Nenek Cia merenggut kedok hitam dan tampaklah siapa Si Kedok Hitam! Ternyata orang yang lihai sekali ini bukan lain adalah Cia Tin Han yang dalam keadaan biasa tampak lemah. Dan Nenek Cia menjadi marah karena dikhianati cucunya, lalu dia menendang dan Cia Tin Han terlempar lalu jatuh ke dalam jurang yang teramat dalam itu." Lee Cin berhenti bercerita dan mengerutkan alisnya. Ibunya segera merangkulnya. "Sekarang aku mengerti mengapa engkau mencinta Si Kedok Hitam atau Cia Tin Han itu. Akan tetapi jangan putus asa, anakku. Apa yang dikatakan ayahmu tadi benar. Belum tentu dia tewas. Boleh jadi sekali dia tertolong, entah oleh apa dan siapa." "Benar sekali, Lee Cin. Nanti setelah selesai pertemuan rapat dan menyerahkan kembali kedudukan Beng-cu kepada mereka, ibumu dan aku ingin merantau dan biarlah kami berdua membantumu untuk mencarinya," kata Souw Tek Bun. Lee Cin mengangguk. "Kuharap dia masih hidup seperti yang kaukatakan, ayah. Aku sendiri setelah pertemuan rapat nanti akan pergi juga untuk mencarinya. Selama hidup aku akan merasa penasaran kalau tidak mengetahui bagaimana nasibnya. Ayah dan......... aku....... aku cinta padanya dan sebagai Si Kedok Hitam diapun pernah menyatakan cinta kepadaku," kata Lee Cin sambil mengusap setetes air mata. Bu Siang terharu, merangkul dan mencium puterinya. "Jangan khawatir, anakku. Kami akan membantumu menemukan dia kembali." Tiraikasih Website Lee Cin merasa terhibur dan berterima kasih sekali kepada orang tuanya. Mereka lalu bersiap-siap untuk menyambut orang-orang kang-ouw yang akan berdatangan ke Hong-san. -oomchoo- Tamu pertama yang datang ke Hong-san adalah Thio Hui San yang datang bersama Ceng Ceng. Begitu berhadapan dengan Lee Cin, Ceng Ceng memandang penuh perhatian seperti teringat akan sesuatu. Akan tetapi Lee Cin sudah menghampirinya dan memegang lengan Ceng Ceng dan berkata dengan gi rang. "Enci, aku mengenalmu! Bukankah engkau gadis yang menggunakan kebutan dan pedang menyerang Siang Koan Tek untuk menolongku? Bukankah engkau murid Thian Tok?" Kini Ceng Ceng teringat. Gadis ini yang dulu ditolong oleh ia dan gurunya akan tetapi dibawa lari oleh seorang berkedok hitam. "Aih, sekarang aku teringat. Engkau yang dulu dilarikan oleh orang berkedok hitam itu, bukan?" Thio Hui San tersenyum dan memperkenalkan kedua orang gadis itu. "Ceng moi, inilah nona Souw Lee Cin, puteri beng-cu Souw Tek Bun yang pernah kuceritakan kepadamu. Cin-moi ini adalah nona Liu Ceng, seorang ...... sahabat baikku." Dua orang gadis itu saling pegang tangan dan sebentar saja mereka menjadi akrab. "Ayah, pemuda ini adalah Thio Hui San, murid dari suhu In Kong Thai-su, jadi masih terhitung suhengku sendiri." Lee Cin memperkenalkan Hui San kepada ayah ibunya. Diamdiam ia merasa girang melihat hubungan antara Hui San dan Ceng Ceng tampak mesra. Hal ini dapat ia ketahui dari Tiraikasih Website sinar mata mereka ketika saling pandang. Ia merasa kasihan kepada Hui San yang pernah menyatakan cinta kepadanya namun ditolaknya. Dan agaknya kini Hui San telah memperoleh gantinya dan Ceng Ceng juga seorang gadis yang baik dan perkasa. "Paman Souw, sayalah yang diutus oleh susiok Hui San Hwe- sio untuk mengundang para tokoh kang-ouw agar datang mengadakan rapat pertemuan di sini. Waktu yang ditentukan adalah nanti tanggal limabelas bulan ini, kurang lima hari lagi. Suhu pasti akan datang, demikian pula locian- pwe Im Yang Seng-cu ketua Kun-lun-pai juga akan datang. Mereka berdualah yang akan memimpin rapat pertemuan karena mereka yang mengundang. Dan di dalam rapat pertemuan itu, permintaan paman untuk mengundurkan diri akan dibicarakan." "Ah, begitukah? Saya telah membuat kedua lo-cian-pwe banyak repot dan juga membuat engkau bersusah payah mengundang orang-orang kang-ouw." "Ayah, suheng Thio Hui San ini malah senang melakukan tugas itu karena memberi kesempatan kepadanya untuk merantau. Apa lagi dalam perjalanan itu dia ditemani enci Ceng Ceng!" Lee Cin menggoda sambil memandang kepada dua orang itu. Wajah Ceng Ceng ber ubah kemerahan, akan tetapi sambil tersenyum ia berkata kepada Lee Cin. "Ah, secara kebetulan saja kami saling berjumpa. Dan tahukah engkau,. adik Lee Cin? Perjumpaan kami adalah pada waktu aku dan suhu membantumu menghadapi Siangkoan Tek dan ayahnya itulah! Setelah engkau dilarikan oleh orang berkedok hitam, aku kewalahan menghadapi Siangkoan Tek. Akan tetapi untunglah, San-ko ini datang membantu sehingga kami dapat mengusir orang jahat dan ayahnya yang lihai itu." "Dan sejak itu kalian melakukan perjalanan bersama, bukan?" Tiraikasih Website Kembali Ceng Ceng tersipu malu. "Benar, pertama aku ingin meluaskan pengalaman mengunjungi para tokoh kangouw, dan kedua kalinya karena aku ingin bertemu dengan suhu yang juga akan datang ke sini menghadiri rapat pertemuan." Thio Hui San membantu kekasihnya yang menjadi tersipu atas pertanyaan Lee Cin , lalu berkata kepada Lee Cin, "Cin-moi, terus terang saja, Ceng-moi dan aku telah bersepakat untuk hidup bersama." Lee Cin sudah menduga bahwa antara kedua orang muda itu tentu ada hubungan yang baik, maka mendengar ini ia segera memegang lengan Ceng Ceng dan berkata girang, "Ah, kalau begitu aku mengucapkan kionghi selamat kepada kalian! Jangan lupa mengirimkan kartu merahnya kalau saatnya tiba." "Tentu saja!" kata Ceng Ceng yang merasa lega bahwa tunangannya telah berterus terang sehingga ia tidak perlu malu-malu lagi. Lee Cin segera dapat akrab dengan Ceng Ceng dan sepasang prang muda itu diberi kamar di dalam rumah Souw Tek Bun, bukan dianggap sebagai tamu bahkan sebagai keluarga sendiri. Tanggal limabelas tiba dan sejak pagi-pagi sekali, berbondong orang mendaki puncak Hong-san untuk menghadapi rapat pertemuan. Karena Souw Tek Bun memang tidak mempunyat prabot seperti meja kursi untuk menyambut para pendatang, dia menyambut dan mempersilakan mereka pergi ke lapangan rumput tak jauh dari pondoknya. Lapangan rumput itu luas sekali dan dapat menampung ratusan orang. Bermunculan tokoh-tokoh dunia persilatan, terutama sekali para wakil partai persilatan yang besar seperti Siauwlim- pai, Bu-tong-pai, Kun-lun-pai, Kong- thong-pai, bahkan Tiraikasih Website dari Gobi-pai yang jauh juga mengirim dua orang tokoh wanita untuk menghadiri rapat pertemuan itu. Akan tetapi sekali ini, Hui Sian Hwesio tidak mengundang wakil dari pemerintah untuk menghindarkan bentrokan dari mereka yang pro dan anti pemerintah. Para tokoh yang telah disebut datuk besar juga berdatangan. Thiah-te Mo-ong Koan Ek, Raja iblis Selatan, juga hadir dan dia datang seorang diri saja. Kemudian Siangkoan Bhok datang bersama muridnya yang telah mempelajari simpanannya, yaitu Ouw Kwan Lok yang lengan kirinya buntung. Setelah itu muncul pula Thian-tok Gu Kiat Seng yang disambut dengan penuh kegembiraan oleh Ceng Ceng. Lee Cin memandang dengan alis berkerut ketika ia melihat Ouw Kwan Lok datang bersama Siang Koan Bhok. Pemuda itu buntung lengan kirinya oleh pedangnya. Kemudian Lee Cin terkejut juga ketika melihat Nenek Cia datang pula bersama Cian Kun dan Cia Tin Siong! Akan tetapi ia menyambut mereka semua dengan sikap tenang saja, karena mereka semua itu datang untuk membicarakan urusan dunia kang-ouw, terutama untuk membicarakan pengunduran diri ayahnya. Namun diam-diam hatinya berdebar tegang juga. Hadirnya orang-orang ini tentu akan menimbulkan guncangan. Di antara banyak orang tokoh lain, tampak pula Pek I Lokai, yaitu guru dari Tang Cin Lan isteri panglima muda Song Thian Lee. Kini yang mewakili Siauw-lim-pai selain Hui Sian Hwesio, datang pula In Kong Thaisu yang menjadi ketua Siauw-lim-pai di Kwi-cu. Setelah matahari naik tinggi, semua tamu sudah berkumpul di lapangan rumput di tengah mana didirikan sebuah panggung terbuka, Souw Tek Bun sebagai tuan rumah lalu naik ke atas panggung. Begitu dia naik ke atas panggung dan memberi hormat ke empat penjuru, keadaan Tiraikasih Website menjadi hening dan orang-orang yang hadir menghentikan percakapan mereka yang membuat suasana menjadi gaduh. "Cu-wi Saudara sekalian yang mulia. Sebagai tuan rumah di Hong-san ini, saya menghaturkan selamat datang kepada cu-wi dan terima kasih bahwa ini hari cu-wi melelahkan diri mendatangi tempat ini, sesuai undangan yang diberikan oleh pihak Siauw-lim-pai. Oleh karena pengundangnya adalah Siauw-lim-pai, maka saya menyerahkan agar pimpinan selanjutnya dipegang oleh wakil dari Siauwlim-pai demi kelancaran rapat pertemuan ini." Dia lalu memberi hormat sambil membungkuk ke arah Hui Sian Hwesio yang dalam pemilihan dahulu menjadi wakil ketua Bengcu bersama lm Yang Sengcu ketua Kunlunpai. "Silakan, lo-cian-pwe." Hui Sian Hwesio tersenyum lebar dan diapun naik ke atas panggung itu. Seperti yang dilakukan Souw Tek Bun yang kini sudah turun dari panggung, diapun memberi hormat ke empat penjuru dan suaranya terdengar lembut namun lantang ketika dia bicara. "Saudara sekalian yang terhormat, dari pihak kami terpaksa mengadakan rapat pertemuan ini karena terjadi hal-hal yang teramat penting yang patut untuk kita perbincangkan bersama. Pertama-tama adalah keinginan Bengcu kami untuk mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai bengcu." Segera terdengar seruan-seruan yang tidak setuju, riuh rendah mereka bicara untuk menyatakan ketidak-setujuan mereka sehingga suasana menjadi gaduh kembali. Hui Sian Hwesio lalu mengangkat tangannya untuk minta kepada semua yang hadir agar tenang. Setelah suasana menjadi tenang kembali diapun berkata, "Cuwi, hendaknya mengetahui bahwa bengcu Souw Tek Bun mengundurkan diri karena alasan pribadi dan tentu saja dia berhak menentukan hal itu. Agar lebih jelas, kami persilakan Tiraikasih Website bengcu Souw Tek Bun untuk mengemukakan alasannya mengapa dia mengundurkan diri dari jabatan bengcu. Kami persilakan!" Souw Tek Bun kembali naik ke panggung dan berkatalah dia dengan suara lantang. "Saudara sekalian, saya mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari kedudukan bengcu karena dua hal. Pertama, karena saya merasa tidak tepat dan bahwa tingkat kepandaian saya belum cukup untuk saya menjadi bengcu. Masih banyak saudara lain yang jauh lebih pandai dari pada saya untuk menjadi bengcu, lebih tepat dan lebih pantas. Kedua, karena saya ingin hidup tenang dengan keluarga saya, maka saya mengambil keputusan untuk berhenti menjadi bencu!" Kembali orang-orang saling bicara sendiri sehingga suasana menjadi gaduh. Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara melengking nyaring mengatasi semua suara itu dan ternyata yang bicara itu adalah nenek Cia. Ia menggerakgerakkan tongkat naganya ke atas kepala dan berteriak, "Dengarlah aku bicara!" Semua orang kini diam dan semua mata ditujukan kepadanya. "Aku setuju sekali kalau Souw Tek Bun berhenti menjadi bengcu. Kami seluruh keluarga Cia memang tidak sertuju dia menjadi bengcu. Dia hanya bengcu yang di pilih oleh pemerintah Mancu dan siapa tahu kalau dia menjadi antek Mangcu!" Mendengar ini, suasana menjadi gaduh dan Im Yang Seng-cu segera naik ke atas panggung. Dia mengangkat kedua tangannya ke atas minta kepada semua orang untuk diam, lalu dia berkata. "Kalau Souw-enghiong hendak mengundurkan diri dari kedudukan bengcu, hal itu adalah haknya dan kita semua tidak mungkin bisa memaksa orang menjadi bengcu di luar kehendaknya. Akan tetapi pinto sungguh tidak senang mendengar dia disangka menjadi antek Mancu. Pinto sendiri Tiraikasih Website menjadi wakil ketua dan tidak pernah melihat ketua kita menjadi antek Mancu. Ucapan keluarga Cia tadi hanya fitnah belaka! Pinto dan sahabat Hui Sian Hwesio adalah wakil-wakil ketua bengcu dan kami berdua menyatakan bahwa Souw-enghiong selama menjadi bengcu tidak pernah menjadi antek penjajah Mancu!" Setelah lm Yang Seng-cu turun dari atas panggung, tibatiba seorang melompat naik ke atas panggung dan gerakannya demikian ringan seolah dia terbang saja. Semua orang memandang dan sebagian besar dari mereka mengenal siapa adanya kakek itu. Kakek yang usianya mendekati enampuluh tahun ini bertubuh tinggi besar dan bermuka merah. Juga dia memegang sebatang dayung baja yang besar. Dia adalah Siang Koan Bhok dan berjuluk Tung-haiong Raja Laut Ti mur, seorang datuk yang nama besarnya sudah terkenal di dunia kang- ouw. Munculnya datuk ini tentu saja menarik perhatian orang dan semua orang memperhatikan dan ingin mendengar apa yang dikatakannya. "Kami dari Pulau Naga setuju sepenuhnya dengan ucapan Keluarga Cia tadi. Kita semua mengenal Keluarga Cia sebagai Keluarga patriot yang selalu berusaha untuk menentang pemerintah penjajah Mancu. Akan tetapi apa yang dilakukan oleh Souw-bengcu selama dia menjadi bengcu? Dia tidak pernah menggerakkan kita untuk menentang pemerintah penjajah! Seorang beng-cu harus memimpin kita semua untuk menentang penjajah, menggulingkan penjajah dan melepaskan rakyat dari belenggu penjajahan!" Tepuk sorak menyambut ucapan yang bernada gagah dan patriotik ini. Akan tetapi Siang Koan Bhok kembali mengangkat kedua tangan ke atas untuk minta agar semua orang diam. Setelah suasananya menjadi hening, dia berkata lagi dengan suaranya yang dalam dan lantang. Tiraikasih Website "Saudara sekalian! Selama ini, di Timur sudah banyak orang gagah yang bangkit untuk menentang pemerintah, namun sayang mereka diserbu oleh kekuatan pasukan pemerintah yang besar sehingga gerakan mereka gagal. Kalau saja Beng-cu dan para Wakilnya membantu gerakan itu dan mengerahkan seluruh kekuatan dunia kang-ouw, tentu usaha itu akan berhasil baik. Akan tetapi beng-cu dan para wakilnya diam saja, maka sudah tepatlah kalau Souwbeng cu mengundurkan diri. Sekarang kita perlu melakukan pemilihan Beng-cu baru yang pantas untuk memimpin kita berjuang melawan penjajah. Kami sudah bicara, kemudian terserah saudara sekalian" Siang Koan Bhok turun dari panggung disambut tepuk sorak ramai yang mendukungnya. Kini Hui Sian Hwe-sio yang berada di panggung. Setelah semua orang diam, hwe-sio tokoh Siauw-lim-pai inipun berkata dengan suara lembut namun cukup lantang. "Apa yang diucapkan oleh saudara Bhok itu tidak sepenuhnya benar. Biarpun kami tidak pernah melakukan perlawanan yang sifatnya memberontak terhadap pemerintah, itu bukan berarti bahwa kami pro-pemerintah penjajah, apa lagi menjadi anteknya. Kami hanya melihat bahwa waktunya belum tiba dan kekuatan pasukan pemerintah amat kuat. Kami orang-orang yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan, diam-diam adalah berjiwa patriot juga. Justeru gerakan-gerakan yang sudah memberontak terhadap pemerintah itulah yang kita hendak bicarakan setelah urusan pengunduran diri Souw-bengcu selesai. Kami melihat banyak orang kang- ouw yang bersekutu dengan orang-orang asing untuk melakukan pemberontakan dan hal ini kami sama sekali tidak setuju. Apa lagi kalau bersekutu dengan para gerombolan penjahat yang menggunakan perjuangan sebagai kedok untuk menutupi kejahatan mereka mengacau rakyat jelata. Kami adalah patriot-patriot sejati yang tidak sudi bersekutu dengan mereka. Kami adalah pembela-pembela rakyat, Tiraikasih Website bukan penindas rakyat. Hal ini tentu cu-wi telah mengetahuinya dengan baik untuk membedakan mana pejuangan sejati dan mana yang palsu." "Kami protes!" Tiba-tiba Nenek Cia melompat ke atas panggung. Melihat ini, terpaksa Hui Sian Hwe-sio turun untuk memberi kesempatan kepada nenek itu untuk bicara. "Kami protes atas ucapan Siauw-li pai tadi!" Nenek Cia berkata lantang "Kami sendiri mengakui bahwa baru-baru ini kami berjuang melawan penjajah dan kami bekerja sama dengan pasukan pemberontak dan dengan orang-oran Jepang! Walaupun kami telah gagal, akan tetapi kami anggap apa yang kami lakukan itu sudah benar! Pada saat seperti sekarang ini, perjuangan menentang penjajahan harus dilakukan oleh semua pihak. Tidak perduli golongan putih atau Imam, harus bersatu padu untuk mengusir penjajah. Tidak perduli kita bersekutu dengan orang asing, yang penting penjajah Mancu harus digulingkan. Kita perlu bertindak, sekarang juga, dengan mempersatukan segala pihak berjuang, bertindak sekarang juga, bukan hanya dengan omong kosong!" Setelah berkata demikian, Nenek Cia lalu melompat turun dari atas panggung dan kata-katanya yang bersemangat itu mendapat sambutan meriah. Suasana terasa panas menegangkan karena ada dua pihak yang berbicara dan saling bertentangan. Tiba-tiba terdengar suara tawa yang nyaring mengatasi semua kegaduhanan sesosok tubuh yang pendek gendut melayang naik ke atas panggung. Dia dalah seorang kakek berusia limapuluh empat tahun yang bertubuh pendek gendut serba bulat, pakaian jubah pertapa dan tangannya memegang sebatang kebutan bulu putih. Dia adalah Thian Tok Racun Langit Gu Kiat Seng. Dia mengangkat tangan kiri dan kebutannya ke atas sehingga suasana menjadi tenang. Lalu terdengar suaranya yang melengking tinggi. Tiraikasih Website "Saudara sekalian! Saya melihat jalannya rapat tidak beres dan terjadi perbantahan. Kalau dilanjutkan begini bisa berakhir dengan perkelahian di antara kita sendiri. Sekarang harap diputuskan dulu acara pertama, yaitu tentang pengunduran diri Souw- bengcu dari kedudukannya sebagai beng-cu. Apakah hal ini dapat disetujui? Jawablah yang keras!" Semua orang memang tidak melihat perlunya kedudukan beng-cu bagi Souw Tek Bun dipertahanankan karena orangnya sudah memberi asalan pengunduran diri, maka serempak mereka menjawab, "Setujuuuu. ..... !!" "Bagus, bagus!" Thian Tok berseru. "Berarti acara pertama sudah beres. Kini, sebelum kita meningkat ke acara kedua sebaiknya kalau diadakan pemilihan beng-cu baru lebih Kalau sudah begitu, maka beng-cu baru yang akan memimpin rapat membicarakan tentang perjuangan. Bagaimana, saudara sekalian, apakah usul saya ini disetujui?" "Setujuuu.......... !" Kembali orang-orang berseru nyaring. Hui Sian Hwe-sio naik ke panggung dan dia menganggukangguk lalu memberi hormat kepada Thian Tok. "Saudara Gu, terima kasih atas usul saudara yang tepat ini." Thian Tok tersenyum dan melompat turun kembali, meninggalkan Hui Sian Hwe-sio seorang diri. "Cu-wi, apa yang diusulkan oleh saudara Thian-tok Gu Kiat Seng, tadi memang tepat sekali. Sekarang Souw-sicu sudah bukan beng-cu lagi dan kedudukan beng-cu menjadi kosong. Kami sebagai pengundang berkewajiban untuk mengadakan pemilihan beng-cu baru. Nah, saudara-saudara boleh mengajukan wakil-wakil calon beng-cu." Nenek Cia melompat ke atas panggung dan berkata, "Kami harap saudara sekalian tidak salah pilih. Karena perlu orang yang bersamangat muda sebagai pemimpin, sebaiknya Tiraikasih Website kalau kita memilih calon-calon muda! Kami sendiri mengajukan cucu kami, Cia Tin Siong sebagai calon bengcu!" Setelah berkata demikian, Nenek Cia melompat turun lagi. Hui Sian Hwe-sio berkata, "Siapa lagi yang akan rpengajukan calonnya, harap naik ke panggung!" Siang Koan Bhok melompat ke atas panggung. "Saya setuju sekali dengan pendapat nyonya Cia. Sebaiknya kaum muda yang diserahi tugas memimpin orang-orang gagah sedunia. Saya mengajukan calon yaitu muridku sendiri bernama Ouw Kwan Lok!" Banyak orang gagah golongan bersih memilih In Kong Thai-su ketua Siauw-lim-pai di Kwi-cu yang juga ha-dir. Kakek ini lalu naik ke panggung dan sambil tersenyum berkata, "Pin-ceng sudah tua, maka pin-ceng wakilkan sebagai calon ketua kepada murid pin-ceng yang bernama Thio Hui San!" Ada pula golongan yang memilih Im Yang Seng-cu ketua Kun-lun-pai, ada yang memilih Thian Tok Gu Kiat Seng. Akan tetapi kakek gendut pendek ini berkata lantang. "Saya adalah seorang yang bebas, tidak bersedia menjadi calon beng-cu yang akan mengikat kaki tangan dan membuat aku tidak bebas lagi!" Akhirnya diputuskan bahwa calon beng-cu adalah Cia Tin Siong, Ouw Kwan Lok, Thio Hui San, dan Im Yang Sengcu. Tentu saja tiga orang muda itu didukung oleh guru masing-masing yang siap mempertahankan calonnya. "Dipersilakan keempat calon naik ke panggung untuk diperkenalkan kepada hadirin!" kata pula Hui Sian Hwe-sio. Berturut-turut Cia Tin Siong, Ouw Kwan Lok, dan Thio Hui Sari naik ke atas panggung disambut tepuk sorak dan segera orang-orang melakukan pemilihan masing-masing. Dengan sendirinya, golongan yang condong kepada golongan Tiraikasih Website sesat memilih Ouw Kwan Lok yang dijagokan oleh Siang Koan Bhok, golongan yang merasa dirinya pejuang dan patriot memilih Cia Tin Siong yang dijagokan oleh Nenek Cia yang mereka kenal sebagai seorang patriot yang gigih. Dan golongan pendekar bersih tentu saja condong untuk memilih Thio Hui San yang dijagokan oleh Ketua Siauw-lim-pai. Akhirnya Im Yang Seng-cu yang duduk di bawah panggung, terpaksa naik juga karena diapun dijadikan calon. Sebagai wakil ketua beng-cu dia tentu saja dapat menolak dan setelah berada di atas panggung dia berkata, "Sian-cai ! Tiga Calon beng-cu yang muda-muda dan gagah telah dipilih, mengapa masih juga mengajukan pin-to untuk menjadi calon? Pinto sudah tua dan mengurus Kun- lun- pai saja sudah merepotkan, mana mungkin pinto dapat menjadi bengcu?" Akan tetapi orang-orang golongan bersih yang masih ragu untuk memilih Thia Hui San, ragu akan kemampuan orang muda itu, tetap memilih Im Yang Seng-cu. "Saudara sekalian!" kata Hui San Hwe-sio dari atas panggung. "Sekarang terdapat empat orang beng-cu. Lalu bagaimanakah kita akan memilih siapa yang paling tepat di antara mereka?" Siang Koan Bhok yang berada di bawah panggung berseru dengan suara lantang sehingga mengatasi semua kegaduhan. "Menjadi seorang beng-cu haruslah dia yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Karena itu, seperti sudah sepatutnya memilih ketua, sebaiknya diadakan pi-bu bertanding silat antara empat calon itu!" Mereka semua yang hadir di situ adalah orang-orang dunia persilatan, maka mendengar usul ini tidak ada yang tidak setuju. Dengan suara bulat mereka menyatakan persetujuan mereka karena mereka ingin sekali melihat pertandingan silat antara para jagoan itu. Tiraikasih Website Suara riuh rendah menyatakan persetujuan itu disambut oleh Hui San Hwe-sio sambil mengangkat kedua tangan mereka semua diam, kemudian dia berkata, "Kami tanyakan kepada mereka yang tadi mengajukan calon beng-cu, apakah kalian setuju dengan diadakannya pi-bu ini? Pertama kepada Nyonya Cia kami tanyakan, apakah setuju dengan diadakannya pi-bu?" "Kami setuju, kalau perlu pendukungnya dapat maju untuk mewakili calonnya!" Nenek itu menggerakkan tongkat naganya dengan garang. "Bagai mana dengan saudara Siang Koan Bhok?" "Aku setuju muridku diadu dengan calon lain, dan juga setuju kalau perlu para pendukungnya maju satu demi satu" "Bagaimana dengan pendukung Im Yang Seng-cu?" Serempak para pendekar yang memilih ketua Kun-lunpai ini menjawab setuju. Kalau diadakan pi-bu, mereka yakin bahwa ketua Kun-lun-pai ini yang akan keluar sebagai pemenang melawan orang-orang muda itu. "Kalau Im Yang Seng-cu yang maju, maka akulah yang akan menggantikan cucuku,” teriak Nenek Cia penasaran. "Omitohud, bagaimana mungkin ini? Calon harus bertanding melawa calon, dan pendukung melawan pendukung. Kami sendiri setuju diadakan pertandingan antara calon. Sekarang sebaiknya diundi antara keempat calon, siapa lawan siapa yang akan maju." Hui Sian Hwe-sio lalu memegang empatbuah hio-swa dupa biting, dua panjang dan dua pendek. Dia menggenggam empat batang hio-swa itu di bagian atasnya sehingga tidak tampak mana yang panjang dan mana yang pendek. Lain dia mempersilakan keempat calon mencabut sebatang hio. Hasilnya, Thio Hui San dan Im Yang Seng-cu mencabut hio panjang sedangkan Ouw K wan Lok dan Cia Tiraikasih Website Tin Siong mencabut hio pendek. Ini berarti bahwa Thio Hui San akan bertanding melawan Im Yang Seng-cu dan Ouw Kwan Lok akan bertanding melawan Cia Tin Siong. Lee Cin sejak tadi mengikuti semua yang terjadi di situ. Hatinya kadang terasa panas kalau melihat Nenek Cia. Nenek itu yang telah membunuh Cia Tin Han, pikirnya. Akan tetapi ia menahan kesabarannya karena amat tidak baik membuat keributan di saat itu. Melihat bahwa Ouw Kwan Lok harus bertanding melawan Cia Tin Siong, dara ini berbisik kepada ayah dan ibunya yang berdiri di dekatnya. "Tingkat kepandaian Ouw Kwan Lok itu lebih tinggi, akan tetapi dengan buntungnya lengan kirinya, tentu keadaan menjadi ramai. Cuma kasihan saudara Thio Hui San harus bertanding melawan Im Yang Seng-cu. Bagaimana dia dapat menandingi ketua Kun-lun-pai itu walau pun aku tahu kepandaian Thio-twako juga amat tinggi?" "Tenangkan hatimu. Kita lihat saja bagaimana kesudahannya. Aku khawatir ini akan menjadi besar dengan majunya para pendukung. Im Yang Seng-cu tentu akan mengalah terhadap Thio Hui San. Kita lihat sajalah," kata Souw Tek Bun. "Yang penting, mereka tidak akan memaksa ayahmu," kata Ang-tok Mo-li Bu Siang. "Kalau ada yang mengganggunya, aku yang akan menghadapi orang itu.” Souw Tek Bun memandang kepada isterinya sambil tersenyum. Biarpun isterinya telah banyak berubah, namun kadang masih tampak juga kekerasan hatinya sebagai seorang datuk kang-ouw! "Menurut hasil Thio Hui San harus bertanding melawan Im Yang Seng-cu, kemudian baru Ouw Kwan Lok melawan Cia Tin Siong. Yang lain harap turun dari panggung, kecuali kedua orang yang hendak bertanding, yaitu Thio Hui San dan Im Yang Seng-cu," kata Hui Sian Hwe-sio. Dia sendiri Tiraikasih Website lalu turun dari panggung diikuti yang lain. sehingga kini yang berada di atas panggung hanya Thio Hui San dan Im Yang Seng-cu. Thio Hui San memberi hormat kepada Im Yang Seng dan sambil tersenyum dia berkata, "Apa yang dapat saya pergunakan untuk menandingi to-tiang? Harap to-tiang jangan mempergunakan tangan yang terlalu keras untuk mengalahkan saya." Im Yang Seng-cu tertawa sambil mengelus jenggotnya. "Ha-ha-ha, sicu Thio Hui San jauh lebih tepat untuk menjadi ketua dari pada pin-to yang sudah tua. Biarlah pin-to mengaku kalah sebelum bertanding dan pin-to mengundurkan diri dari calon beng-cu!" Ucapannya itu terdengar lantang terdengar oleh semua orang. Tentu saja para pendukungnya merasa tidak puas, akan tetapi karena Im Yang Seng-cu mengalah terhadap Thio Hui San, murid Siauw-lim pai, mereka tidak terlalu kecewa. Mereka juga sudah maklum akan kehebatan Siauw- lim-pai. Hui Sian Hwe-sio naik ke atas panggung ketika Im Yang Seng-cu turun dan dia berkata dengan lantang. "Karena Im Yang Seng-cu sudah mengalah, maka Thio Hui San dianggap sebagai pemenang dalam pi-bu ini dan dia harus menghadapi pemenang dari pertandingan kedua." Dia lalu mengajak Hui San turun. Ceng Ceng menyambut pemuda itu dengan muka berseri. "Aih, San-ko, hatiku sudah gelisah sekali melihat engkau tadi berhadapan dengan Im Yang Seng-cu. Untung bagimu dia mengalah dan mengundurkan diri." "Akan tetapi aku harus menghadapi pemenang dari pertandingan ke dua, dan kurasa mereka bukan orang lemah." Tiraikasih Website "San-ko, mengapa engkau mau dijadikan calon beng-cu? Apakah engkau ingin sekali menjadi beng-cu?" Gadis itu bertanya sambil menatap tajam wajah tunangannya. Hui San menghela napas panjang. "Sama sekali aku tidak ingin, Ceng-moi. Akan tetapi bagaimana lagi kalau suhu minta aku mewakilinya. Tentu saja aku tidak berani menolak." "Berhati-hatilah, San-ko. Aku ikut mendoakan semoga engkau keluar sebagai pemenang." Sementara itu, Hui Sian Hwe-sio sudah memanggil dua orang calon lain untuk naik ke panggung dan kini Cia Tin Siong sudah berhadapan dengan Ouw Kwan Lok. Hampir semua orang, kecuali Siang Koan Bhok, memandang rendah kepada murid datuk ini. Pemuda yang lengan kirinya buntung, mana dapat menjadi seorang jagoan yang lihai ? Akan tetapi Cia Tin Siong tidak berani memandang rendah. Dia pernah bertemu dengan Ouw Kwan Lok yang ketika itu bersama Siang Koan Tek membantu gerakan pemberontak di Timur. Walaupun dia belum tahu sampai di mana kelihaiannya, akan tetapi pemuda ini sudah diaku sebagai murid Siang Koan Bhok, tentu kakek itu sudah menurunkan ilmu- ilmunya yang tinggi. Karena tidak memandang rendah, begitu maju Tin Siong telah mencabut suling peraknya dan menghadapi Ouw Kwan Lok. "Sobat, keluarkan senjatamu!" tantangnya. Ouw K wan Lok tersenyum. "Saudara Cia Tin Siong, benar-benarkah engkau mau melawan aku? Apakah engkau sanggup untuk menjadi seorang beng-cu yang memimpin dunia kang-ouw? Sebaiknya engkau mencontoh tindakan Im Yang Seng-cu tadi, mengalah saja kepadaku agar aku tidak perlu merobohkan seorang yang pernah menjadi sahabatku." Tiraikasih Website "Tin Siong, majulah dan jangan banyak bicara lagi. Kalau engkau sampai kalah, biar aku yang maju!" Terdengar teriak Nenek Cia yang membuat para penonton menjadi tegang. Nenek itu agaknya hendak berkeras mendapatkan kedudukan beng-cu bagi cucunya, kalau perlu ia sendiri yang akan maju menandingi siapa saja yang tidak menyetujui cucunya menjadi beng-cu! Mendengar seruan neneknya, Cia Tin Siong berkata kepada Ouw Kwan Lok. "Sobat she Ouw, majulah dan mari kita bertanding untuk menentukan siapa di antara kita yang lebih patut menjadi beng- cu." Ouw Kwan Lok kembali tersenyum lebar. "Baiklah kalau engkau memaksa, akan tetapi jangan menyesal kalau terpaksa aku merobohkanmu di depan banyak orang. Nah, maju dan seranglah!" "Tidak, keluarkan dulu senjatamu. Aku tidak mau menyerang lawan yang tidak bersenjata, apa lagi......... " Dia tidak melanjut kan kata- katanya, hanya memandang lengan baju kiri yang kosong itu. Ouw Kwan Lok mengerutkan alisnya lalu dia memutar lengan kiri yang tinggal sepanjang siku itu sehingga lebihan lengan baju itu berputar. "Inilah senjataku!" Melihat ini, Tin Siong tidak ragu lagi. "Lihat seranganku!" bentaknya sulingnya menyambar dengan tusukan yang cepat dan kuat ke arah lehe Kwan Lok. Akan tetapi dengan gerakan lincah sekali Ouw Kwan Lok mengelak dari tusukan lain lengan kirinya menyambar dan lengan baju yang kosong itu berubah tegang menotok ke arah dada Tin Siong! Tiraikasih Website Tin Siong terkejut sekali dan mengelak, lalu membalas dengan serangan gencar. Demikian cepat gerakan sulingnya sehingga suling mengeluarkan suar mengaung-ngaung seperti ditiup. Akan tetapi Kwan Lok dapat mengimbangi kecepatan gerakan Tin Siong dan dia mengelak ke sana sini dan kadang menangkis dengan lengan bajunya. Terjadilah pertandingan yang menarik dan seru. Dan Ouw Kwan Lok tetap saja tidak mau mencabut pedangnya yang tergantung di punggung. Dia menghadapi lawannya dengan tangan kosong saja. Mula-mula dia menggunakan ilmu silat Iek-wan-kun Silat Lutung Hitam yang gesit bukan main dan beberapa kali dia hampir dapat merampas suling perak lawan. Kemudian dia mengubah ilmu silatnya dan menggunakan Pek-swat ok-ciang Tangan Beracun Salju Putih yang dahulu dipelajarinya dari Thian-te Mo-ong. Pukulannya mengandung hawa dingin yang mengejutkan hati Tin Siong. Akan tetapi pemuda ini telah mempelajari ilmu silat keluarga Cia dengan baik. Dia memutar sulingnya sehingga bentuk sulingnya lenyap dan berubah menjadi sinar perak yang bergulung-gulung. Pukulan-pukulan berhawa dingin dari Ouw Kwan Lok dapat dibendung dan bahkan dia dapat membalas dengan totokan-totokan suling peraknya. Akan tetapi kembali Kwan Lok mengubah ilmu silatnya. Kini dia mainkan Kui-Song-kun Silat Naga Iblis yang d pelajarinya dari Siang Koan Bhok. Ilmu silat ini hebat sekali karena mengandung tenaga sin-kang yang amat kuat sehingga setiap kali ditangkis tangan, sulingnya terpental dan hampir terlepas dari pegangan Tin Siong. Agaknya Kwan Lok memang sengaja hendak memamerkan ilmu-ilmunya, maka dia mengubah-ubah ilmu silatnya walaupun dia mampu merobohkan Tin Siong dalam waktu yang tidak terlalu lama. Berkat gemblengan Siang Koan Bhok yang hendak menggunakan muridnya untuk Tiraikasih Website membalas dendam kepada musuh-musuhnya, kini Ouw Kwan Lok telah maju demikian pesat sehingga dia tidak kalah lihainya dibandingkan dengan Siang Koan Bhok sendiri. Dia telah menguasai ilmu-ilmu dari tiga orang datuk. Pertama dari Pak-thian-ong datuk utara, kedua dari Thian-te Mo-ong datuk selatan, kemudian ke tiga dari Siang Koan Bhok datuk timur! Setelah memamerkan Kui-long-kun tiba-tiba dia merubah lagi ilmu silatnya dan inilah Ban-tok-ciang Tangan Selaksa Racun. Sambaran hawa dari tangan kanan Kwan Lok membuat Tin Siong menjadi pening dan tiba-tiba saja ujung lengan baju tangan kiri yang berubah menjadi kaku telah menotok lehernya dan Tin Siong roboh terguling di atas panggung, sulingnya terlepas dari tangannya! Dia tidak mampu bergerak lagi karena sudah tertotok jalan darahnya yang membuat dia lemas. Akan tetapi Kwan Lok yang maklum bahwa keluarga Cia dapat ditarik menjadi sekutu, cepat menyambar tubuh itu dan sekali tangan kanannya bergerak dia telah membebaskan totokan sehingga Tin Siong mampu bergerak kembali dan dia sudah mengambilkan suling perak yang tadi terlepas lalu menyerahkan kepada Tin Siong. Pada saat itu, terdengar suara melengking dan Nenek Cia sudah melayang naik ke atas panggung. Akan tetapi, Tin Siong menyambut neneknya dan ber kata, "Nek, saya telah kalah. Saudara Ouw K wan Lok sudah sepatutnya menjadi beng-cu." Melihat cucunya sama sekali tidak terluka, Nenek Cia tidak dapat berbuat apa-apa, apalagi pada saat itu Hui Sian Hwe-sio sudah naik ke atas panggung. Dengan sikap hormat Hui Sian Hwe sio mempersilakan nenek itu turun dari atas panggung. "Nyonya Cia, silahkan turun dari panggung karena segera akan diadakan Tiraikasih Website pertandingan berikutnya. Si-cu Cia Tin Siong jelas telah mengalami kekalahan dalam pertandingan tadi." Dengan muka. cemberut nenek itu segera menggandeng tangan Tin Siong dan diajak melompat turun dari atas panggung. Mereka yang berpihak kepada Ouw Kwan Lok, yaitu para golongan hitam, bersorak riuh menyambut kemenangan jagoan mereka itu. Hui Sian Hwe-sio lalu mengangkat tangan ke atas dan berseru, "Saudara sekalian, pertandingan kedua dimenangkan oleh si-cu Ouw Kwan Lok, maka sekarang akan diadakan pertandingan antara pemenang pertandingan pertama dengan pemenang pertandingan kedua. Thio Hui San, engkau naiklah ke panggung menghadapi si-cu Ouw Kwan Lok!" Hui Sian Hwe-sio sendiri tidak khawatir. Dia cukup tahu akan kepandaian murid keponakannya. Thio Hui San telah menguasai ilmu-ilmu silat Siauw-limpai dengan matang, bahkan dia mempunyai ilmu andalan yang jarang dimiliki orang lain, yaitu ilmu totok It-yang-ci. Akan tetapi In Kong Thai-su, guru Thio Hui San, mengerutkan alisnya dan dia merasa khawatir. Melihat ilmu kepandaian Ouw Kwan Lok tadi, dia menyangsikan apakah Thio Hui San akan mampu keluar sebagai pemenang. Dia hanya menghela napas saja karena tidak dapat berbuat sesuatu. "San-ko, hati-hatilah menghadapi dia," bisik Ceng Ceng kepada Hui San yang mengangguk dan pemuda itu melompat naik ke atas panggung menghadapi Ouw Kwan Lok. Lee Cin juga merasa khawatir juga melihat betapa Ouw Kwan Lok yang lengan kirinya sudah buntung itu bahkan lebih tangguh dari pada sebelum lengannya buntung! Bahkan ibunya yang berdiri di sampingnya berkata lirih, "Wah, kepandaian pemuda buntung itu hebat sekali! Heran Tiraikasih Website aku bagaimana engkau dapat membuntungi lengan kirinya, Lee Cin." "Ketika dia berkelahi melawan aku, ilmu kepandaiannya tidak sehebat itu, ibu. Aku sendiri juga heran mengapa sekarang dia demikian lihai." kata Lee Cin. Souw Tek Bun menghela napas panjang. "Tidak perlu diherankan. Tadinya, pemuda itu memang sudah lihai, walaupun masih kalah olehmu, Lee Cin. Akan tetapi sekarang dia menjadi murid Siang Koan Bhok dan agaknya datuk itu telah menurunkan ilmu-ilmunya yang paling hebat kepadanya." Mereka bertiga berdiam dan dengan hati tegang memandang ke atas panggung di mana dua orang pemuda itu sudah berdiri saling berhadapan. Hui San tampak gagah dengan bajunya yang serba biru, tubuhnya yang jangkung tegap dan wajahnya yang tampan dan jantan. Sabaliknya Ouw Kwan Lok tampak seperti seorang pemuda yang lemah lembut, berpakaian serba putih, apa lagi lengan kirinya buntung. Hanya matanya yang mencorong tajam itu menunjukkan bahwa dia adalah seorang pemuda yang lihai. Melihat Thio Hui San sudah berhadapan dengannya, Ouw Kwan Lok tersenyum mengejek. Biarpun dia tahu bahwa pemuda berpakaian biru itu seorang murid Siauwlim- pai yang lihai, namun dia memandang ringan dan bertanya dengan tersenyum. "Orang she Thio, engkau hendak mempergunakan senjata apa? Keluarkanlah senjatamu!" Wajah Kwan Lok menjadi merah. Dia menekan kemarahannya dan tersenyum mengejek. "Aku sudah mendengar bahwa In Kong Thai-su terkenal dengan ilmu totok It-yang-ci, maka engkau tentu akan mengandalkan ilmu itu. Justeru aku ingin menguji sampai dimana kehehatan It-yang-ci!" Tiraikasih Website Hui San diam-diam terkejut. Pemuda lengan buntung ini benar-benar sombong sekali. Tidak aneh kalau dia mengetahui tentang It-yang-ci karena memang In Kong Thaisu, gurunya, terkenal dengan ilmu itu. "Kalau begitu, mulailah, aku sudah siap!" kata Hui San sambil memasang kuda-kuda yang kokoh kuat. Melihat kuda-kuda ini, Kwan Lo kembali tersenyum mengejek. "Sambutlah seranganku!" Begitu menyerang, dia sudah menggunakan ilmu pukulannya yang paling ampuh, yaitu Ban-tok-ciang. Ilmu pukulan ini mengandung racun yang berbahaya sekali dan orang yang terkena serangan ini, tentu darahnya akan keracunan. Hui San mengenal pukulan ampuh maka diapun cepat menggunakan kecepatan gerakannya untuk mengelak dan membalas, langsung saja menggunakan It-yang-ci! Hebat bukan main pertandingan ini. Pukulan mereka sama-sama mengeluarkan tenaga sin-kang yang hebat dan dahsyat, terdengar bersiutan. Akan tetapi mereka dapat mengelak atau menangkis dan balas menyerang. Walaupun tangannya hanya tinggal sebuah, namun Kwan Lok dapat menggunakan lengan baju kirinya yang kosong untuk menangkis, bahkan dapat pula lengan baju kiri dipergunakan untuk menyerang dengan totokan yang berbahaya pula. Mereka saling serang silih berganti sampai enampuluh jurus lebih. Akan tetapi, lambat laun Hui San mulai terdesak karena lawannya mengubah-ubah ilmu silatnya sehingga sukar sekali bagi Hui San untuk dapat mengikuti gerak geriknya. Tiba-tiba Kwan Lok mengeluarkan teriakan melengking nyaring dan tubuhnya mencelat ke atas lalu menyerang dengan pukulan tangan kanannya ke arah kepala Hui San! Serangan yang menerkam dari atas ini berbahaya sekali. Tidak mungkin dapat dielakkan lagi oleh Hui San dan Tiraikasih Website terpaksa Hui San menyambut dengan tangkisan yang sekuat-kuatnya. Tangan kirinya mendorong ke atas menyambut tangan kanan itu sedangkan tangan kanannya juga menangkis serangan lengan baju yang menusuk ke arah matanya. "Wuuuuuttttt......... dessss......... !!!"......... tubuh Kwan Lok terpental sehingga dia berjungkir balik tiga kali baru turun ke atas panggung. Akan tetapi tubuh Hui San terdorong mundur terhuyung-huyung dan pemuda ini muntahkan darah segar dari mulutnya! Sesosok tubuh melayang ke atas panggung dan menyambar tubuh Hui San, dibawa turun. Yang melakukan hal itu adalah In Kong Thaisu sendiri. Melihat muridnya sudah terluka parah, dia lalu menolong untuk segera mengobatinya dengan It-yang-ci. Souw Tek Bun cepat menghampiri mereka. "Mari, silakan membawanya masuk ke rumah kami, Thai-suhu." In Kong Thai-su tidak sungkan lagi, lalu membawa tubuh Hui San ke dalam rumah di mana dia segera melakukan pengobatan dengan ilmu It-yang-ci. Ceng Ceng mengikuti dengan muka pucat dan hati cemas sekali. Sementara itu, melihat kemenangan muridnya, Siang Koan Bhok lalu berseru keras dari tempat dia berdiri, "Muridku sudah menang. Berarti dialah yang menjadi bengcu baru!" Hui Sian Hwe-sio, walaupun dengan hati cemas, naik ke atas panggung dan berkata kepada semua yang hadir, setelah minta mereka yang menyambut kemenangan itu dengan sorak sorai diam. "Setelah diadakan pertandingan yang jujur dan adil, ternyata yang keluar sebagai pemenangnya adalah si-cu Ouw Kwan Lok. Dialah yang menjadi beng-cu baru, kalau tidak ada orang lain yang menolaknya." Sengaja dia mengeluarkan kata-kata ini dengan harapan kalau-kalau ada yang menentang pengangkatan beng-cu baru itu. Tiraikasih Website "Kalau Im Yang Seng-cu ikut bertanding, tentu dia yang menang!" terdengar suara beberapa orang yang tadi mendukung ketua Kun-lun-pai itu. Tiba-tiba terdengar seruan melengking, "Tunggu. !" Dan Nenek Cia tampak melayang ke atas panggung. Ouw Kwan Lok mengerutkan alisnya. Apakah nenek yang terkenal galak ini tidak mau menerima kekalahan cucunya? "Nenek Cia! Engkau tidak ikut menjadi calon beng-cu, mengapa naik ke panggung? Apa maumu? Engkau boleh bertanding melawan aku!" terdengar Siang Koan Bhok berseru. "Aku bukan ingin merebut kedudukan beng-cu. Aku mengakui bahwa pemuda ini telah menang dan dia pantas diangkat menjadi beng-cu. Akan tetapi aku ingin mengukur sampai di mana kepandaiannya agar hatiku puas mengakui dia sebagai beng-cu!" "Akulah musuhmu!" bentak Siang Koan Bhok marah. Akan tetapi dari atas panggung, Kwan Lok berkata kepada gurunya. "Su-hu, biarlah Nenek Cia ini menguji kemampuanku, agar dia tidak lagi berani meremehkan suhu!" Siang Koan Bhok tertawa bergelak. Dia tahu bahwa tingkat kepandaian muridnya itu sudah melampaui dirinya maka memang lebih kuat Kwan Lok yang maju dari pada dia. "Bocah she Ouw, kalau engkau mampu bertahan tigapuluh jurus menghadapi tongkatku ini, baru aku mengakui bahwa engkau memang pantas menjadi beng-cu!" kata Nenek Cia sambil memalangkan tongkat naganya. "Jangankan tigapuluh jurus, biar limapuluh jurus atau lebih aku sanggup melayanimu, nek!" Tiraikasih Website Jawaban ini memerahkan telinga Nenek Cia. Dia memutar tongkatnya dan membentak, "Bocah sombong, rasakan tongkatku!" Dan iapun sudah menyerang dengan dahsyatnya. Melihat serangan ini, Kwan Lok maklum bahwa nenek itu lihai sekali maka dia tidak berani main-main. Cepat dia mengelak lalu menggerakkan lengan baju kirinya untuk menotok dan tangan kanannya menyambar ke arah tongkat untuk merampasnya. Akan tetapi nenek itupun sudah menarik kembali tongkatnya dan menggunakan untuk menyerampang kedua kaki Kwan Lok. Pemuda ini meloncat ke atas dan terjadilah saling serang dengan seru sekali. Melihat gerakan nenek itu, Lee Cin diam-diam terkejut. Kini baru ia tahu bahwa kalau dulu ia pernah menang atas diri nenek ini, adalah karena nenek ini mengalah. Kalau nenek Cia bersungguh-sungguh, belum tentu ia akan dapat menang dengan mudah. Akan tetapi yang membuat ia tertegun dan terkejut adalah melihat betapa lincahnya gerakan Kwan Lok, betapa pemuda itu menghadapi tongkat nenek itu tanpa sedikitpun terdesak walaupun dia bertangan kosong. Setelah lewat duapuluh jurus, tiba-tiba nampak sinar berkelebat dan tahu-tahu Kwan Lok telah mencabut pedangnya. Begitu dia memutar pedang balas menyerang, Nenek Cia terkejut karena ilmu pedang yang dimainkan pemuda itu amat dahsyat. Segera ia terdesak mundur dan hanya mampu memutar tongkatnya untuk melindungi diri. Kwan Lok terus menyerang dengan desakan yang kuat sehingga kembali duapuluh jurus telah lewat. Sudah empat puluh jurus mereka bertanding dan Kwan Lok bukan saja mampu menandingi nenek itu, bahkan dia mampu mendesak! Tiraikasih Website "Haiiiiitttt......... !" Tiba-tiba Kwan Lok mengeluarkan teriakan nyaring dan pedangnya menyambar seperti kilat. Nenek Cia menggerakkan gagang tongkatnya menangkis. "Tranggg......... !" Nenek itu terhuyung mundur dan bukan main kagetnya ketika ia melihat sebagian dari hiasan naga tongkatnya telah terbabat buntung! Kwan Lok sudah menyimpan kembali pedangnya dan tersenyum mengejek kepada nenek itu sambil berkata, "Bagaimana, nek? Sudah puaskah engkau menguji aku? Sebetulnya di antara kita tidak pernah saling menyerang. Kita dapat bekerja sama untuk menggulingkan pemerintah Mancu. Kita sahabat, bukan musuh, kawan dan bukan lawan." Nenek Cia hams mengaku kalah. merasa malu kalau terus berkeras, maka iapun mundur tanpa malu lagi, bahkan berkata, "Engkau memang pantas untuk beng-cu." Nenek yang keras hati itu lalu melompat turun dari atas panggung. Siang Koan Bhok merasa senang dan bangga sekali atas kemenangan muridnya itu, maka dari bawah panggung dia berteriak, "Masih adakah orang yang tidak menyetujui muridku Ouw Kwan Lok menjadi beng-cu? Kalau masih ada, silakan maju dan mengujinya!" Ouw Kwan Lok sendiri menjadi mabok kemenangan dan dia merasa bangga sekali. Sambil tersenyum dia memandang ke empat penjuru dan berkata lantang, "Benar sekali apa yang diucapkan suhu. Kalau ada yang masih merasa penasaran, silakan naik dan bertanding dengan aku. Bagaimana kalau bekas beng-cu Souw maju mengujiku? Atau barangkali isterinya atau anaknya perempuan yang terkenal pandai ?" Mendengar tantangan ini, Souw Tek Bun diam saja dan biarpun Lee Cin merasa tangannya gatal, iapun tidak berani Tiraikasih Website mendahului ayahnya. Akan tetapi Ang-tok Mo-li Bu Siang tidak dapat menahan kemarahannya. Sekali berkelebat tubuhnya melayang naik ke panggung dan langsung saja ia menyerang Ouw Kwan Lok dengan pukulan Ang-tok-ciang Tangan Racun Merah sambil berseru, "Bocah sombong, rasakan pukulanku!" Melihat wanita itu menyerangnya dari udara, Ouw Kwan Lok bersikap waspada. Dia sudah mendengar betapa lihainya datuk wanita ini, maka begitu melihat pukulan tangan kanan yang berubah kemerahan itu, diapun mengerahkan sin-kangnya dan menyambut dengan dorongan tangan kirinya. "Plakkk.......... !!" Akibatnya, Ang-tok Mo-li terpental ke belakang akan tetapi dengan berjungkir balik ia dapat turun ke atas panggung, sedangkan Ouw Kwan Lok hanya mundur dua langkah! Tiba- tiba Souw Tek Bun sudah meloncat naik ke atas panggung. Ouw Kwan Lok mengira bahwa bekas beng-cu itu hendak mengeroyoknya, akan tetapi ternyata tidak. Souw Tek Bun memegang tangan isterinya dan menariknya mundur. "Sudahlah, kita tidak mempunyai urusan sedikitpun dengan pengangkatan beng-cu ini. Siapapun yang akan diangkat, tidak ada urusannya dengan kita!" Setelah berkata demikian, dia mengajak isterinya melompat turun. Makin besarlah kepala Ouw Kwan Lok. Dia tersneyum memandang kepada Im Yang beng-cu dan berkata lantang. "Tadi ada yang menyesalkan mengapa Im Yang Seng-cu ketua Kun-lun-pai tidak ikut bertanding. Sekarang setelah aku keluar sebagai pemenang, kalau masih penasaran, silakan Im Yang Seng cu naik ke panggung untuk mengujiku!" Dengan lagak sopan dan ramah Ouw Kwan Lok menantang! Ini hebat sekali. Menantang ketua Kun-lun-pai, Tiraikasih Website pada hal semua orang tahu betapa lihainya Im Yang Sengcu. Banyak orang berseru, "Im Yang Seng-cu naik ke panggung!" .dan mereka ingin sekali melihat pemuda sombong itu dikalahkan. Tadinya Im Yang Seng-cu yang sudah tua itu tidak mau melayani tantangan Ouw Kwan Lok, akan tetapi karena banyak suara mengharapkannya, terpaksa dia bangkit dan naik ke panggung. Ouw Kwan Lok menyambut dan memberi hormat. "Terima kasih kalau to-tiang sudi memberi petunjuk kepadaku!" Sikapnya kelihatan sopan dan kata-katanya merendah, akan tetapi senyum dan pandang matanya penuh ejekan. "Sian-cai ...... ! Ouw- sicu sungguh mengagumkan, masih muda sudah memiliki ilmu kepandaian tinggi. Tung-hai-ong boleh merasa bangga mempunyai seorang murid seperti engkau, Pin-to sudah tua, tidak ingin bertanding, hanya ingin menguji tenaga sin-kangmu." "Silakan, to-tiang!" kata Ouw Kwan Lok. "Sambutlah seranganku ini, orang muda!" Im Yang Sengcu lain mengajukan kaki kanannya dan tangan kanannya mendorong dengan telapak tangan terbuka ke arah dada Ouw Kwan Lok. Pemuda ini cepat mengerahkan tenaga dan diapun mengajukan kaki kanan ke depan dan tangan kanannya yang terbuka di dorongkan ke depan menyambut dorongan tangan kanan kakek itu. "Desss......... !" Dua tenaga sakti yang amat kuat bertemu di udara dan akibatnya, Im Yang Seng-cu mundur tiga langkah, akan tetapi Ouw Kwan Lok juga mundur tiga langkah. Hanya bedanya, kalau pernapasan kakek itu agak memburu, sebaliknya pernapasan Ouw Kwan Lok biasa dan tenang-tenang saja! Hal ini saja membutktikan bahwa Ouw Tiraikasih Website Kwan Lok masih menang sedikit dan kemenangan ini adalah karena dia jauh lebih muda dari pada lawannya yang sudah berusia tujuhpuluh tiga tahun! "Sian-cai ..... Ilmu kepandaian Ouw sicu memang hebat dan kalau diukur dengan tingkat kepandaian, memang sudah pantas menjadi beng-cu. Pin-to tidak ingin mencampuri urusan pemilihan beng cu baru, terserah kepada hadirin sekalian!" Setelah berkata demikian, Im Yang Seng-cu melompat turun dari atas panggung. Ouw Kwan Lok memandang ke empat penjuru dengan wajah berseri. Dia merasa seolah menjadi orang terpandai di dunia ini. "Saudara sekalian! Kalau sudah tidak ada lagi yang penasaran, berarti saudara sekalian menerima saya menjadi beng-cu baru, bukan?" Sorak sorai menyambut ucapan ini, yaitu mereka yang memang mendukung pemuda itu sejak awal. Sedangkan yang lain, biarpun dalam hati merasa tidak senang, hanya diam saja tidak berani memperlihatkan perasaan mereka. "Nah, sekarang saudara sekalian. Sebagai beng-cu baru saya ingin melanjutkan rapat pertemuan ini, yaitu membicarakan tentang perjuangan kita menentang pemerintah penjajah Mancu! Saya mempersilakan Hui Sian Hwe-sio sebagai pengundang rapat pertemuan ini untuk menjelaskan apa yang hendak dibicarakan tentang perjuangan ini." Hui Sian Hwe-sio bicara dari tempat ia berdiri, "Omitohud.......... Tadinya kami sama sekali tidak hendak membicarakan tentang perjuangan menentang pemerintah penjajah, melainkan membicarakan betapa banyak di antara orang kang-ouw yang bekerja sama dengan orang asing seperti yang baru-baru ini terjadi di pantai timur. Orangorang kang-ouw dapat diperalat oleh pasukan yang memberontak, dan juga bersekutu dengan orang-orang Tiraikasih Website Jepang. Hal ini amat tidak baik, mencemarkan nama baik dunia kang-ouw dan orang-orang gagah pada umumnya. "Hui Sian Hwe-sio telah bicara tentang orang-orang yang menentang pemerintah akan tetapi bersekutu dengan pasukan pemberontak dan orang Jepang. Siapa yang akan menanggapi pernyataan itu?" kata Ouw Kwan Lok, bersikap sebagai seorang pemimpin. "Aku akan menja wabnya!" Tiba-tiba terdengar suara melengking seorang wanita dan ternyata yang bicara itu adalah Nenek Cia! "Silakan bicara!" kata Ouw Kwan Lok. "Kami keluarga Cia sejak dahulu adalah patriot- patriot sejati yang selalu menentang kekuasaan panjajah Mancu. Menurut pandangan kami, orang berjuang menentang penjajah Mancu boleh melakukan segala. cara. Apa salahnya bekerjasama dengan para pemberontak dan orang-orang Jepang? Kami akui bahwa memang kami bekerja sama dengan mereka. Akan tetapi tujuannya adalah menentang penjajah Mancu. Justeru demi berhasilnya perjuangan kita harus merangkul siapa saja untuk memperkuat diri. Heran sekali mengapa ada orang ribut-ribut tentang hal itu, akan tetapi tinggal peluk tangan saja melihat betapa penjajah menindas rakyat jelata?" "Apa yang dikatakan Nenek Cia tepat sekali. Apakah ada yang akan menanggapi? Dan apakah wakil Siauw-limpai dan Kun-lun-pai yang tadinya menjadi wakil beng-cu lama akan memberikan jawaban?" "Sian-cai......... !" Terdengar Im Yang Seng-cu berkata lantang. "Ucapan Nyonya Cia itu berarti demi mencapai tujuan menghalalkan segala cara! Bukan begitulah sikap seorang pendekar. Betapa. sucipun tujuannya, kalau cara mencapainya kotor, tujuan itu akan tercemar pula. Orangorang Jepang itu adalah bajak-bajak laut yang sudah Tiraikasih Website banyak mengacaukan kehidupan rakyat di pantai. Seorang pendekar semestinya menentang mereka, bukan malah diajak bersekutu. Seorang pendekar patriot akan berjuang dengan bersih, patriot sejati hanya akan berjuang dengan dukungan rakyat jelata, bukan didukung oleh para penjahat yang hanya akan mengail di air keruh." "To-tiang, kalau menurut pendapat to-tiang seperti itu, lalu bagaimanakah kalian akan berjuang menentang penjajahan? Dan kapan to-tiang akan mulai berjuang? Selama ini yang- namanya orang-orang gagah hanya tunduk dan menurut saja apa yang dikehendaki pemerintah penjajah. Bahkan pemilihan beng-cu yang lalu didukung oleh pemerintah Mancu. Itukah yang dinamakan sikap seorang patriot? Kami lebih condong mendukung pendapat Nenek Cia!" kata Ouw Kwan Lok yang disambut sorak sorai golongan hitam yang hadir di situ. Mendengar ini, Im Yang Seng-cu lalu mengibaskan lengan bajunya dan berkata, "Kalau demikian peristiwa Bengcu, sudahlah. Kami dari Kun-lun-pai tidak akan mencampuri urusan kalian yang menentang pemerintah sambil bersekutu dengan para penjahat! Mari kita pergi meninggalkan tempat ini!" Mendengar ini, In Kong Thai-su juga mengajak saudarasaudaranya untuk meninggalkan tempat itu. Akan tetapi melihat ini, Ouw Kwan Lok berkata dengan lantang. "Saudara sekalian harap jangan pergi dulu, kami hendak membuat pengumuman kami yang pertama sebagai beng-cu baru adalah bahwa kedudukan beng-cu berada di Pulau Naga dan kalau ada urusan dengan beng-cu harap datang ke Pulau Naga!" Para utusan Kun-lun-pai, Siauw-limpai, Kong-thong-pai, Bu-tong-pai, dan Go-bi-pai menghadap Souw Tek Bun yang menjadi tuan rumah untuk berpamit, lalu mereka pergi meninggalkan tempat itu. Tiraikasih Website Satu demi satu para tamu meninggalkan Hong-san. Yang paling akhir adalah Ouw Kwan Lok gurunya, Siang Koan Bhok Jilid V Lee Cin tersenyum mengejek. "Habis, engkau mau apa? Salahmu sendiri sampai lenganmu buntung!" Mereka saling pandang. Ouw Kwan Lok merasa sakit hati, bukan hanya karena lengannya dibuntungi gadis itu, akan tetapi juga untuk membalaskan sakit hati para gurunya, mendiang Pak-thian-ong dan Thian-te Mo-ong. Akan tetapi kini dia menghadapi Lee Cin, Souw Tek Bun dan Ang-tok Mo-li. Mereka bertiga itu dengan tegak berdiri dan siap untuk melawan. Biarpun Ouw Kwan Lok bersama Siang Koan Bhok, namun dia tidak berani main-main menghadapi tiga orang itu. Akhirnya dia tersenyum dan kembali menjura kepada Lee Cin. "Nona Souw, biarlah lain kali saja aku membalas kebaikanmu itu," katanya lalu pergi bersama gurunya meninggalkan tempat itu. Keadaan menjadi sunyi setelah semua orang pergi. Lee Cin mengepal tinjunya. "Mengapa ayah melarangku ketika aku hendak menentang dan melawan bangsat itu?" katanya dengan kesal. "Engkau tentu tahu bahwa saat itu sedang diadakan pemilihan beng-cu baru sehingga tidak ada alasannya kalau engkau hendak menyerangnya. Selain itu, kulihat ilmu kepandaian pemuda itu sungguh luar biasa sekali. Bahkan Im Yang Seng-cu tidak dapat mengatasinya, dan Nenek Cia juga kalah olehnya. Sungguh berbahaya kalau engkau hendak melawan dia, Lee Cin." Tiraikasih Website "Aku tidak takut, ayah. Biarpun aku juga mengerti bahwa ilmu kepandaiannya sudah maju dengan pesatnya dan mungkin saja aku tidak akan mampu menandinginya." "Aku juga penasaran. Aku ingin mencoba kelihaiannya, akan tetapi engkau menghalangi aku!" kata pula Ang-tok Mo-li kepada suaminya. Souw Tek Bun tersenyum. "Aku hanya menjaga agar jangan sampai engkau dikalahkannya di depan begitu banyak orang. Lain waktu masih banyak kesempatan bagi kita untuk menentangnya kalau dia melakukan kejahatan." "Celaka! Dia menjadi beng-cu, akan dibawa kemanakah dunia persilatan? Aku tahu, dia adalah seorang pemuda yang herhati palsu dan amat jahat, ayah," kata Lee Cin khawatir. "Biarpun dia beng-cu, kalau tindakannya tiilak benar, kurasa para orang gagah tak akan menuruti kemauannya. Paling-paling golongan sesat yang akan taat kepadanya," ayahnya menghibur. Sementara itu Ouw Kwan Lok yang melakukan perjalanan dengan Siang Koan Bhok, telah tiba di kaki gunung Hong -san. "Kwan Lok, kalau gadis puteri Souw Tek Bun itu yang membuntungi lengan kirimu, kenapa tadi engkau tidak membunuhnya saja?" Siang Koan Bhok menegur muridnya. "Ia dan ayah ibunya merupakan lawan yang tidak ringan, suhu. Aku khawatir kalau gagal tadi. Kalau aku sudah turun tangan, haruslah berhasil. Biarlah, lain waktu aku pasti akan membalas dendam kepadanya, tidak cukup dengan membunuhnya atau membuntungi lengannya. Sekarang, yang paling penting bagiku adalah menyusun kekuatan. Apa artinya menjadi beng-cu kalau tidak mempunyai anak buah?" Tiraikasih Website "Anak buah kita di Pulau Naga cukup banyak." "Akan tetapi mereka hanya anak buah biasa saja, suhu. Yang kumaksudkan, kita harus dapat mengundang orangorang berkepandaian tinggi untuk menjadi anggautaku di sana. Aku harus dapat membuat seluruh dunia persilatan tunduk kepadaku, dan kalau ada yang tidak mau taat, akan kuberi hajaran. Tentu saja aku harus mempunyai anak buah yang pandai dan banyak." Siang Koan Bhok mengangguk. Dia kagum kepada murid barunya ini, dan menganggap dia sebagai pengganti Siang Koan Tek, pureranya. "Jangan lupa untuk membalaskan dendamku kepada Song Thian Lee, Kwan Lok." "Jangan khawatir, suhu. Tak lama lagi tentu aku akan mampu menghadiahkan kepada Song Thian Lee kepada suhu. Juga isterinya harus mati di tanganku. Mereka bertiga itu, Song Thian Lee, Tang Cin Lan, dan Souw Lee Cin, adalah musuh-musuh utamaku." Legalah hati Siang Koan Bhok dan dia percaya muridnya ini tidak hanya membual saja. Dia percaya bahwa dengan tingkat kepandaiannya yang sekarang, Kwan Lok akan mampu menandingi dan mengalahkan Song Thian Lee. Tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan dan di depan mereka telah berdiri seorang kakek tinggi kurus yang berusia hampir enampuluh tahun. Kwan Lok dan Siang Koan Bhok segera mengenal kakek ini yang bukan lain adalah Thian to Mo-ong Koan Ek. “Eh, kiranya suhu Thian-te Mo-ong!" tegur Kwan Lok dengan gembira. "Kwan Lok, lupakah engkau akan pesanku ketika kita berpisah? Engkau tidak memenuhi pesanku, bahkan engkau ikut Tung-hai-ong dan merebut kedudukan beng-cu! Mulai Tiraikasih Website saat ini engkau hatus ikut aku dan membalas dendam kepada musuh- musuhku!" "Hemm, suhu Thian-te Mo-ong. Aku sama sekali tidak lupa akan pesanmu. Tahukah engkau bahwa aku sampai kehilangan lengan kiri karena memenuhi pesanmu? Sekarang aku tidak perlu memenuhi pesanmu ini karena tiga orang yang suhu musuhi itu juga merupakan musuhku. Musuh kita bersama." "Heh, Thian-te Mo-ong, apa maumu menghadang perjalanan kami di sini?" Siang Koan Bhok berseru tidak senang. "Siang Koan Bhok, engkau mencuri muridku!" Thian-te Mo-ong membalas dengan marah. "Tidak, suhu Thian-te Mo-ong. Suhu Siang Koan Bhok tidak mencuriku. Aku yang minta menjadi muridnya dan sekarang kebetulan sekali. Aku sedang mencari-cari orangorang seperti suhu ini untuk menjadi pengikut dan pembantuku. Marilah suhu, engkau ikut denganku ke Pulau Naga dan kita membangun kekuatan bersama. Kalau kita sudah kuat, apa sih sukarnya membasmi musuh- musuh kita itu?" "Hemm, engkau berlagak. Aku menjadi pembantumu? Apakah engkau mimpi ? Biarpun engkau sudah menjadi beng-cu, engkau tetap muridku. Bagaimana aku sebagai gurumu kini menjadi anak buahmu?" "Suhu, biarpun aku muridmu, akan tetapi sekarang aku lebih lihai daripada mu. Sekarang begini saja. Kalau suhu dapat mengalahkan aku, baiklah, aku akan ikut dengan suhu dan menaati semua perintah uhu. Akan tetapi sebaliknya kalau suhu kalah olehku, suhu harus ikut ke Pulau Naga dan membantuku. Bagaimana ?" "Engkau menantangku? Hemm, setelah menjadi murid Siang Koan Bhok, engkau berani menantangku, ya?" Tiraikasih Website "Tidak, aku tidak akan menggunakan ilmu yang kupelajari dari suhu Siang Koan Bhok. Aku akan melawan suhu dengan ilmu yang kupelajari dari suhu sendiri, dengan demikian barulah adil" Thian-te Mo-ong tersenyum mengejek. Dia tadi sudah melihat betapa lihainya Ouw Kwan Lok. Akan tetapi kalau pemuda itu tidak mempergunakan ilmu silat lain, melainkan menggunakan ilmu silat yang diajarkannya dulu, bagai mana mungkin Kwan Lok mampu menandinginya? "Baik, bersiaplah. Siang Koan Bhok menjadi saksinya!" "Ha-ha-ha, akan kusaksikan betapa Thian-te Mo-ong kalah oleh muridnya!" Siang Koan Bhok tertawa. " Awas, lihat seranganku.” Thian-te Mo-ong berteriak ganas dan dia sudah menerjang maju dan menyerang dengan ilmu silat Pek-swat Tok-ciat Tangan Beracun Salju Putih. Ouw Kwan Lok cepat mengelak lalu balas menyerang dengan ilmu yang sama! Tentu saja Kwan Lok kurang leluasa memainkan ilmu silat itu karena hanya dengan sebeah tangan, akan tetapi dia memiliki gerakan yang lebih cepat dari gurunya itu sehingga dia tidak sampai terdesak. "Haiiiiittttt ..... !" Thian-te Mo-ong nengirim pukulan keras sekali dengan tangan kanannya, mengarah kepala muridnya, akan tetapi Kwan Lok membuat gerakan yang sama dengan tangan kanannya, menangkis pukulan itu sambil mengerahkan tenaga sin-kangnya. "Wuuuttt......... desss......... "" Akibat benturan kedua lengan itu, tubuh Thian te Mo-ong terhuyung ke belakang. Ternyata dia kalah kuat! "Nah, suhu telah kalah," kata Kwan Lok sambil tersenyum. "Baiklah, dalam pertandingan tangan kosong aku mengaku kalah kuat, akan tetapi coba tahan pedangku Tiraikasih Website kalau engkau mampu!" kata Thian-te Mo-ong sambil mencabut sepasang pedangnya dan menyilangkan sepasang pedang itu di depan dadanya. "Baiklah, akan kulayani kehendakmu, suhu!" Diapun meloloskan pedangnya dari punggung dan keduanya segera bertanding dengan pedang. Kwan Lok tetap memainkan ilmu pedang yang dipelajarinya dari gurunya. Akan tetapi karena memang dia menang cepat dan menang kuat, dia segera dapat mendesak Thian-te Mo-ong. Dia sudah hafal akan gerakan serangan gurunya, maka dia selalu dapat mengelak dan menangkis. Dan setiap kali menangkis, pedang suhunya terpental. Kwan Lok mempercepat gerakannya dan sekali membentak nyaring, sambil memutar pedangnya, dia berhasil membuat sepasang pedang itu terpental dan lepas dari tangan Thian-te Mo-ong. "Bagaimana, suhu, maukah suhu menjadi pembantuku di Pulau Naga?" Tanya Kwan Lok sambil menyarungkan pedangnya kembali. Thian-te Mo-ong hampir tidak percaya. Muridnya ini benar-benar telah mampu mengalahkannya dalam permaianan silat yang pernah diajarkannya! "Ha-ha-ha, Thian-te Mo-ong, engkau harus mengakui sudah tua dan kalah oleh murid sendiri!" Siang Koan Bhok menertawainya. "Dan bagaimana dengan engkau, Siang Koan Bhok? Apakah engkau mampu mengalahkannya?" Siang Koan Bhok menggeleng kepalanya. "Aku belum mencobanya dan tidak akan mencobanya. Aku siap menjadi pembantu utama dari Ouw Kwan Lok. "Bagus, suhu Siang Koan Bhok menjadi pembantu pertama dan suhu Thiante Mo-ong menjadi pembantu kedua. Akan kuat sekali keadaan kita di Pulau Naga." Tiraikasih Website Thian-te Mo-ong menghela napas dan mengambil sepasang pedangnya. "Baiklah, aku suka menjadi pembantumu yang ke dua." Tiga orang itu lalu melanjutkan perjalanan mereka menuju ke Pulau Naga. -oomchoo- Kaisar Kian Liong memang merupakan seorang kaisar yang baik dan pandai, akan tetapi tiada manusia di dunia ini yang tanpa cacat. Kaisar Kian Liong suka sekali akan wanita cantik. Kalau sudah melihat wanita cantik, biarpun wanita itu sudah bersuami, akan diusahakan agar wanita itu dapat menjadi miliknya. Selir dan dayangnya ratusan orang banyaknya, namun agaknya Kaisar Kian Liong masih memalingkan mukanya kepada wanita lain yang bukan miliknya. Akan tetapi segala bentuk kesenangan kalau terlalu di turuti, akhirnya membuat orang menjadi bosan juga. Demikian juga dengan Kaisar Kian Liong. Akhirnya dia merasa bosan juga bermain- main dengan wanita cantik. Pada suatu hari, ketika dia duduk dalam tandu, dia melihat wajah seorang di antara para pemikul tandu. Wajah pemuda itu sedemikian menarik hatinya, membuat Kian Liong teringat akan wajah seorang selir ayahnya yang pernah dicintanya akan tetapi dahulu tak pernah dia dapat memiliki selir ayahnya itu. Setelah duduk di bagian dalam istana, dia menyuruh panggil pemuda pemikul tandu Setelah pemuda yang berusia delapanbelas tahun itu datang berlutut di depannya, Kaisar Kian Liong semakin tertarik. Seorang pemuda yang tampan sekali, demikian tampan dan halus bersih kulitnya seperti seorang wanita saja. Dia lalu mengangkat pemuda itu menjadi pelayannya. Tiraikasih Website Pemuda itu bernama Ho Shen. Ketika pada suatu malam Kaisar Kian Long memanggilnya kemudian mengajaknya tidur, pemuda itu diam-diam merasa terkejut dan menganggap kaisarnya telah menjadi gila. Akan tetapi kemudian dia mengetahui bahwa kaisarnya benar-benar tergila- gila kepadanya dan menjadikan dia sebagai kekasihnya! MuIai saat itu, Ho Shen yang cerdik itu tidak menyia-nyiakan waktunya. Dia diangkat menjadi kepala pelayan. Kalau semua pelayan pria adalah kasim orang kebiri maka dia sendiri tidak dan bahkan diangkat menjadi kepala! Tabun-tahun terlewat dan Ho Shen dapat merayu sang kaisar sedemikian rupa sehingga akhirnya dia diberi kedudukan tinggi sebagai perdana menteri! Untuk menutupi kecurigaan orang, Kaisar Kian Liong menyuruh Ho Shen menikah. Peristiwa ini merupakan rahasia, akan tetapi sebaikbaiknya barang busuk ditutupi, baunya tercium juga. Hanya, orang tidak berani membicarakan secara terbuka dan diam-diam saja, pura-pura tidak tahu. Mereka bahkan merasa iri kepada Ho Shen yang dapat menumpuk kekayaan dari kedudukannya. Peristiwa ini akhirnya terdengar pula oleh Panglima muda Song Thian Lee. Panglima muda ini memang sudah mengambil keputusan untuk mengundurkan diri. Ketika mendengar berita itu, dia merasa muak dan mendorongnya untuk cepat mengundurkan diri. Pada suatu hari, dia mohon menghadap Kaisar dan membawa sesampul surat permohonan berhenti dari jabatannya. Kaisar Kian Liong mengerutkan alisnya setelah membaca surat permohonan itu dan menatap wajah panglima muda Song Thian Lee yang menunduk. Tiraikasih Website "Song Ciang-kun, apa sebabnya engkau tiba-tiba hendak mengundurkan diri dari jabatanmu? Apakah jabatanmu yang sekarang kurang tinggi?" "Tidak sama sekali, Yang Mulia. Jabatan sekarang ini sudah cukup tinggi dan terhormat bagi hamba." "Kalau begitu, apakah penghasilanmu kurang? Gajimu tidak mencukupi?" "Juga tidak, Yang Mulia. Penghasilan hamba sudah lebih dari cukup, gaji hamba cukup besar." "Kalau begitu, mengapa engkau hendak mengundurkan diri, Song Ciangkun? Selama ini engkau menjadi panglima muda yang cakap dan setia, bahkan baru-baru ini engkau sudah berhasil memadamkan pemberontakan di pantai timur. Lalu mengapa mendadak engkau ingin berhenti?" "Terus terang saja, Yang Mulia. hamba ingin hidup dalam suasana tenang dan damai bersama anak isteri hamba." "Apakah selama menjadi panglima di sini hidupmu tidak tenang dan tidak damai?" Song Thian Lee memberi hormat. "Memang tidak, Yang Mulia. Terutama sekali kalau hamba melaksanakan tugas, beberapa kali hamba harus berhadapan dan melawan para pendekar yang ikut memberontak. Hamba merasa bersalah dan gelisah." "Hemm, akan tetapi mereka adalah pemberontak yang hanya mendatangkan kekacauan dalam kehidupan negara dan rakyat!" "Memang benar, Yang Mulia. Akan tetapi merekapun merupakan segolongan pendekar." "Kalau......... engkau memihak kepada mereka yang memberontak, Song-ciangkun?" Tiraikasih Website "Sama sekali tidak, Yang Mulia. Biarpun mereka itu pendekar, kalau mereka bersekutu dengan orang-orang asing dan pemberontak seperti di pantai timur itu, hamba akan tetap menentang." "Song-ciangkun, apakah sudah engkau pikir baik-baik keputusanmu ini? Kami akan merasa kehilangan sekali kalau engkau mengundurkan diri. Bukankah selama ini kita bersahabat dan kami bersikap balk kepadamu?" "Ampun, Yang Mulia. Memang Yang Mulia telah memberi anugerah dan kebaikan kepada hamba. Akan tetapi hamba sudah memikirkan dengan matang. Hamba tidak ingin menjadi seorang panglima yang diam-diam membenci pekerjaannya sendiri. Lebih baik hamba berterus terang dan minta berhenti dengan hormat." "Baiklah, Song-ciangkun. Kami dapat menghargai kejujuranmu. Akan tetapi karena pengunduran dirimu merupakan urusan besar dan menyangkut penataan pasukan, kami akan membicarakan derigan Panglima Tua Bouw dan Panglima Coa agar dapat diatur bagaimana baiknya dan siapa yang akan menggantikan jabatanmu. Sesudah itu, baru kami akan memberi surat pelepasan kepadamu." Setelah memberi hormat dan mengucapkan terima kasih, Song Thian Lee mengundurkan diri keluar dari istana. Tak lama setelah Song Thian Lee pergi, Kaisar Kian Liong memanggil Panglima Tua Bouw Kin Sek dan wakilnya, yaitu Panglima Coa Kun. Setelah kedua orang panglima itti menghadap, Kaisar Kian Liong lalu memberitahu kepada mereka. "Baru saja Song-ciangkun menghadap kami dan mengutarakan niatnya untuk mengundurkan diri sebagai panglima. Apakah kalian berdua mengetahui apa sebabnya?" Tiraikasih Website Dua orang panglima itu saling Pandang dan Bouwciangkun segera menjawab. "Sepanjang yang hamba ketahui, tidak ada sebab-sebab yang menyebabkan dia mengundurkan diri, Yang Mulia." "Hemm, akan tetapi dia mengatakan bahwa hatinya tidak merasa nyaman karena dalam pemberantasan pemberontak, seringkali dia harus berhadapan dengan para pendekar. Apakah kalian mengetahui apa artinya itu?" Coa Ciang-kun yang tinggi kurus dan bermuka pucat itu lalu memberi hormat. "Ampun, Yang Mulia. Kalau hamba tidak salah duga, hamba mengetahui sebab-sebabnya." "Coba ceritakan, Coa-ciangkun," kata kaisar. "Ketika Song-ciangkun memadamkan pemberontakan di timur, dia tidak mau mempergunakan pasukan untuk membasmi sebuah keluarga yang sangat benci kepada kerajaan. Keluarga itu adalah Keluarga Cia dan mungkin keluarga Cia yang telah membunuhi pembesar-pembesar yang setia kepada paduka. Akan tetapi panglima Song tidak inelanjutkan pengejaran dan membiarkan mereka itu lolos!" "Wah, itu merupakan kesalahan besar! Membasmi pemberontak haruslah sampai ke akar-akarnya! Kalau keluarga itu tidak dibasmi, tentu mereka lain kali akan mengadakan pemberontakan lagi." "Ampun, Yang Mulia," kata Panglima Tua Bouw Kin Sek yang memang mencari kesempatan. "Kalau begitu, mundurnya Panglima Song tentu ada kaitannya dengan itu. Jangan-jangan dia mundur untuk menyusun kekuatan untuk memberontak bersama Keluarga Cia itu!" "Hamba juga mendengar berita yang mencurigakan, Yang Mulia. Baru baru ini para kang-ouw mengadaka pertemuan di Hong-san untuk memilih ketua baru. Akan tetapi tidak seperti biasanya, mereka tidak mengundang perwira setempat sehingga pemilihan itu gelap bagi kita. Jangan- Tiraikasih Website jangan ini ada hubungannya pula dengan berhentinya Songciangkun. Mereka hendak menyusun kekuatan!" kata pula Coa-ciangkun. Wajah Kaisar Kian Liong menjadi merah dan alisnya berkerut, lalu tangannya mengepal tinju. "Sangat boleh jadi dugaan kalian itu! Kalau begitu kalian harus turun tangan. Setelah dia berhent nanti, kalian harus mengutus orangoran pandai dan mengamati gerak-geriknya dan kalau benar dia mengadakan perhubungan dengan para pemberontak, jangan ragu-ragu lagi, tangkap dan binasakan Songciangkun!" "Baik, Yang Mulia. Hamba akan mengaturnya!" jawab Bouw-ciangkun yang merasa girang karena diam-diam panglima ini membenci Song Thian Lee yang mendapat kepercayaan besar dari Kaisar. Dia merasa iri dan benci. Akan tetapi, orang yang baik dan benar selalu dilindungi oleh Kekuasaan yang tidak tampak. Percakapan antara dua panglima dan kaisar ini didengar oleh seorang thai-kam kasim yang bertugas di situ. Thia-kam ini amat mengagumi Song Thian Lee, dan mendengar itu, diam-diam dia lalu mengirim surat kepada Thian Lee, memberitahu bahwa pendekar itu teramcam dan harus berhati-hati karena tindak-tanduknya akan diamati dengan ancaman mati. Song Thian Lee bercakap-cakap dengan, isterinya tentang permintaannya mundur dari jabatannya. "Apa yang kaulakukan itu aku setuju sekali, Lee-ko. Kalau aku teringat akan orang-orang tua kita yang tewas oleh pasukan pemerintah, sungguh aneh sekali kalau sekarang engkau malah nenjadi panglima pemerintah. Aku sendiri puteri angkat seorang pangeran, maka akupun tidak dapat berkata apa-apa ketika engkau diangkat menjadi panglima. Namun di sudut hatiku, aku merasa tidak enak sekali." Tiraikasih Website "Benar kata-katamu. Bukan hanya mengingat akan orang tua kita, akan tetapi juga mengingat akan saudara-saudara Para pendekar di dunia kang-ouw, mereka tentu tidak senang mendengar aku menjadi panglima kerajaan. Ayahku dulu adalah seorang tokoh Kun-lun-pai yang patriotik yang gagah, akan tetapi anaknya sekarang menjadi panglima kerajaan penjajah. Kalau aku melakukan tugas membasmi pemberontak, aku sering bertemu dengan orang-orang kangouw yang ikut memberontak. Nah, di situ hatiku menjadi tidak senang sekali karena pekerjaanku ini berlawanan dengan batinku." "Lalu, kalau engkau sudah mengundurkan diri, apakah kita juga akan tetap tinggal di kota raja, Lee-ko?" "Tidak, Lan-moi. Kota raja bukan tempat yang tepat untuk kita hidup secara aman dan tenteram. Aku akan tinggal di kampung halamanku, yaitu di dusun Tung-sinbun yang tidak jauh dari kota raja. Aku akan menjauhkan diri dari semua pemberontakan-pemberontakan kecil sambil menanti datangnya saat di mana rakyat yang akan memberontak terhadap penjajah. Aku juga akan menjauhkan diri dari dunia kang-ouw. Aku ingin tinggal di dusun di mana dahulu ayahku tinggal dan hidup sebagai seorang petani." "Akan tetapi kalau sekali waktu aku merasa rindu kepada ibu, bolehkah aku pergi menengoknya di istana ayah?" "Tentu saja boleh." Beberapa hari kemudian, surat keputusan dari Kaisar tiba, yaitu yang menyetujui bahwa Thian Lee mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai panglima. Karena setelah tidak lagi menjali panglima muda dia harus meninggalkan gedung yang sekarang menjadi tempat tinggalnya, maka setelah menerima surat keputusan itu, Thian Lee segera memboyong keluarganya pindah ke dusun Tung-sin-bun. Tiraikasih Website Pangeran Tang Gi Su, ayah tiri Cin Lan, terkejut sekali mendengar akan mundurnya Thian Lee dari jabatannya. Dia segera mengunjungi Thian Lee dan bertanya tentang hal itu. Akan tetapi setelah menerima penjelasan Thian Lee, pangeran yang bijaksana itupun dapat mengerti. Mantunya adalah seorang pendekar besar, tentu saja merasa tidak enak kalau harus bermusuhan dengan sesama pendekar yang mendukung pemberontakan terhadap pemerintah Mancu. Dia hanya menghela napas dan memesan kepada mantunya itu agar jangan melibatkan diri dengan pemberontakan karena dia akan merasa berduka sekali kalau mantunya menjadi musuh kerajaan. Ci Tung-sin-bun, Thian Lee membeli rumah ayahnya yang dulu, membangunnya kembali dan membeli beberapa petak sawah ladang dan selanjutnya dia hidup sebagai petani. Sama sekali dia tidak tahu dan tidak mengira bahwa segala gerak geriknya diawasi dengan tajam oleh orang-orang yang disebar oleh Bouw-ciangkun dan Coa-ciangkun. Dia hidup sebagai seorang petani, mempergunakan tenaga buruh tani untuk menggarap sawah ladangnya, juga dia berusaha untuk memperdagangkan hasil bumi. Thian Lee hidup dengan tenang dan sederhana bersama Tang Cin Lan dan Song Han San, putera mereka yang kini sudah berusia tiga tahun. -oomchoo- Kota Cin-an, amat ramainya.. Kota besar ini menjadi penting karena berada di dekat Sungai Huang-ho yang menghubungkannya sampai ke lautan di Teluk Pohai, dan menghubungkan kota Cin-an dengan barat. Lalu lintas perdagangan melalui Sungai Huang-ho menjadi kota Cin-an makin ramai dikunjungi banyak pedagang dari lain daerah. Untuk menampung dan melayani para pengunjung yang Tiraikasih Website banyak jumlahnya, maka di Cin-an didirikan banyak rumah penginapan yang merangkap sebagai rumah makan. Pada suatu hari, seorang pemuda yang menumpang pada perahu besar yang membawa banyak penumpang yang datang dari barat, turun mendarat lalu nelakukan perjalanan menuju kota Cin-an. Pemuda ini berusia duapuluh satu tahun, berpakaian sebagai seorang pelajar miskin karena pakaiannya terbuat dari kain kasar. Pemuda ini berwajah tampan dan gerak geriknya lembut seperti biasa gerakan seorang pelajar atau sastrawan. Mulutnya yang selalu mengandung senyum ramah dan sabar itu membuat wajahnya selalu tampan cerah gembira dan matanya yang bersinar-sinar menandakan bahwa dia memandang kehidupan ini sebagai sesuatu yang patut disyukuri dan menggembirakan. Pemuda itu bukan lain adalah Cia Tin Han. Seperti kita ketahui, Tin Han adalah putera Cia Kun dan cucu Nenek Cia yang galak. Tidak seperti kakaknya, Cia Tin Siong yang sejak kecil tampa mempelajari ilmu silat dengan tekun Tin Han lebih kelihatan sebagai seorang sastrawan yang suka akan pelajaran sastra. Akan tetapi di luar tahu semua keluarganya, diam-diam Tin Han digembleng oleh seorang pertapa aneh berjuluk Bu Beng Lo-jin sehingga tanpa ada yang mengetahui dia memiliki tingkat ilmu silat yang bahkan lebih tinggi dari pada kakaknya, bahkan tingkatnya hampir menandingi tingkat kepandaian silat neneknya. Akan tetapi, kalau neneknya dan seluruh keluarganya berwatak patriot dan mati-matian membenci Kerajaan Mancu dan berusaha dengan segala daya untuk menentang pemerintahan, sebaliknya Tin Han tidak menyetujui sikap neneknya yang tidak segan bersekutu dengan orang-orang Jepang dan orang-orang sesat. Tin Han memiliki jiwa patriot sejati yang tidak mau dikotori oleh hubungan dengan orangorang dari dunia sesat, apa lagi dengan orang-orang Jepang Tiraikasih Website yang sesungguhnya hanya bajak- bajak laut itu. Dia berjiwa pendekar yang menegakkan kebenaran dan keadilan. Kalau keluarganya memusuhi semua pembesar walaupun ada di antara mereka yang baik dan bijaksana, Tin Han tidak memusuhi pembesar yang bijaksana, hanya menentang pembesar yang menindas rakyat, pembesar korup yang hanya memperkaya diri sendiri tanpa memperdulikan kesengsaraan rakyat. Terhadap pembesar yang bijaksana, Tin Han hanya memperingatkan agar mereka tidak menjadi antek Mancu menindas rakyat. Ketika keluarganya bersekutu dengan orang-orang Jepang dan para tokoh sesat, membantu pemberontakan yang dilakukan Phoa-ciangkun di pantai timur, Tin Han tidak ikut, bahkan beberapa kali dia menghalangi keluarganya yang menangkap Lee Cin dan juga Thian Lee yang menyamar sebagai orang biasa dalam penyelidikannya. Dalam melakukan hal ini Tin Han mengenakan pakaian dan topeng hitam sehingga dia dikenal sebagai Si Kedok Hitam. Akan tetapi akhirnya dia ketahuan oleh keluarganya dan dalam pertempuran sebagai Kedok Hitam menentang keluarganya dan membebaskan Lee Cin, dia terkena tendangan neneknya dan terjatuh ke dalam jurang yang amat dalam. Baru pada saat itu keluarganya tahu bahwa Si Kedok Hitam adalah Tin Han. Telah diceritakan di bagian depan, betapa Tin Han yang terjatuh ke dalam jurang tertolong oleh Hek-tiauw-ko, burung rajawali hitam yang besar itu dan bertemu dengan gurunya, Bu Beng Lojin dan Thai Kek Cin-jin kakek pertapa pemilik burung rajawali yang berilmu tinggi. Selanjutnya, Tin Han menjadi murid Thai Kek Cin-jin. Walaupun dia diajar ilmu oleh kakek sakti itu selama tiga bulan saja, namun tingkat kepandaiannya telah maju dengan pesat sekali dan kini Tin Han sama sekali berbeda dengan Tin Han sebelum dia terjatuh ke dalam jurang! Dia telah menguasai dua macam ilmu yang diajarkan Thaikek Cin-jin, yaitu pertama Tiraikasih Website Ilmu Silat Hek-tiau-kun Silat Rajawali Hitam, dan cara menghimpun tenaga sin-kang yang disebut Khong-sim Sinkang yang membuat dia dapat bergerak cepat sekali dan tenaganya menjadi amat kuat. Setelah berpisah dari Thai Kek Cin-jin, Tin Han lalu mulai melakukan perjalanan merantau. Pertama-tama dia pergi ke kota Hiu-cu di kaki bukit Lo-sian-san untuk mencari tahu perihal keluarganya. Akan tetapi di tempat ini dia hanya melihat bekas tempat tinggal keluarganya saja dan tidak ada seorangpun mengetahui di mana adanya keluarga Cia sekarang. Dari situ dia lalu melakukan perjalanan merantau, memenuhi pesan gurunya bahwa dia harus bertindak sebagai seorang pendekar pembela kebenaran dan keadilan. Pada suatu hari, dia tertarik untuk menumpang perahu dan setelah perahu tiba di dekat Cin-an, dia mendarat karena hatinya tertarik untuk pergi ke Cin-an, kota yang ramai itu. Perjalanan dari tepi Huang-ho ke Cin-an memakan waktu sehari. Dari tepi sungai itu telah dibangun jalan yang cukup lebar dan para pedagang yang datang berkunjung, biasanya melakuka perjalanan bersama-sama agar lebih aman. Bahkan di Cin-an maupun di tepi sungai itu, banyak piauwsu pengawal bekerja untuk mengawal mereka agar selamat dalam perjalanan. Jarang ada yang berani melakukan perjalanan seorang diri karena dia dapat menjadi korban orang-orang jahat yang suka merampok. Dengan berkelompok mereka dapat menyewa beberapa orang piauwsu untuk mengawal mereka, apa lagi mereka yang membawa barang dagangan dan menggunakan gerobak-gerobak untuk mengangkut barang-barang dagangan mereka itu. Di antara para piauw-su dan para penjahat itu sudah ada kerja sama yang baik. Para piauw-su itu suka memberi uang jalan Tiraikasih Website kepada para penjahat dan mereka tidak akan mengalami gangguan. Akan tetapi Tin Han yang ingin menikmati perjalanan itu, melakukan perjalanan seorang diri saja. Dia melangkah santai sambil menggendong buntalan pakaian di punggungnya, menikmati keindahan pemandangan alam di sepanjang perjalanan. Lembah Sungai Huang-ho di waktu tidak sedang meluap karena banyak turun hujan, merupakan lembah yang subur sehingga pemandangan indah sekali. Ketika Tin Han sedang berjalan seenaknya, terdengar seruan-seruan dari belakang. Dia cepat menengok dan berjalan minggir. Ternyata serombongan pedagang membawa dua gerobak barang dagangan sedang melakukan perjalanan cepat. Mereka dikawal oleh sepuluh orang piauw-su yang membawa golok telanjang di tangan. Tin Han berhenti dan memandang mereka itu. Kenapa orang-orang ini membawa pengawal, pikirnya. Tentu perjalanan di sini kurang aman. Baru saja dia berpikir demikian, dia melihat di depan muncul belasan orang yang menghadang di jalan. Tin Han yang ingin tahu segera mendekat dan menonton dari kejauhan. Dia melihat betapa para piauw-su itu menghampiri mereka yang menghadang di tengah jaIan dan mereka bercakap-cakap, lalu para piauw-su itu menyerahkan barang entah apa kepada mereka. Mereka bercakap sambil tertawa-tawa dan setelah itu, belasan orang itu berloncatan meng hilang ke balik semak-semak. Rombongarr itu lalu melanjutkan perjalanan mereka. Tin Han mengangguk-angguk. Biarpun dia tidak tahu apa yang dibicarakan oleh para piauw-su dan para pedagang tadi, dia dapat menduga. Tentu para piauw-su itu telah memberi "uang jaIan" kepada para perampok itu sehingga rombongan itu dibiarkan lewat dengan aman. Ini merupakan semacam pemerasan pikirnya. Perampok-perampok itu Tiraikasih Website menerima suapan dari para piauw-su dan ini merupakan kerja sama mereka. Tentu para piauw-su itu minta ganti dari para pedagang. Lalu ke mana perginya para petugas keamanan? Di mana-mana dia melihat terjadinya perampokan-perampokan tanpa adanya petugas keamanan untuk membasmi para penjahat itu. Ini hanya menunjukkan bahwa mereka yang bertugas menjadi komandan pasukan keamanan daerah itu tidak bekerja dengan benar. Kalau mereka itu bijaksana, tentu sudah mendengar akan adanya gangguan ini dan mudah saja bagi mereka untuk membasmi para perampok itu. Sungguh kasihan rakyat, seolah tidak ada yang melindungi, dan terpaksa harus menyuap para perampok. Yang paling menderita tentulah para pembeli barang dagangan itu karena dengan adanya biaya yang banyak dalam perjalanan, tentu barang dagangannya akan dinaikkan harganya. Akhirnya yang menderita adalah rakyat yang membutuhkan barang-barang itu. Tin Han melanjutkan perjalanannya. Ketika dia tiba di tempat di mana para penghadang tadi muncul, dia melihat dua orang tiba-tiba muncul dari balik semak-semak. Dia tidak menjadi heran atau kaget karena dia sudah tahu bahwa mereka tentulah perampok yang sengaja akan "memungut pajak" kepada setiap orang yang lewat di situ. "Berhenti !" bentak seorang di antara mereka yang bertubuh tinggi besar dan berwajah seram. "Ada apakah kalian menyuruhku berhenti?" tanya Tin Han sambil tersenyum ramah. "Kalau kalian hendak menanyakan jalan, aku sendiri orang yang baru datang di sini dan tidak mengenal jalan." "Hayo bayar dulu pajak jalanan kepada kami!" bentak pula si tinggi besar sambil mengamangkan goloknya yang telanjang. "Pajak jalanan apa yang kau maksud kan? Aku tidak mengerti," kata Tin Han, pura-pura. Tiraikasih Website "Yang lewat di sini harus membayar pajak jalanan kalau ingin selamat sampai di Cin-an!" "Akan tetapi aku tidak mempunyai uang," katanya. "Kalau tidak punya uang, tinggalkan buntalan yang kaugendong itu dan kami akan menggeledah kanttmgkantung pakaianmu!" "Wah, jangan begitu, sobat. Buntalan ini adalah pakaianku untuk berganti pakaian, dan uangku hanya tinggal dua tail." Tin Han mengeluarkan uangnya yang memang hanya tinggal dua tail, lalu menyodorkan kepada mereka. "Untuk apa uang dua tail ? Hayo lepaskan buntalan itu!" Perampok ke dua yang bertumbuh pendek gendut merenggutkan buntalan pakaian itu dari pundak Tin Han. Kemudian, yang tinggi besar menggeledah saku pakaian Tin Han akan tetapi dia tidak menemukan apapun yang berharga. Dia lalu mengantungi uang yang dua tail perak dan mengambil pula buntalan pakaian Tin Han. "Nah, tinggalkan buntalan ini dan kau boleh melanjutkan perjalananmu. Cepat!" Si tinggi besar mengamangkan goloknya. Tin Han cepat melanjutkan perjalanannya. Ketika dia tiba di sebuah tikungan jalan, Tin Han melompat ke dalam hutan di sebelah kanan jalan dan. di balik sebatang potion besar dia menanggalkan pakaian luarnya. Kini dia memakai pakaian dalam yang serba hitam, mengambil pula kain hitam yang tadinya dilibatkan di pinggang dan memasang kain hitam itu di depan mukanya. Yang tampak kini hanya sepasang matanya. Setelah menanggalkan pakaian luarnya dan mengenakan pakaian hitam yang memang sudah dipakainya di sebelah dalam, gerakan Tin Han berubah. Dengan gesit sekali dia lalu melompat dan berlari ke tempat tadi. Dia tidak melalui jalan raya, melainkan menyusup-nyusup dalam hutan itu mencari-ari. Akhirnya dia menemukan gerombolan perampok itu. Tiraikasih Website Ternyata gerombolan itu mempunyai sebuah pondok besar di tengah hutan dan mereka sedang minum minum, bahkan ada yang mabok dan tertawa-tawa. "Ha-ha-ha, hasil kita hari ini cukup memuaskan!" kata seorang di antara mereka. "Wah, lama-lama kita bisa menjadi malas, mendapatkan hasil besar tanpa bekerja sedikitpun." "A-sam! Kenapa sastrawan miskin itu tidak kau biarkan lewat saja? Sialan besar, uangnya hanya dua tail dan buntalan itu hanya terisi pakaian butut!" "Ticlak ada seorangpun yang boleh kita biarkan lewat tanpa membayarkan sesuatu. Terlalu enak bagi sastrawan itu kalau dia lewat tanpa membayarkan apa-apa. Biar dia tahu rasa, datang ke Cin-an tanpa sekepingpun uang di sakunya dan tanpa pakaian pengganti sepotongpun, ha-haha!" Semua orang tertawa geli membayangkan sastrawan miskin itu kebingungan di Cin-an! Tin Han mengerutkan alisnya dan dia segera melompat turun dari atas pohon, tiba di depan pondok. Semua perampok itu terkejut bukan main ketika tiba-tiba ada seorang berpakaian hitam dan bertopeng hitam pula berada di situ. Kepala gerombolan itu seorang tinggi kurus yang wajahnya kekuning-kuningan. Melihat orang bertopeng, dia menjadi marah dan segera maju dan membentak, "Siapa kau dan mau apa datang ke sini?" Sementara itu temantemannya sudah mengambil posisi mengepung Tin Han. "Tidak penting siapa aku! Yang penting, lekas kalian kumpulkan semua barang dan uang hasil rampokan kalian dan serahkan kepadaku!" bentak Tin Han. Tiraikasih Website Kepala gerombolan itu tentu saja menjadi marah bukan main. Mereka adalah perampok-perampok ganas, bagaimana kini ada orang yang berani merampok mereka? "Jahanam busuk, tidak tahukah engkau dengan siapa engkau berhadapan? Aku adalah Toat-beng Ui-houw Harimau Kuning Pencabut Nyawa yang sudah terkenal di wilayah ini. Hayo katakan siapa engkau dan cepat berlutut kalau engkau tidak ingin nyawamu kucabut!" Sambil berkata demikian, kepala gerombolan yang nama julukannya Harimau Kuning Pencabut Nyawa itu telah melolos sebatang golok besar yang tampaknya berat dan tajam sekali. Tin Han tersenyum di balik topengnya. "Engkau yang jahanam busuk! Kalau tidak cepat kalian berikan semua hasil rampasan dan sogokan dari para piauw-su itu, jangan salahkan aku kalau engkau menjadi Bu-thow Ui-houw Hari mau Kuning Tanpa Kepala!" Dimaki dengan ejekan seperti itu, kepala perampok menjadi marah bukan main. "Bunuh jahanam ini!" perintahnya dan limabelas orang anak buahnya sudah menerjang maju sambil menghujankan golok mereka. Mereka mengira bahwa orang bertopeng itu akan roboh dengan tubuh hancur lebur. Akan tetapi, "trang trang-trang!" golok mereka sating beradu dan si kedok hitam sudah tidak berada di tengah-tengah mereka. Mereka memutar tubuh dan melihat betapa si kedok hitam sudah berdiri di sana sambil tertawa-tawa. Dengan marah mereka menerjang lagi. Akan tetapi sekali Tin Han tidak mengelak dan begitu dia menggerakkan kaki tangannya, golok-golok berpelantingan disusul para pengeroyok itu roboh satu demi satu. Melihat ini, Toat-beng Ui-houw menjadi marah sekali dan sambil mengeluarkan bentaka panjang nyaring diapun lari menghampiri dan menyerang Tin Han dengan goloknya. Serangan yang cukup dahsyat itu tampaknya tidak diperdulikan oleh Tin Han. Akan tetapi setelah golok itu Tiraikasih Website mendekat kepalanya, tiba-tiba tangan kirinya menyambar dan menyambut. Dengan tangan telanjang Tin Han menangkap golok itu dan tangan kirinya membabat lengan kanan kepala gerombolan. "Trakk......... ......... aduhhh.....!" Kepala gerombolan menjerit kesakitan karena lengan kanannya patah tulangnya ketika bertemu dengan tangan Tin Ham. Sebelum dia dapat berbuat selanjutnya, sebuah tendangan Tin Han membuat tubuhnya terlempar ke belakang sampai lima meter dan jatuh berdebuk di atas tanah. Para anak buah perampok itu menjadi penasaran dan semakin marah. Mereka menyerang lagi, akan tetapi kini tubuh Tin Han berlompatan ke sana sini membagi-bagi tamparan dan tendangan sehingga dalam waktu singkat limabelas orang anak buah gerombolan itu sudah jatuh tersungkur semua! Bukan main kagetnya Toat-beng Ui houw. Diapun menjadi ketakutan dan maklum bahwa dia bertemu dengan seorang sakti! Maka, tanpa malu-malu la gi dia lalu berlutut dan mengangguk-anggukkan kepalanya ke arah Tin Han sambil berkata, "Tai-hiap Pendekar Besar, ampunkan kami semua......... " Dia meratap dan melihat ini, limabelas orang anak buahnya juga segera berlutut sambil menganggukanggukkan kepalanya. Tin Han bertolak pinggang. "Hayo cepat lakukan perintahku. Keluarkan semua uang dan barang rampasan dan suapan yang kalian terima dari para piauw-su itu!" Kepala perampok itu memberi isya rat dan lima orang anak buahnya setengah berlari ke dalam pondok dan mereka keluar lagi sambil membawa banyak barang dan uang, ditumpuk di depan Tin Han. Tin Han mengambil tumpukan uang yang banyaknya tidak kurang dari limapuluh tail perak. Dia mengambil pula Tiraikasih Website buntalan pakaianya, memasukkan uang itu ke dalam buntalannya lalu menggendong lagi buntalan itu di punggungnya. " Aku hanya mengambil uang dan buntalan ini, barang selebihnya boleh kalian miliki. Akan tetapi, mulai saat ini kalian tidak boleh lagi melakukan penghadangan dan perampokan di sini. Kalau kalian masih melakukannya, aku akan datang kembali dan tidak akan memberi ampun kepada kalian semua. Akan kubunuh kalian satu demi satu!" Tin Han membalikkan tubuhnya dan hendak pergi dari situ. "Ampun, tai-hiap. Kami akan menaati perintah tai-hiap, akan tetapi harap tai-hiap memberitahu siapa sebetulnya tai-hiap," kata kepala gerombolan dengan takut-takut. "Hemm, sebut saja aku Hek-tiauw Eng-hiong Pendekar Rajawali Hitam !" setelah berkata demikian, sekali berkelebat Tin Han sudah lenyap dari depan mata mereka. Tin Han kembali ke tempat di mana dia meninggalkan pakaiannya dan dengan cepat dia mengenakan lagi pakaian biasa di sebelah luar itu dan sambil menggendong buntalannya dia melanjutkan perjalanannya menuju Cin-an. Dia tersenyum senang. Uangnya tinggal dua tail dan uang limapuluh tail yang dia rampas dari para perampok itu amat berguna baginya. Untuk biaya perjalanannya. Melakukan perjalanan merantau membutuhkan uang untuk biaya dan dari mana dia dapat memperoleh uang itu? Kalau perlu dia harus mencuri atau mengambil dari tangan para penjahat! -oomchoo- Di kota Cin-an, Tin Han bermalam di sebuah rumah penginapan yang juga merupakan sebuah rumah makan yang besar. Setelah mendapatkan kamar, dia pergi ke depan, Tiraikasih Website bagian rumah makan dan mengambil tempat duduk di meja yang berada di sudut belakang. Selagi dia menanti datangnya pesanan makanan, dia melihat-lihat ke bagian lain dari ruangan rumah makan itu. Dia tertarik ketika melihat seorang laki-laki berusia kurang lebih tigapuluh tahun duduk seorang diri menghadapi meja. Laki-laki ini bertubuh sedang dan wajahnya cukup tampan, pakaiannya sederhana berwarna serba hijau. Yang menarilc perhatian Tin Han adalah sebuah tongkat bambu kuning yang terselip di punggungnya. Aneh sekali orang itu, pikirnya. Agaknya karena tidak berani membawa senjata yang dilarang oleh pemerintah, dia membawa tongkat bambu kuning sebagai pengganti pedang. Rambutnya dikuncir panjang dan berada di belakang punggung lewat pundaknya. Sepasang matanya bersinar tajam dan diam-diam Tin Han dapat menduga bahwa orang itu tentu memiliki ilmu silat yang tangguh. Dari sinar matanya saja dia dapat menduga bahwa dia seorang ahli lweekeh Tenaga dalam yang kuat. Ketika orang itu mengangkat muka dan mereka bertemu pandang, Tin Han mengalihkan pandang matanya dan tidak memperhatikan lagi orang itu, yang mulai makan karena hidangan yang dipesannya sudah diantar oleh seorang pelayan. Pada saat itu, ruangan tamu di rumah makan itu sudah terisi separuhnya. Tiba-tiba masuk dua orang yang membuat Tin Han terkejut sekali karena dia menyangka bahwa seorang di antara mereka adalah Souw Lee Cin! Gadis itu mirip benar dengan Lee Cin. Akan tetapi debar jantungnya menjadi tenang kembali setelah dia mendapat kenyataan bahwa gadis itu bukan Lee Cin, melainkan seorang gadis yang mirip dengan Lee Cin. Setelah diperhatikan, biarpun gadis itu juga cantik, akan tetapi tidaklah secantik Lee Cin. Teman gadis itu juga seorang pemuda yang usianya sekitar duapuluh lima tahun dan tampak gagah dan tampan. Tiraikasih Website Mereka lalu mengambil tempat duduk di meja yang kosong dan memesan makanan. Pada saat itu, orang berbaju hijau itupun mengangkat muka memandang kepada dua orang muda yang baru masuk karena mereka kebetulan duduk di bagian depannya. Dan Tin Han melihat sesuatu yang membuatnya terkejut. Dari sinar mata orang berbaju hijau itu tampak kebencian dan kemarahan yang amat hebat! Akan tetapi agaknya orang itu menahannya dan tetap melanjutkan makannya. Tin Han juga tidak memperhatikannya lagi. Pertemuannya dengan gadis yang mirip Lee Cin ini membuat Tin Han teringat kepada gadis yang dicintanya itu. Dia mencinta. Lee Cin dan perasaan hatinya ini telah dibisikkannya kepada gadis itu ketika dia menolongnya lari dari tangan keluarganya. Dia sudah mengaku bahwa dia mencinta Lee Cin, sebagai Si Kedok Hitam! Di manakah adanya Lee Cin sekarang? Dan apakah gadis itu melihat dia terjatuh ke dalam jurang? Kalau melihatnya demikian, tentu Lee Cin akan menganggap bahwa dia. telah mati! Tin Han termenung dan teringat bahwa Lee Cin adalah puteri Bengcu Souw Tek Bun di Hong-san. Sekali waktu dia akan mencari Lee Cin di sana. Tentu saja dia tidak dapat mencarinya sebagai Si Kedok Hiram karena Si Kedok Hitam pernah melukai Souw Tek Bun yang tentu akan menganggapnya sebagai musuh. Dia akan mencarinya, sebagai Tin Han! Lee Cin tentu belum mengetahui bahwa dialah Si Kedok Hitam, dan sebagai Tin Han dia dapat menemui gadis itu dengan aman, tidak terganggu oleh ayah gadis itu. Berdebar jantungnya teringat akan Lee Gin. Bagaimana gadis itu akan menyambutnya kalau bertemu dengannya sebagai Tin Han? Sepanjang ingatannya, Lee Cin bersikap baik kepadanya sebagai Tin Han, sikap bersahabat. Entah bagaimana penerimaan gadis itu terhadap dirinya sekarang, apa lagi kalau dia menyatakan cintanya! Tiraikasih Website Lamunannya terganggu dengan datangnya pelayan yang membawa makanan pesanannya. Dia lalu mulai makan dan kembali dia mengerling ke arah pemuda baju hijau. Pemuda baju hijau itu telah selesai makan sekarang, akan tetapi dia masih minum-minum sambil terkadang melirik ke arah muda-mudi yang makan di meja yang berada di depannya. Tin Han merasa curiga. Sinar mata pemuda baju hijau itu selalu ditujukan kepada si gadis, tidak pernah memandang si pemuda kawan gadis itu. Tin Han teringat akan sesuatu dan terkejut. Dia pernah mendengar akan adanya penjahat yang disebut jai-hwa-cat penjahat pemetik bunga yang kerjanya menculik gadisgadis cantik untuk diperkosa. Jangan-jangan pemuda baju hijau itu sebangsa jai-hwa-cat! Ja i-hwa -c at atau bukan, pemuda baju hijau itu bersikap mencurigakan dan dia harus waspada. Biarpun gadis dan pemuda itu juga kelihatan sebagai orang-orang yang tidak lemah, namun kalau perlu mereka harus dilindungi, apalagi gadis itu yang mirip Lee Cin. Tak lama kemudian, ketika pesanan makanan gadis dan pemuda itu diantar oleh pelayan, pemuda baju hijau bangkit berdiri, membayar makanan dan hendak pergi keluar. Dia melewati meja gadis dan pemuda itu,. berhenti dan tiba-tiba bertanya kepada gadis itu. "Maafkan sa ya, bukankah nona ini she Souw?" "Bukan!" jawab gadis itu tak senang karena ada orang laki-laki yang berani mengajaknya bicara. "Ah, maaf," kata pemuda baju hijau dan diapun pergi dari situ. Tin Han yang mendengar pertanyaan itu berdebar-debar. She Souw? Kalau begitu, agaknya pemuda baju hijau itupun mengira bahwa gadis itu adalah Souw Lee Cin! Apa hubungannya dengan Lee Cin? Akan tetapi, jelas bahwa hubungan itu tidak akrab. Buktinya pemuda itu mengira Tiraikasih Website gadis itu Lee Cin. Kalau sudah berhubungan akrab, tentu dapat mengetahui bahwa ia bukan Lee Cin. Tin Han sengaja memperlambat makannya karena dia ingin menanti sampai gadis dan pemuda itu selesai makan. Dia harus membayangi mereka secara diam-diam, untuk melindungi mereka karena dia semakin curiga kepada pemuda baju hijau itu. Setelah dua orang itu selesai makan dan membayar kepada pelayan lalu keluar. dari rumah makan, Tin Han juga ke luar sambil masih menggendong buntalan pakaiannya. Dia tidak meninggalkan buntalan itu di kamarnya karena ada uang limapuluh tail perak dalam buntalan. Diam-diam dia membayangi kedua orang itu yang segera keluar di jalan besar. Belum jauh gadis dan pemuda itu pergi, Tin Han melihat pemuda baju hijau yang tadi keluar dari tikungan jalan dan membayangi mereka berdua. Diam-diam dia tersenyum geli. Orang berbaju hijau itu membayangi pemuda dan gadis sedangkan dia membayangi si pemuda baju hijau! Siapakah pemuda baju hijau yang mencurigakan itu? Seperti telah diduga oleh Tin Han, pemuda itu bukan orang biasa, melainkan seorang jagoan yang tinggi ilmu silatnya. Dia bernama Yauw Seng Kun dan dia adalah murid dari mendiang Jeng-ciang-kwi Chi Sam Ti! Seperti kita ketahui, Jeng-ciang-kwi yang bermusuhan dengan Ang-tok Mo-li Bu Siang, ketika sedang merayakan hari ulang tahunnya, diserbu oleh Ang-tok Mo-li dan Lee Cin. Ibu dan anak ini mengamuk. Ang-tok Mo-li mengamuk dan merobohkan banyak anak buah Jeng ciang-kwi, sedangkan datuk dari Guha Tengkorak itu sendiri dihadapi Lee Cin. Dalam pertandingan satu lawan satu yang amat seru, akhirnya Jeng-ciang-kwi dapat terbunuh oleh Lee Cin. Pada saat itu, Yauw Seng Kun juga berada di antara mereka Akan tetapi melihat betapa gurunya tewas, diapun seperti yang lain-lain Tiraikasih Website menyerah dan tidak melawan lagi. Akan tetapi diam-diam dia mendendam kepada Lee Cin. Setelah Lee Cin dan ibunya pergi, Yauw Seng Kun rajin melatih diri dengan ilmu silat yang dia pelajari dari gurunya. Demikian tekun dia melatih diri sehingga dia memperoleh banyak sekali kemajuan. Setelah merasa dirinya kuat, dia mulai pergi untuk mencari musuh besarnya. Akan tetapi, sebelum dia pergi mencari Lee Cin yang dia tahu bersama Ang-tok Mo-li berada di Bukit Ular. dia kedatangan tamu. Tamu itu adalah utusan Thian-te Mo-ong yang mencari Jeng-ciang-kwi. Oleh Thian-te Mo-ong Jengciang- kwi ditawari kedudukan yang baik kalau mau bekerja sama dan mau datang ke Pulau Naga di mana Beng-cu yang baru berada. Utusan Thian-te Mo-ong dengan jelas memberitahu kepada Yauw Seng Kun bahwa kini kedudukan Beng-cu yang baru amat kuat, mendapat dukungan dari Siang Koan Bhok dan Thian-te Mo-ong. Beng-cu bermaksud untuk mengumpulkan para datuk, diajak bekerja sama untuk menentang pemerintah Mancu dan mengambil alih kekuasaan. Kelak kalau perjuangan mereka berhasil, mereka semua tentu akan memperoleh kedudukan yang tinggi dan mulia. "Sayang, guruku telah tewas terbunuh oleh musuh," kata Yauw Seng Kim. "Aku sedang hendak mencari musuh besar itu untuk membalas dendam atas kematian suhu." Utusan itu bertanya, siapakah musuh besar yang telah membunuh Jeng ciang- kwi?” "Dia adalah Souw Lee Cin dan ibu nya, Ang-tok mo Li.” "Ah, mereka adalah orang-orang yang lihai sekali!" kata utusan itu. "Kalau engkau suka bersekutu dengan kami, tentu akan lebih mudah untuk membalas kematian gurumu." Utusan itu adalah seorang tokoh dunia sesat yang ditugaskan untuk membujuk tokoh-tokoh kangouw lainnya_ Dia bernama Ma Huan dan mempunyai pergaulan yang luas Tiraikasih Website di dunia golongan sesat. Maka, begitu mendengar bahwa Jeng-ciang-kwi telah meninggal dunia, dia membujuk Yauw Seng Kun untuk bergabung dengan Pulau Naga. Dia tahu bahwa sebagai murid Jeng-ciang-kwi, tentu Yauw Seng Kun berkepandaian tinggi pula, apa lagi majikan baru dari Cuba Tengkorak ini juga memiliki anak buah yang hampir limapuluh orang banyaknya. Yauw Seng Kim tertarik sekali. "Baiklah, aku akan berkunjung dulu ke Pulau Naga dan melihat keadaan. Kalau nanti aku merasa tertarik untuk bergabung, aku akan membawa semua anak buahku ke sana." Demikianlah, Yauw Seng Kun lalu mengadakan perjalanan menuju ke Pulau Naga dan kebetulan pada hari itu dia tiba di Cm-an dan bertemu dengan seorang gadis yang mirip sekali dengan Lee Cin. Dia baru satu kali melihat Lee Cin, yaitu ketika gadis itu bertanding melawan gurunya, karena itu melihat gadis yang mirip sekali dengan Lee Cin, dia mengira bahwa gadis itu benar-benar musuh besarnya. Biarpun setelah bertanya apakah gadis itu she Souw dan mendapat jawaban bukan, hatinya masih penasaran dan diam-diam dia menanti di luar rumah makan lalu membayangi gadis dan pemuda itu. Seng Kun sama sekali tidak tahu bahwa. ada orang lain yang membayangi dia! Siapakah gadis yang mirip Lee Cin dan siapa pula pemuda yang melakukan perjalanan bersamanya? Pemuda itu bernama The Siang In, seorang pemuda yang tinggal bersama orang tuanya di Ho-ciu. Adapun gadis yang mirip Lee Cin itu bernama The Kiok Hwa, adik kandungnya. Kakak beradik ini baru saja meninggalkan perguruan mereka di Kun lun-pai dan mereka hendak pulang ke Ho-ciu. perjalanan itu amat jauh, setibanya di Cin-an mereka kehabisan uang. Sebagai pendekar-pendekar Kunlun, mereka pantang melakukan hal tercela untuk mencari uang, Tiraikasih Website maka setelah menghabiskan sisa uang untuk membeli makanan di rumah makan, mereka lalu keluar untuk mencari tempat ramai dengan maksud untuk mencari dana dengan memainkan ilmu silat di depan umum. Setelah kakak beradik ini tiba di sebuah taman umum yang ramai, keduanya lalu berniat untuk memamerkan ilmu silat mereka di tempat itu dan minta bantuan uang dari para penonton. Sesungguhnya mereka berdua masih malu-malu karena belum pernah mereka melakukan hal ini, akan tetapi karena bekal uang yang sedikit sudah habis dan mereka membutuhkan uang untuk pembeli makanan dan penyewa kamar, mereka memberanikan diri. The Siang In dengan muka kemerahan berdiri dan bertepuk tangan memancing perhatian banyak orang. "Saudara-saudara sekalian yang budiman!" teriaknya dan orangpun mulai berdatangan dan membentuk lingkaran menonton apa yang hendak diperbuat pemuda dan gadis cantik itu. "Saudara-saudara yang budiman. Kami kakak beradik she The yang berasal dari Ho-ciu, karena di tengah perjalanan kehabisan uang, kami hendak mempertontonkan ilmu silat dengan harapan saudara sekalian sudi memberi imbalan sekedarnya untuk kami pakai sebagai bekal perjalanan kami yang masih jauh." Setelah berkata demikian, diapun mengangguk kepada Kiok Hwa. Gadis inipun bangkit berdiri, memberi hormat ke empat penjuru sambil berkata, "Harap cu- wi saudara sekalian tidak menertawakan ilmu silat yang masih dangkal!" Setelah berkata demikian, mulailah gadis itu bersilat. Mula- mula gerakannya lambat, makin lama semakin cepat sehingga akhirnya orang hanya melihat bayangannya berkelebat ke sana sini. Ilmu silat Kun-lun-pai memang cepat dan indah sehingga semua orang yang menonton menjadi tertarik sekali dan ramailah orang bertepuk tangan. Keramaian ini menarik perhatian lebih Tiraikasih Website banyak orang lagi sehingga tempat itu penuh dengan penonton. Orang- orang bertepuk tangan ketika Kiok Hwa menghentikan gerakan silatnya dengan sikap manis, lalu memberi hormat ke empat penjuru. "Sekarang tiba giliran saya untuk memperlihatkan sedikit ilmu silat, ha rap cu-wi tidak menertawakannya," kata Siang In dan diapun melolos sabuk dari pinggangnya yang berwarna biru. Setelah memberi hormat ke empat penjuru, diapun lalu bersilat mempergunakan sabuk biru yang panjangnya dua meter itu. Memang indah sekali gerakan pemuda ini. Sabuk yang lembek itu kadang berubah tegak lurus ketika dia memainkannya dan dari putaran sabuk itu terdengar angin menderu seolah yang diputar itu adalah tongkat dari baja saja. Sementara Siang In memperlihatkan kebolehannya, Kiok Hwa berjalan berkeliling sambil mengembangkan ujung bajunya ke mana orang-orang melemparkan uang. Sebentar saja ujung baju yang dikembangkan itu telah penuh dengan uang dan Kiok Hwa menuangkannya ke atas tanah, kemudian berkeliling lagi dengan baju yang kosong dikembangkan seperti tadi. Ketika ia tiba di sebelah kiri, tiba-tiba saja ia berhadapan dengan seorang pemuda baju hijau yang dikenalnya sebagai pemuda yang tadi menegurnya ketika berada di rumah makan. Kiok Hwa berhenti melangkah dan pemuda baju hijau itu berkata dengan suara lantang. "Nona, aku suka menyumbang sebanyak sepuluh tail perak kalau engkau dapat bertahan melawanku selama duapuluh jurus!'' Mendengar ini, semua orang berdiam dan memandang ke arah Yauw Seng Kun. Bahkan The Siang In yang sedang bersilat lalu menghentikan gerakannya dan diapun menghampiri adiknya, dan memandang kepada pemuda baju hijau. Dia juga teringat bahwa pemuda itu adalah pemuda Tiraikasih Website yang tadi bertanya kepada adiknya apakah adiknya she Souw. Dia memandang penuh perhatian. Seorang pemuda yang usianya sekitar tigapuluh tahun, pakaiannya serba hijau dan wajahnya juga tampan bertubuh sedang. Rambutnya yang juga dikuncir panjang itu amat tebal dan tergantung di belakang pundak. Di punggungnya terdapat sebatang tongkat bambu kuning. Siang In segera memberi hormat kepada orang itu dan berkata dengan lembut, "Sobat, kami berdua hanya mencari tambahan bekal uang di jalan dengan mempertontonkan sedikit ilmu silat kami yang tidak ada artinya. Adikku tidak akan bertanding dan bertaruh dengan siapapun juga." "Sobat, apakah engkau takut kalau aku akan melukai atau mencelakakan adikmu ini? Sama sekali tidak, sobat. Aku hanya tertarik melihat ilmu silatnya dan ingin mencobanya. Untuk itu, aku akan memberi bantuan sebanyak duapuluh tail perak. Baik ia kalah atau menang, ia akan kuberi duapuluh tail perak!" "Terima kasih atas kebaikanmu, sobat. Bagaimana kalau aku saja yang mewakili adikku, berlatih sebentar denganmu?" "Tidak bisa, aku tertarik akan permainan silat nona ini, bukan permainan sabukmu tadi. Nah, bagaimana pendapat para saudara yang menonton? Apakah tawaranku tadi tidak patut? Aku ingin bermain-main ilmu silat sebentar dengan nona ini, sukur kalau dapat bertahan sampai duapuluh jurus dengan janji tidak akan melukai dan akan kusumbangkan duapuluh tail perak!" Semua orang bersorak setuju. Tentu saja selain mereka ingin melihat gadis itu menerima duapuluh tail perak, juga mereka ingin menyaksikan pertandingan ilmu silat. Ilmu silat gadis itu cukup tangguh, maka orang berbaju hijau ini tentu memiliki kepandaian sehingga dia berani menawarkan uang duapuluh tail perak. Tiraikasih Website Melihat semua penonton menyetujui, dan pemuda itu berjanji tidak akan mencelakai atau melukai adiknya, Siang in terpaksa tidak dapat menolak lagi. "Baiklah, biar adikku melayanimu selama duapuluh jurus!" katanya dan kepada adiknya dia berkata, "Hwa- moi, berhati- hatilah kau." Kiok Hwa mengangguk dan orang berpakaian hijau itu lalu mengambil uang dari sakunya sebanyak duapuluh tail perak. Dengan gerakan sembarangan dia melemparkan duapuluh potong kecil perak itu ke atas tumpukan uang yang tadi telah dikumpulkan Kiok Hwa dan potongan perak kecil- kecil itu jatuh tepat di atas tumpukan uang dengan rapih membentuk lingkaran seperti ditata dengan tangan saja! Kiok Hwa segera memasang kuda-kuda di depan Seng Kun dan berkata, "Aku telah bersiap!" "Eh, nona. Aku menjadi malu sekali kalau harus menyerang terlebih dulu. Engkau adalah seorang wanita, maka biarlah engkau yang lebih dulu menyerangku," kata Seng Kun dengan sikap sembarangan, tidak memasang kuda-kuda seperti Kiok Hwa. Jilid VI "Lihat seranganku!" gadis itu membentak dan sudah membuka serangan dengan cepat dan kuat. Namun, gerakan gadis ini bagi Yauw Seng Kun tampak lemah dan lamban sehingga dengan mudah saja dia mengelak. Dia sengaja membiarkan gadis itu menyerangnya sampai sepuluh jurus dan semua serangan itu dapat dielakkannya. Yauw Seng Kun merasa kecewa sekali. Tadi dia sengaja memancing dan menantang untuk membuktikan sendiri siapa sebetulnya gadis yang disangkanya Souw Lee Cin itu. Dari seranganserangan gadis itu ia dapat menilai ilmu kepandaiannya dan Tiraikasih Website setelah gadis itu menyerang selama sepuluh jurus dia yakin bahwa gadis ini bukan Souw Lee Cin seperti disangkanya. Kalau gadis itu Lee Cin, tentu serangan-serangannya jauh lebih hebat dari pada ini. Akan tetapi selain dia tadinya mengira bahwa gadis ini Souw Lee Cin, dia juga tertarik akan kecantikan gadis ini dan kini setelah dia tahu bahwa gadis ini bukan musuh besarnya, dia berkeinginan untuk mempermainkan gadis yang menggiurkan hatinya itu. Ketika Kiok Hwa memukul lagi dengan kepalan tangan kanan, Seng Kim dengan sengaja menerima pukulan itu dengan dadanya yang terbuka. "Dukkk. ..... !" Kiok Hwa terkejut bukan main karena ia merasa seperti memukul bantal yang empuk saja yang membuat tenaganya amblas dan lenyap. Sebelum ia dapat menarik kembali tangannya dalam kagetnya, tahu-tahu pergelangan tangan kanannya itu telah ditangkap oleh tangan kiri Seng Kun! Ia meronta dan menarik-narik tangannya, namun tidak berhasil. Dengan penasaran dan marah ia menggunakan tangan kiri untuk menyerang, menusukkan jari tangannya ke arah mata pemuda itu. Akan tetapi kembali Seng Kun menggerakkan tangan kanannya dan menangkap pergelangan tangan kiri Kiok Hwa! Kedua pergelangan tangan gadis itu telah di tertangkap dan Kiok Hwa tidak mampu menggerakkan kedua tangannya lagi. Diperlakukan begini Kiok Hwa men jadi malu dan marah, hampir ia menangis. "Lepaskan tanganku...... !" Katanya sambil meronta-ronta dengan sia sia. Seng Kim tersenyum, "Akan kulepaskan kalau engkau sudah mengakui bahwa engkau kalah dalam pertandingan ini, nova The!" Kiok meronta lagi, sia-sia. Akhirnya The Siang In yang maju dan memberi hormat kepada Seng Kum "Sobat, adikku sudah kalah, harap lepaskan ia." Tiraikasih Website "Tidak, ia harus mengakui dulu kekalahannya." Seng Kim berkata dan berkeras tidak mau melepaskan kedua tangan yang sudah dipegangnya itu. Dia senang sekali melihat gadis itu menjadi kemerahan mukanya dan bersitegang untuk meronta-ronta hendak melepaskan diri dari pegangan namun sia-sia. "Aku.... aku mengaku. ...... kalah....!" Akhirnya Kiok Hwa berkata. Ia tidak mau menyerang lagi dengan tendangan karena kini ia maklum bahwa lawannya adalah seorang yang amat lihai dan ia khawatir kalau terus menyerang dengan tendangan, keadaannya akan lebih parah lagi. Seng Kim melepaskan kedua tangan itu sambil mendorongkan dan Kiok Hwa terhuyung ke belakang. Pemuda itu tersenyum dan berkata, "Ilmu silat nona tidak jelek!" Dia lalu memutar tubuhnya dan pergi meninggalkan kakak beradik itu. Mereka menghentikan pertunjukan mereka dan orang orangpun bubar meninggalkan tempat itu. Tin Han juga ikut menonton dan dia menyaksikan semua ini. Diam-diam dia terkejut juga. Pemuda berbaju hijau itu benar-benar seorang yang memiliki ilmu silat tinggi dan akan merupakan lawan tangguh baginya. Akan tetapi karena pemuda itu tidak mengganggu kakak beradik she The itu, diapun diam saja. Akan tetapi diam-diam dia masih khawatir. Pandang mata pemuda berbaju hijau terhadap gadis itu, seperti pandang mata seekor harimau kelaparan memandang seekor domba muda yang gemuk! Dia seolah dapat melihat air liur menetes dari mulut pemuda baju hijau itu. Setelah The Siang In dan The Kiok Hwa meninggalkan taman umum itu sambil membawa uang dari hasil sumbangan penonton dan pemberian Yauw Seng Kun, diamdiam Tin Han tetap membayanginya. Hari telah menjelang senja dan kedua kakak beradik itu menuju ke rumah penginapan di mana Tin Han menyewa Tiraikasih Website sebuah kamar. Sungguh suatu hal yang kebetulan sekali. Tak disangkanya bahwa kakak beradik itupun bermalam di situ. Hal ini membuat hatinya menjadi lega. Dengan demikian dia tidak akan bersusah payah untuk menjaga kedua orang itu. Kalau malam ini tidak terjadi sesuatu, berarti kedua kakak beradik itu terlepas dari bahaya. Kalau si baju hijau itu benar seorang jai-hwa cat seperti yang diduganya, tentu dia akan turun tangan malam ini juga untuk menculik gadis cantik yang mempunyai wajah mirip Lee Cin itu. Akan tetapi dua buah kamar yang disewa kakak beradik itu terletak di Ujung belakang, agak jauh dari kamar yang disewanya. Malam itu juga, dia merebahkan diri dengan tetap waspada, mendengarkan kalau-kalau terdengar suara yang mencurigakan. Menjelang tengah malam, lapat-lapat Tin Han mendengar suara langkah orang di atas atap rumah penginapan itu. Dia cepat turun dari pembaringannya dan membuka jendela kamarnya, keluar dari kamar melalui jendela dengan hati hati, kemudian setelah tiba di luar, dia meloncat ke atas genteng. Dia memandang ke arah dua kamar kakak beradik itu, dan benar saja, seperti yang telah dikhawatirkannya, ada sesosok bayangan manusia di atas atap itu. Tin Han cepat turun kembali melepaskan pakaian luarnya dan hanya mengenakan pakaian serba hitam yang memang sudah dipakainya di balik pakaian luarnya, menggunakan sabuk kain hitam untuk menutupi mukanya sebagai topeng dan kembali dia meloncat keluar dari jendela dan terus melayang ke atas genteng. Ketika dia memandang, ternyata di atas genteng itu sudah terjadi perkelahian! Tin Han mendekati dan bersembunyi di batik wuwungan rumah. Dilihatnya bahwa si baju hijau sedang bertanding melawan kakak beradik itu! Kiranya dua orang kakak beradik itu agaknya sudah curiga Tiraikasih Website kepada si baju hijau dan sudah menanti sehingga begitu si baju hijau tiba di atas genteng kamar mereka, keduanya sudah keluar menyambut sehingga terjadi perkelahian. The Siang In, pemuda itu menggunakan senjata sa buk birunya sedangkan The Kiok Hwa menggunakan sebuah pisau panjang. Kakak beradik itu menyerang dengan ganas, akan tetapi Yauw Seng Kun yang telah mencabut tongkat bambu kuningnya dapat menandingi mereka dengan seenaknya. Jelas bahwa dua orang kakak beradik itu sama sekali bukan lawannya. Tiba-tiba tongkat bambu kuningnya bergerak cepat dan kedua orang kakak beradik itu secara beruntun roboh di atas genteng dalam keadaan tertotok! Seng Kun cepat menyambar tubuh Kiok Hwa dan dibawanya lari secepatnya meninggalkan tempat itu. Tin Han tadinya tidak mengira mereka berdua itu akan kalah sedemikian cepatnya. Dia lalu melompat ke arah Siang In, sekali menggerakkan jari tangannya dia membebaskan Sian In dari totokannya, kemudian diapun berkelebat pergi untuk mengejar Seng Kun yang sudah berlari jauh. Siang In yang sudah mampu bergerak lagi, menjadi bingung. Dia melihat betapa adiknya dilarikan si baju hijau, akan tetapi mereka sudah tidak tampak dan dia tidak tahu harus mengejar ke arah mana. Akhirnya dia hanya mengejar dengan ngawur saja dan mencari-cari orang yang telah menculik adiknya. Sementara itu, Yauw Seng Kun yang sudah berhasil menculik Kiok Hwa yang ditotoknya sehingga tidak mampu bergerak atau bersuara, membawa lari gadis itu sampai tiba di luar kota. Dengan kepandaiannya yang sudah tinggi tingkatnya, dia melompati pagar tembok kota Cin-an dan kini tiba di luar kota, di jalan yang sepi. Tiba-tiba dia merasa ada yang mencolek pundaknya dari belakang. Dia terkejut sekali, berhenti berlari dan memutar Tiraikasih Website tubuh. Ketika dia melihat seorang berpakaian hitam yang bertopeng kain hitam, dia makin kaget. "Siapakah engkau? Mau apa engkau mengejar aku?" tanyanya untuk menghilangkan rasa heran dan kagetnya bahwa ada orang yang mampu mengejarnya, bahkan mencolek pundaknya tanpa dia mendengar sama sekali kedatangannya! "Siapa aku tidak penting...... Aku mengejarmu karena engkau telah menculik seorang gadis!" Yauw Seng Kun menduga bahwa orang ini tentu tokoh kang-ouw yang tinggal di daerah Cin-an, maka dia sengaja memperkenalkan diri agar orang itu menjadi gentar. "Apa perdulimu Ketahuilah, aku adalah Yauw Seng Kun, majikan dari Guha Tengkorak di Lembah Iblis, Kwi-san. Harap engkau jangan mencampuri urusanku!" Mendengar orang itu memperkenalkan diri, Tin Han tertawa di balik topengnya. "Aku Hek-tiauw Eng-hiong, tidak perduli engkau datang dari Guha Tengkorak atau Guha Setan dan tentu saja aku akan mencampuri urusanmu selama engkau berbuat kejahatan. Sudah jadi tugasku untuk menentang setiap perbuatan jahat , dan menculik seorang gadis merupakan kejahatan yang besar sekali!" Yauw Seng Kun sudah biasa memandang rendah orang lain dan sangat tinggi hati, mengangkat diri sendiri setinggi mungkin. Juga dia amat membanggakan ilmu kepandaiannya dan mengira bahwa di dunia ini jarang terdapat orang yang mampu menandinginya. Maka, mendengar orang bertopeng hitam yang mengaku sebagai Pendekar Rajawali Hitam itu hendak menentangnya, tentu saja dia menjadi marah sekali. "Kau berani mencampuri urusanku dan hendak menentang aku, jahanam busuk? Apakah engkau sudah bosan hidup?" Tiraikasih Website "Ha-ha-ha, justeru karena masih ingin hidup aku harus menentang orang-orang macam engkau ini. Hayo cepat lepaskan gadis itu atau engkau akan menyesal nanti!" Yauw Seng Kun menjadi semakin marah. Karena kalau dia masih memondong gadis itu gerakannya tentu tidak leluasa, maka dia menurunkan Kiok Hwa di atas tanah. Gadis itu rebah tak berdaya, tidak mampu menggerakkan kaki tangannya dan kini Yauw Seng Kun menghadapi orang bertopeng itu. Karena menduga bahwa orang bertopeng itu tentu memiliki ilmu kepandaian yang bêrarti, dia lalu mencabut tongkat bambu kuning dari punggungnya dan memutar tongkat itu sehingga berubah menjadi segulungan sinar hitam di malam yang remang- remang itu. Bulan sudah condong ke barat, akan tetapi sinarnya masih cukup terang bagi dua orang yang sudah berhadapan dan siap untuk bertanding itu. "Malam ini engkau akan mampus di tanganku!" Bentak Yauw Seng Kun dan segera dia menyerang dengan tongkat bambu kuningnya. Serangannya itu mengeluarkan bunyi mencicit ketika tongkatnya meluncur ke arah tenggorokan Tin Han. Namun dengan mudahnya Tin Han mengelak ke samping dan tongkat itu mengejarnya dengan sabetan ke arah kepala. Bukan main cepatnya gerakan tongkat itu, namun Tin Han lebih cepat lagi mengelak, lalu membalas dengan tamparan tangannya. Tamparannya mendatangkan angin pukulan yang mengejutkan hati Yauw Seng Kim. Makin yakinlah kini dia bahwa dia berhadapan dengan lawan tangguh, maka diapun mengerahkan tenaganya dan menyerang semakin gencar. Kiok Hwa yang rebah telentang dan tidak mampu bergerak itu hanya dapat menonton dengan jantung berdebar tegang. Ia sudah tahu akan kelihaian pe muda yang menculiknya dan ia khawatir kalau si topeng hitam yang menolongnya itu akan kalah. Tiraikasih Website Biarpun yang menjadi senjata Yauw Seng Kun hanya sebatang tongkat bambu kuning, namun di tangan pemuda itu, senjata sederhana itu dapat menjadi senjata yang amat ampuh. Bambu kuning itu dapat dipergunakan sebagai pedang untuk menusuk dan menabas, juga sebagai tongkat untuk menotok jalan darah. Namun Tin Han dapat mengimbanginya dan ketika beberapa kali Tin Han menangkis serangan itu dengan tangannya, Yauw Seng Kun merasa betapa panas dan tergetar tangannya yang memegang bambu kuning. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga sin-kang lawannya amat kuat. Dengan penasaran karena setelah menyerang bertubitubi sampai puluhan jurus tongkatnya tidak pernah menemui sasaran, Yauw Seng Kun menubruk dengan hantaman tongkatnya ke arah kepala lawan. Tin Han menggerakkan tangan kanan, memutarnya dari kiri ke kanan untuk menangkis. "Plakkkkk!" Tangannya berhasil menangkis dan memegang tongkat lawan dan cepat dia mengerahkan untuk merampas tongkat itu! Akan tetapi Yauw Seng Kun mempertahankan. Dua tenaga sin-kang yang kuat bersitegang. "Takk!" Tongkat itu patah menjadi dua potong! Yauw Seng Kun terkejut bukan main dan dia melompat ke belakang, lalu membalik dan melontarkan sepotong tongkat itu ke arah lawannya. Sepotong tongkat itu meluncur seperti anak panah menyerang dada Tin Han. Akan tetapi pemuda ini sudah siap dan dia menggunakan potongan tongkat yang berada di tangannya untuk menangkis sehingga tongkat yang meluncur itu dapat terpukul runtuh. Akan tetapi ketika Tin Han mengangkat muka, ternyata lawannya telah lenyap dalam kemuraman malam, meninggalkan gadis yang masih menggeletak di atas tanah. Tiraikasih Website Menggunakan sepotong tongkat rampasan itu, Tin Han lalu menotok kedua pundak Kiok Hwa gadis itupun dapat bergerak kembali. Begitu dapat bergerak dan bersuara, Kiok Hwa menjatuhkan dirinya berlutut di depan Tin Han. "In-kong tuan penolong, saya The Kiok Hwa menghaturkan banyak terima kasih atas budi pertolongan in-kong. Kalau tidak ada in-kong yang menolong, entah apa jadinya dengan diri saya." Tin Han menyentuh pundak gadis itu dengan tangannya, menyuruhnya bangkit lagi. "Berdirilah, nona dan jangan banyak sungkan. Sudah menjadi tugas kewajiban untuk menentang kejahatan. Lebih baik nona cepat kembali ke Cinan karena kakakmu tentu sedang mencarimu dengan hati gelisah" Kiok Hwa bangkit berdiri, mencoba untuk menatap tajam sepasang mata di batik topeng itu. "Baik, in-kong. Akan tetapi selama hidupku saya tidak akan melupakan budi kebaikan in-kong. BoIehkah saya mengetahui nama in-kong dan bolehkah saya mengenal wajah inkong?" "Nona, kalau engkau boleh melihat wajahku, untuk apa aku menggunakan topeng? Kalau mau mengenal namaku, sebut saja Hek-tiauw Eng-hiong. Sekarang, cepat nona kembali ke Cin-an,' aku membayangi dari jauh." "Baik, in-kong," kata Kiok Hwa dan iapun memutar tubuhnya lalu berlari cepat keluar dari tempat itu menuju kembali ke kota Cin-an. Tin Han membayanginya karena khawatir kalau-kalau penculik tadi akan mengganggunya kembali. Kiok Hwa memasuki kota Cin-an dengan melompati pagar tembok seperti ketika ia dibawa keluar oleh penculik tadi dan langsung saja kembali ke rumah penginapan. Ia mendapatkan kakaknya sedang duduk termenung dengan gelisah. Tiraikasih Website The Siang In terkejut ketika melihat adiknya membuka pintu dan masuk ke kamarnya. "Hwa-moi, engkau sudah kembali? Bagaimana engkau dapat kembali?" Dia meloncat bangun sambil memegang tangan adiknya. Kiok Hwa berkata, "Aku hampir celaka di tangan penculik itu, koko. Aku dibawa sampai keluar kota Cin-an. Untung datang seorang Bintang penolong. Seorang laki-laki bertopeng menolongku. Orang bertopeng itu lihai bukan main. Setelah bertanding dengan penculik jahanam itu, dia dapat mengalahkannya dan penculik itupun melarikan diri. Aku lalu dibebaskan dari totokan dan in-kong itu minta kepada agar segera kembali ke sini." "Ah, terima kasih kepada Tuhan yang masih melindungimu, moi-moi! Siapakah namanya in-kong itu?" "ltulah yang mengecewakan hatiku, koko. Dia memakai topeng hitam dan ketika kutanya namanya, mengaku bernama Hek-tiauw Eng-hiong. Dia tidak mau memperkenalkan mukanya. Ah, aku berhutang nyawa kepadanya, koko. Kalau tidak ada dia, tentu aku mati, andaikata tidak dibunuh penculik laknat itu tentu aku akan membunuh diri." “Sudahlah, Hwa-moi. Bagaimanapun juga; Tuhan masih melindungimu. Kita tidak pernah melakukan kejahatan, maka bagaimanapun tentu ada saja yang menolong kita. Penculik itu memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi, kalau penolongmu itu dapat mengalahkannya, tentu dia seorang sakti." "Wah, kepandaian in-kong itu hebat sekali, koko. Bayangkan saja, dia meng hadapi penculik jahanam itu yang meng gunakan tongkatnya, dengan tangan kosong saja! Dan akhirnya dia dapat mematahkan tongkat itu sehingga penculik menjadi ketakutan dan kabur. Aku berhutang nyawa kepadanya, entah bagaimana dapat membalasnya." Tiraikasih Website "Kita dapat membalas budinya dengan bersembahyang kepada Tuhan semoga in-kong itu mendapat berkah yang berlimpahan dari Tuhan, sesuai dengan budi kebaikannya, moi-moi." Kakak beradik itu membicarakan Hek-tiauw Enghiong tiada habisnya, sama sekali mereka tidak mengira bahwa orang yang mereka bicarakan itu hanya beberapa meter saja dari kamar mereka, di sebuah kamar lain di rumah penginapan itu. Pada keesokan harinya, pagi-pagi benar Tin Han berangkat meninggalkan rumah penginapan. Baru saja dia membayar sewa kamarnya. muncul Siang In dan Kiok Hwa yang juga hendak membayar sewa kamar dan meninggalkan rumah penginapan itu pagi-pagi benar. Mereka hanya bertukar pandang dan Tin Han cepat mengalihkan pandang matanya ketika pandang matanya bertemu dengan sinar mata Kiok Hwa yang memandangnya. Akan tetapi gadis itu tidak mengenalnya, sungguhpun sejenak ada keraguan di hati gadis ini yang merasa pernah bertemu dengan Tin Han akan tetapi ia lupa lagi bilamana dan di mana. -oomchoo- Tin Han meninggalkan kota Cin-an. Dia bermaksud pergi ke Hong-san untuk mencari Lee Cin. Di dalam hatinya dia merasa tegang kalau membayangkan pertemuannya dengan Lee Cin dan juga dengan Souw Tek Bun. Bagaimanapun juga, dia pernah melukai Souw Tek Bun walaupun ketika dia melakukan itu dia berpakaian sebagai Si Kedok Hitam. Bagaimana sambutan Lee Cin kalau dia muncul di sana? Dan apakah kedua orang tua gadis yang dicintanya itu akan suka menerimanya sebagai mantu? Dia menjadi tegang, karena dia belum yakin benar bahwa Lee Cin akan membalas cintanya, dan membayangkan dia ditolak pula oleh ayah-ibu Lee Cin membuat jantungnya berdebar. Tiraikasih Website Mengapa takut akan bayangan, pikirnya. Yang penting dia harus menemui Lee Cin dan bagaimana nanti sajalah akibatnya! Dia sudah merasa rindu sekali kepada Lee Cin. Kalau dia terkenang saat perjumpaannya dengan Lee Cin, pada saat terakhir. Dia sebagai Tin Han dan dia sebagai Si Kedok Hitam sudah menyatakan cintanya kepada Lee Cin! Dan ketika dia sebagai Tin Han menyatakan cintanya terhadap gadis itu, Lee Cin tidak menolaknya, walaupun juga tidak mengatakn bahwa gadis itu membalas cintanya!. $ekarang, kalau dia bertemu lagi dengan Lee Cin, dia akan berterus terang meminangnya sebagai calon isterinya. Keputusan ini sudah tetap di hatinya. Dia harus berani, berani meminang dan berani ditolak. Lee Cin pernah menyatakan sayang bahwa dia tidak pandai silat. Kalau kemudian gadis itu mengetahui bahwa dia pandai silat, bagaimana? Akan tetapi tentu Lee Cin akan tahu bahwa dialah Si Kedok Hitam! Serba salah jadinya. Sebaiknya kalau dia menyembunyikan kepandaiannya dari gadis itu. Tin Han berjalan seenaknya keluar dari kota Cin-an. Ketika dia sedang berjalan melenggang seenaknya, tiba-tiba dari belakangnya terdengar seruan nyaring. "Minggir! Minggir!" dan terdengar derap. kaki kuda. Tin Han cepat minggir dan memutar tubuhnya untuk melihat siapa yang membalapkan kuda di pagi hari itu. Ternyata dia seorang yang berpakaian perwira tinggi bersama duabelas orang pengawalnya. Tin Han jadi tertarik. Dia memang merasa tidak senang kepada perwira penjajah Mancu yang suka bertindak sewenang-wenang. Karena hatinya tertarik maka dia lalu membayangi mereka dengan menggunakan ilmu berjalan cepat. Di sepanjang jalan itu masih sepi, akan tetapi karena dia tidak ingin dilihat orang berjalan cepat sekali, dia mengambil jalan dalam hutan di sebelah jalan. Tiraikasih Website Dari jauh dia melihat betapa tigabelas orang berkuda itu kini menyeberangi Sungai Huang-ho dengan menggunakan perahu besar. Mereka menyeberang bersama kuda-kuda mereka. Tin Han jadi semakin tertarik dan diapun segera menyewa perahu kecil dan minta kepada tukang perahu agar menyeberangkannya. Setelah tiba di seberang, para penunggang kuda itu melanjutkan perjalanan mereka. Tin Han juga mendarat lalu melakukan pengejaran dengan mempergunakan ilmu berlari cepat. Akhirnya dia dapat menyusul rombongan berkuda itu yang ternyata memasuki sebuah hutan di Lembah Sungai Huang-ho. Tin Han terus mengikuti pasukan selosin pengawal yang dipimpin oleh seorang perwira yang bertubuh tinggi kurus dan bermuka pucat itu. Pasukan itu adalah pasukan pengawal Kerajaan Mancu yang dipimpin oleh Panglima Coa Kun, yaitu wakil dari Panglima Tua Bouw Kin. Setelah berloncatan turtm dari atas kuda, Coa-ciangkun lalu menghampiri pondok dan muncullah seorang kakek tinggi kurus yang berpakaian hitam putih dan ada gambar lm-yang di dadanya. Usianya mendekati enampuluh tahun dan kakek ini bukan lain ada lah Thian-te Mo-ong. Melihat kakek ini, Coa-ciangkun memberi hormat yang dibalas oleh Thian-te Mo-ong. "Kebetulan sekali Coa-ciangkun sudah datang," kata Thian-te Mo-ong. 'Kami sedang mengadakan pertemuan di sini.' Coa-ciangkun dipersilakan lalu masuk dan di ruangan belakang yang cukup luas telah duduk Hek-bin Mo-ko, Sinciang Yauw Seng Kun, Ma Huan dan beberapa orang lain lagi. Hek bin Mo-ko adalah seorang tokoh sesat yang bertubuh tinggi besar dan semua anggauta ttibuhnya tampak besar dan bundar, perutnya gendut dan kulitnya hitam. Hek-bin Mo-ko Iblis Muka Hitam ini bersenjatakan sebatang ruyung berduri yang besar dan berat. Orang kedua Tiraikasih Website yang bernama Sin-ciang Mo-kai Pengemis Iblis Tangan Sakti adalah seorang tokoh kang-ouw golongan sesat pula yang bertubuh tinggi kurus dan mukanya kekuningan seperti orang berpenyakitan, matanya sipit sekali. Seusia dengan Hek-bin Mo-ko, kurang lebih limapuluh tahun dan Pengemis Iblis ini bersenjatakan sebatang tongkat yang beracun. Yauw Seng Kun telah kita kenal, yaitu pemuda dari Guha Tengkorak di Lembah Iblis murid mendiang Jengciang- kwi, dan Ma Huan yang berusia empatpuluh tahun adalah seorang utusan dari Pulau Naga, nembantu Siang Koan Bhok dan Ouw Kwan Lok. Empat orang lain yang duduk di situ kesemuanya adalah tokoh-tokoh sesat yang sudah dihubungi oleh Thian-te Mo-ong dan mau diajak bersekutu. Bagaimana Thian-te Mo-ong dapat mengadakan pertemuan rahasia dengan Panglima Coa di tempat itu? Bukankah Thian-te Mo-ong pernah membantu pemberontakan dan pernah dihukum buang, bahkan kemudian menjadi pelarian yang diburu pemerintah Kerajaan Mancu? Ternyata setelah Song Thian Lee mengundurkan diri dan semua kekuasaan atas pasukan berada sepenuhnya di tangan Panglima Tua Bouw Kin Sek, maka panglima ini telah mengubah siasatnya. Dia menyebar orang-orangnya, termasuk Panglima Coa untuk menghubungi orang-orang kang-ouw golongan sesat dan membujuk mereka untuk bekerja sama dengan pasukan pemerintah memusuhi kaum pendekar dan patriot! Karena Panglima Bouw bukan hanya menjanjikan, melainkan juga dengan royal membagi-bagi hadiah, maka golongan sesat menjadi terpikat. Karena inilah maka Thian-te Mo-ong seperti telah diampuni oleh kerajaan, asalkan dia mau membantu pemerintah untuk membasmi kaum pendekar dan patriot. Kebijaksanaan baru ini lebih menguntungkan, baik bagi pemerintah maupun bagi golongan sesat, maka banyaklah tokoh kang-ouw yang Tiraikasih Website termasuk golongan sesat dapat terpikat, termasuk Thian-te Mo-ong tentu saja karena diampuni dan tidak lagi menjadi orang buruan pemerintah. Bahkan Thian-te Mo-ong berjanji kepada Panglima Coa untuk menghubungkannya dengan Beng-cu baru, yaitu Ouw Kwan Lok yang tinggal di Pulau Naga. Panglima Coa masuk ke pondok dan dipersilakan duduk di ruangan belakang di mana telah berkumpul teman-teman Thian-te Mo-ong. "Silakan duduk, ciangkun. Saudara-saudara sekalian, perkenalkan inilah Panglima Coa dari kota raja yang menjadi wakil dari Panglima Tua yang menguasai seluruh pasukan pemerintah." Thian-te Mo-ong memperkenalkan panglima itu kepada rekan-rekannya. Dia lalu memperkenalkan pula tujuh orang tokoh kangouw yang sudah hadir di situ. Panglima Coa saling memberi hormat dengan mereka semua dan dia lalu duduk berhadapan dengan mereka. "Mo-ong, sekarang ceritakan lebih dulu tentang pengangkatan Beng-cu baru itu, siapa dia dan bagaimana kedudukannya," kata Panglima Coa. "Beng-cu Souw Tek Bun telah mengundurkan diri dari jabatan beng-cu, ciangkun, dan ini kebetulan sekali karena diapun berhaluan menentang pemerintah. Penggantinya adalah seorang pemuda yang gagah perkasa, dan terhitung muridku juga, bernama Ouw Kwan Lok. Dia menangkan pertandingan pemilihan beng-cu dan sekarang tinggal di Pulau Naga, bersama Siang Koan Bhok yang juga menjadi gurunya." "Dan bagaimana pendapatnya tentang ajakan kami untuk bekerja sama menentang golongan pendekar yang bermaksud menentang pemerintah Kerajaan Ceng?" " Aku sudah menyampaikan ke padanya, dan dia menjawab bahwa hal itu akan dipertimbangkan melihat Tiraikasih Website kesungguhan pemerintah yang mengajak bekerja sama. Dan juga beng-cu kami itu mengatakan bahwa setelah diadakan kerja-sama, biarlah beng-cu tetap bersikap mendekati para pendekar dan pemberontak, dengan demikian dia akan tahu siapa yang harus ditentang." "Ha-ha-ha, dia ingin melihat kesungguhan hati kami? Tunggu sebentar!" Panglima Coa lalu bangkit dan memanggil pengawalnya yang masih berada di luar. Seorang pengawal datang dan membawa sebuah kantung sebesar kepala manusia, dan dia menyerahkan kantung kepada Coaciangkun. "Nah, inilah hadiah pertama untuk disampaikan kepada beng-cu. Kalau kerja sama sudah menghasilkan, akan lebih banyak pula hadiah dikirimkan kepadanya." Coa-ciangkun membuka kantung itu dan memperlihatkan isinya kepada semua yang hadir. Tampak emas permata berkilauan dalam kantung itu. Sungguh merupakan hadiah yang berharga sekali! "Baik, kami menerimanya, ciangkun. Akan tetapi kamipun ingin mendengar penjelasan dari ciangkun mengapa sekarang, pihak pimpinan pasukan mengajak kami bekerja sama? Apa yang mendorong para pimpinan ciangkun melakukan kerja sama ini? Kami harus mengetahui latar belakang perubahan sikap ini agar kami tidak ragu-ragu lagi. "Hemm, kalian ingin mengetahui sebabnya? Dahulu, di waktu Song Thian Lee masih menjadi panglima muda dan dipercaya oleh kaisar, dia selalu menentang orang-orang kang-ouw sehingga banyak orang kang-ouw memberontak atau menentang pemerintah kerajaan. Kami menganggap sikap itu keliru sama sekali. Seharusnya orang kang-ouw didekati dan diajak bekerja sama sehingga tidak timbul pemberontakan, kecuali dari pihak para pendekar yang menganggap diri mereka patriot. Nah, dengan bekerja sama dengan orang-orang kang-ouw, kita tentu akan lebih mudah Tiraikasih Website untuk membasmi para pendekar itu. Setelah kini Song Thian Lee mengundurkan diri dan tidak menjadi panglima lagi, semua kekuasaan terjatuh ke tangan Panglima Tua Bouw Kin Sek maka perubahan sikap kami ini dapat dilaksanakan. Mengertikah kalian?" Tujuh orang itu mengangguk-angguk. "Sekarang, untuk membuktikan bahwa kalian memang sungguh hati berniat untuk bekerja sama, kami minta kalian membantu kami untuk menangkap atau membunuh bekas panglima Song Thian Lee dan isterinya. Sanggupkah kalian?" Tujuh orang kang-ouw itu saling pandang dan Yauw Seng Kun yang belum mengenal orang macam apa adanya Song Thian Lee, sudah menyanggupi, "Tentu saja kami dapat membantu ciangkun!" "Akan tetapi, Song Thian Lee dan isterinya itu merupakan lawan yang tangguh," kata Thian-te Mo-ong, agak ragu. "Hemm, biarpun dia tangguh, kalau menghadapi kita semua, dia akan mampu berbuat apakah? Aku membawa surat perintah Kaisar untuk menangkapnya dengan tuduhan bahwa dia sengaja membantu pemberontak Keluarga Cia, dan aku membawa selosin pengawal pilihan. Ditambah lagi dengan kalian bertujuh, apa dia akan mampu melawan?" Thian-te Mo-ong mengangguk-angguk. "Kalau kita semua maju, aku merasa yakin kita akan mampu menangkap atau membunuh mereka berdua. Baik, kapan kita akan berangkat dan di mana mereka tinggal ?" "Mereka tinggal di dusun Tung-sinbun tak jauh dari kotaraja dan kita berangkat sekarang juga. Kami akan menyediakan tujuh ekor kuda untuk kalian. Selain itu, apakah engkau tahu di mana adanya Keluarga Cia, Mo-ong?" "Tentu saja aku tahu di mana mereka bersembunyi. Ketika Beng-cu menawarkan kepada mereka untuk tinggal di Tiraikasih Website Pulau Naga, mereka menolak dan mereka untuk sementara tinggal di Bukit Cemara." "Bagus! Tugas kalian, setelah kita menyerbu rumah Song Thian Lee, adalah untuk membasmi Keluarga Cia itu. Mereka adalah orang-orang yang amat membenci pemerintah Kerajaan, merupakan orang-orang berbahaya. Bagaimana, sanggupkah kalian bertujuh untuk membasmi Keluarga Cia?" Thian-te Mo-ong tertawa. "Ha-ha-ha, membasmi mereka adalah urusan mudah, ciangkun. Yang paling lihai di antara mereka adalah Nenek Cia, dan nenek itu pernah dikalahkan oleh Bengcu yang baru. Kalau kami melaporkan permintaan ciangkun ini kepada Beng-cu, tentu akan mudah membasmi mereka." "Baiklah, kami percaya kepada kalian. Sekarang, mari kita berangkat. Para pengawalku akan menyediakan kuda untuk kalian." Tak seorangpun di antara mereka mengetahui bahwa semua percakapan mereka itu didengar dengan jelas oleh Tin Han! Ketika mendengar bahwa mereka hendak menyerbu rumah bekas panglima Song Thian Lee, dia mendengarkan dan kurang tertarik. Akan tetapi alangkah terkejut hatinya ketika dia mendengar bahwa mereka hendak menyerbu dan membasmi Keluarga Cia! Tidak, dia tidak dapat tinggal diam saja. Juga dia harus melindungi keluarga Song Thian Lee yang pernah didengarnya sebagai seorang panglima muda yang bijaksana. Dari percakapan itu tahulah dia bahwa pemerintah Kerajaan Mancu telah mengubah taktiknya. Kini mereka hendak menyuap kepada para tokoh kang-ouw dari golongan sesat untuk membantu pemerintah menghancurkan para pendekar dan patriot. Hatinya menjadi panas mendengar ini dan dia bermaksud untuk menghalangi tindakan mereka yang akan membunuh bekas panglima Tiraikasih Website Song Thian Lee dan juga hendak membasmi keluarganya, Keluarga Cia! Karena sudah mendengar bahwa mereka akan pergi ke dusun Tung-sinbun dekat kota raja dan mereka semua hendak menunggang kuda, Tin Han lalu mendahului mereka melakukan perjalanan ke arah kota raja. Ketika hari menjadi malam dan dia bermalam di rumah penginapan yang sama! Tin Han mendapatkan pikiran yang dianggapnya bagus. Malam itu, diam-diam dia menyelinap ke kandang kuda dari penginapan itu dan mencari seekor kuda yang dipilihnya paling baik dari semua kuda yang ada. Pada keesokan harinya, tentu saja keadaan menjadi geger ketika Coa-ciang kun mengetahui akan lenyapnya seekor kuda yang terbaik, yaitu kuda yang menjadi tunggangannya. Dia memaki- maki para petugas rumah penginapan akan tetapi tidak ada seorangpun tahu ke mana perginya kuda yang hilang itu. Tin Han pura-pura ikut resah seperti para tamu lain dan dengan hati geli dia melihat perwira tinggi itu menyuruh anak buahnya mencari dan membeli seekor kuda lain yang baik. Setelah mendapatkan seekor kuda, berangkatlah mereka. Tin Han juga meninggalkan rumah penginapan itu dan melepaskan kuda curiannya yang diikat pada sebuah pohon di luar kota Kan-lok, lalu membayangi rombongan itu dengan berkuda. Akhirnya, rombongan itu tiba di dusun Tung-sin-bun. Ketika itu, senja telah tiba dan agaknya rombongan itu tidak mau berhenti dulu, langsung saja menuju ke rumah Song Thian Lee, setelah mendapat keterangan di mana rumah bekas panglima itu. Pada sore hari itu, Song Thian Lee sedang duduk dengan isterinya di serambi depan. Tang Cin Lan sedang bermainmain dengan puteranya yang baru berusia tiga tahun. Ketika mendengar bunyi kaki kuda mendatangi rumah mereka, Tiraikasih Website suami isteri ini tidak mengira bahwa merekalah yang kedatangan tamu. Baru setelah belasan orang berkuda itu memasuki halaman rumahnya, mereka tahu bahwa rombongan orang itu datang untuk berurusan dengan mereka. Yang membuat Thian Lee terheran-heran adalah ketika dia melihar Panglima Coa dan Thian Lee masih mengenal Thian-te Mo-ong yang di tangkapnya ketika datuk ini membantu pemberontakan beberapa tahun yang lain, kemudian Thian-te Mo-ong berhasil meloloskan diri ketika dikirim ke tempat pembuangan. Heran dia mengapa Panglima Coa dapat datang bersama Thian-te Mo-ong yang menjadi orang buruan pemerintah? Namun dia menekan keheranannya dan segera bangkit bersama isterinya yang menggendong Hong San. "Kiranya Coa-ciangkun yang datang berkunjung! Entah kepentingan apa yang membawa ciangkun datang berkunjung ke rumah kami?" Akan tetapi Coa-ciangkun tidak turun dari atas kudanya, bahkan tidak membalas penghormatan Thian Lee, sebaliknya dia mengambil surat perintah Kaisar dan berkata lantang, "Song Thian Lee, atas perintah Kaisar kami datang untuk menangkap engkau dan seluruh keluargamu! Karena itu menyerahlah sebelum kami mempergunakan kekerasan!" Thian Lee dan Cin Lan terkejut bukan main mendengar ucapan itu. "Coa-ciangkun! Kesalahan apakah yang kami perbuat maka Kaisar memerintahkan untuk menangkap kami?" "Ketika engkau melakukan pembersihan di timur, engkau sengaja memberi kebebasan kepada para pemberontak Keluarga Cia. Karena itu engkau dianggap pemberontak!" "Bohong semua itu! Suamiku ketika memegang jabatan panglima, sudah berjasa besar menumpas pemberontakpemberontak dan orang-orang jahat! Dia bukan pemberontak dan tahukah engkau siapa aku? Aku adalah Tiraikasih Website puteri Pangeran Tang Gi Su. Beranikah kalian berkurang ajar untuk menangkap aku?" "Ini perintah Kaisar. Kami hanya menjalankan tugas. Hayo kalian cepat berlutut menyerah daripada kami harus menggunakan kekerasan!" bentak lagi Coa-ciangkun. Thian Lee menjadi marah sekali. Dia dapat menduga bahwa semua ini bukan keluar dari lubuk hati Kaisar. Tentu Kaisar telah dihasut dan mungkin yang menghasut adalah Panglima Coa dan Panglima Bouw yang dia tahu memang merasa iri dan tidak suka kepadanya. "Coa-ciangkun! Engkau tahu bahwa kini aku bukan lagi seorang pejabat pemerintah yang harus tunduk atas semua perintah Kaisar. Aku tidak merasa bersalah dan aku tidak mau menyerah!" "Engkau hendak melawan Kaisar?" "Bukan Kaisar yang kulawan, melainkan kalian! Engkau membawa pula pemberontak Thian-te Mo-ong, padahal dia orang buruan pemerintah! Engkaulah yang berbuat jahat, Coa-ciangkun!" "Serbu!" bentak Coa-ciangkun kepada anak buahnya. Duabelas orang pengawal itu lalu mencabut golok mereka dan berlompatan turun dari atas kuda. Demikian pula tujuh orang tokoh kangouw itu berlompatan turun dari kuda. Hekbin Mo-ko sudah mengayun ruyungnya yang berduri, besar dan berat, sedangkan Sin-ciang Mo-kai juga mempergunakan tongkatnya yang beracun untuk menyerang Thian Lee. Thian-te Mo-ong tidak mau ketinggalan. Song Thian Lee adalah musuh besarnya, maka diapun su dah mengeluarkan sepasang pedangnya dan menyerang dengan dahsyat. Thian Lee menyambar Jit-gwat-kiam Pedang Matahari dan Bulan yang berada di atas meja dan diapun menyambut penyerangan banyak orang itu. Sementara itu, Yauw Seng Tiraikasih Website Kun yang melihat betapa cantiknya Tang Cin Lan, sudah menggunakan tongkat bambu kuningnya untuk menyerang wanita itu, dengan maksud untuk menangkapnya hiduphidup. Serangannya ini dibantu pula oleh Ma Huan dan empat orang tokoh kang-ouw lainnya. Cin Lan tidak menjadi gentar. Dia sudah menggendong Hong San di punggungnya dan memutar sebatang tongkat, memainkan ilmu tongkat Hok-mo-tang Tongkat Penaluk Iblis dan mengamuk. Thian Lee dan Cin Lan adalah suami isteri yang lihai ilmu silatnya. Cin Lan adalah murid Pek I Lo-kai dan tubuhnya kebal racun karena pernah digigit ular merah dan ular putih yang racunnya berlawanan. Ilmu tongkatnya Hok-mo-tang amat dahsyat, dan iapun seorang yang pemberani dan tabah berkat pengalamannya ketika ia masih gadis dan suka merantau mencari pengalaman. Terutama sekali Thian Lee. Ilmunya lebih tinggi dibandingkan isterinya. Pendekar ini pernah menjadi murid Liok-te Lo-mo, kemudian pernah pula menjadi murid Jeng-ciang-kwi, kemudian menjadi murid Kim Sim Yok-sian si Dewa Obat dan murid Tan Jeng Kun. seorang pertapa sakti yang mengasingkan diri dari dunia ramai. Semua itu masih ditambah lagi ketika dia menemukan pedang Jitgoat-kiam dan dua kitab, yaitu Thian-te Sin-kang dan Jit-goat Kiam-sut. Ilmu kepandaiannya pada masa itu jarang menemukan tandingan. Akan tetapi dia sekali ini menghadapi pengeroyokan banyak orang pandai, dan dia tidak dapat memusatkan perhariannya karena perhatiannya terbagi kepada isteri dan anaknya yang juga dikeroyok banyak orang pandai. Hanya dengan ilmu pedangnya yang luar biasa, dia dapat mencegah desakan para pengeroyoknya dan selalu berusaha mendekat isterinya untuk melindunginya. Tin Han menyaksikan ini semua dan dia terbelalak kagum. Suami isteri itu sungguh hebat, pikirnya. Apa lagi Tiraikasih Website ilmu pedang Song Thian Lee. Dia hanya melihat sinar pedang bergulung-gulung menyelimuti suami isteri itu sehingga tidak ada senjata lawan yang mampu menembusnya. Akan tetapi, suami isteri itu kini hanya dapat bertahan saja dan kalau dilanjutkan perkelahian seperti itu, akhirnya mereka akan terancam bahaya. Cepat dia melepaskan pakaian luarnya dan menutupi mukanya dengan kain hitam, lalu mengambil sebatang pedangnya yang selalu disimpan dalam buntalan. Itulah pedang Pekkong- kiam Pedang Sinar Putih pemberian Bu Beng Lo-jin, gurunya yang pertama. Setelah menyembunyikan buntalan dan pakaiannya, dia lalu melompat memasuki gelanggang pertempuran dan tanpa banyak cakap lagi dia lalu membantu suami isteri itu menghadapi pengeroyokan belasan orang yang rata-rata memiliki ilmu silat yang tangguh. Pedang di tangan Thian Lee sudah merobohkan empat orang pengawal, sedangkan tongkat di tangan Cin Lan juga sudah merobohkan tiga orang pengawal. Biarpun para jagoannya belum ada yang roboh, sedikitnya robohnya tujuh orang pengawal itu membuat para pengawal lainnya menjadi jerih dan menambah semangat mereka. Ketika mereka melihat seorang berkedok hitam memasuki gelanggang perkelahian dan membantu mereka, Thian Lee segera mengenal Si Kedok Hitam yang pernah menolongnya ketika dia dan Lee Cin ditawan oleh Keluarga Cia. Baca Kisah Si Dewi Ular . "Terima kasih, sobat. Engkau kembali menolongku!" kata Thian Lee kepada Si Kedok Hitam yang begitu masuk sudah merobohkan dua orang pengawal. Tiga orang pengawal lain lalu mundur dan tidak berani lagi maju mengeroyok. Kini Thian Lee menghadapi Thian-te Mo-ong, Hek-bin Mo-ko dan Sin-ciang. Yauw Seng Kun berhadapan dengan Cin Lan dan dia dibantu oleh Ma Huan dan empat orang tokoh kang-ouw Tiraikasih Website lainnya. Kalau Thian Lee dapat mengimbangi pengeroyokan tiga orang lawan itu, sebaliknya Cin Lan mulai terdesak hebat. Hal ini adalah karena para pengeroyoknya mulai bermain curang, yaitu serangan mereka ditujukan kepada anak yang berada dalam gendongan di punggungnya. Melihat nyonya muda itu terdesak dan anaknya terancam bahaya, Tin Han segera menyerang Yauw Seng Kim yang dia lihat paling berbahaya di antara para pengeroyok Cin Lan. Begitu diserang oleh pedang di tangan Tin Han, Yauw Seng Kun menangkis dengan tongkatnya. Dia sudah merasa jerih menghadapi Si Kedok Hitam yang pernah bertanding dengannya ketika Si Kedok Hitam itu menolong Kiok Hwa terlepas dari tangannya. "Trangggg..... !" Tongkat bambu kuning di tangan Seng Kun putus tinggal sepotong. Hal ini membuatnya amat terkejut dan Ma Huan segera menolong dan membacokkan goloknya kepada Si Kedok Hitam. Akan tetapi goloknya terpental ketika bertemu dengan Pek-kongkiam dan sebuah tendangan dari Tin Han membuat Yauw Seng Kun terhuyung ke belakang. Melihat bantuan yang amat kuat itu, Cin Lan mengamuk dan tongkatnya menotok roboh dua orang tokoh kang-ouw yang bantu mengeroyok! Melihat kini Cin Lan tidak terancam bahaya, Tin Han menubruk dengan pedangnya menyerang Thian-te Mo-ong. "Sing..... ..... tranggg..... !" Sepasang pedang Thian-te Moong dipergunakan untuk menangkis sinar putih pedang di tangan Tin Han dan akibatnya, Thian-te Mo-ong harus melompat mundur karena kedua tangannya tergetar hebat. Agaknya Coa-ciangkun dapat melihat gelagat buruk. Dia lalu melompat ke atas kudanya, melarikan diri untuk mencari bala bantuan. Melihat ini, Thian-te Mo-ong kehilangan nyalinya. Diapun berseru kepada semua rekannya. Tiraikasih Website "Kita mundur!" Karena memang kini sudah terdesak, para pengeroyok itu lalu berloncatan ke belakang, melompat pula ke atas punggung kuda mereka dan mereka melarikan diri tunggang langgang. Thian Lee dan Cin Lan tidak melakukan pengejaran. Thian Lee menjura kepada Tin Han dan berkata, "Sobat, kembali engkau menyelamatkan kami. Terima kasih atas budimu." "Tidak perlu berterima kasih, Song taihiap. Sudah menjadi kewajiban kita untuk saling menolong dari ancaman antek-antek Mancu itu. Yang penting sekarang sebaiknya engkau dan isterimu cepat pergi meninggalkan dusun ini karena kalau mereka datang lagi membawa bala bantuan pasukan besar, bagaimana kalian akan dapat melawan mereka?" "Kata-katamu benar, sobat. Setidaknya, beri kami tahu siapa namamu agar kami mengetahui siapa yang menolong kami." "Sebut saja Hek-tiauw Eng-hiong. Nah, selamat berpisah!" Tin Han segera melarikan diri dari tempat itu dan kembali mengenakan pakaiannya, dan menunggang kudanya. Thian Lee sekeluarga telah selamat dan sekarang dia harus menyelamatkan keluarganya sendiri yang juga terancam oleh antek-antek Mancu. Thian Lee bersama isterinya bergegas mengumpulkan pakaian dan uang, lalu keduanya pergi meninggalkan dusun Tung-sin-bun, memberi pesangon kepada para pembantu mereka dan menyuruh mereka cepat pergi pula karena dikhawatirkan mereka akan tersangkut urusan mereka. Benar saja seperti yang di khawatirkan Tin Han, pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali duaratus orang pasukan memasuki dusun Tung-sin-bun dan mereka menyerbu Tiraikasih Website rumah Thian Lee. Akan tetapi mereka tidak menemukan siapapun juga di rumah itu, maka isi rumah lalu dirampas oleh mereka dan dalam hal mengamankan barang- barang milik Thian Lee ini, ulah mereka tiada ubahnya seperti segerombolan perampok! -oomchoo- Tin Han dapat menemukan tempat persembunyian keluarganya. Ternyata keluarganya membuat tiga buah pondok kayu di puncak Bukit Cemara dan tempat itu terkurung hutan yang lebat dan mengandung banyak pohon cemara di samping pohon-pohon liar. Akan tetapi dia tidak berani menghadap keluarganya. Dia sudah ketahuan bahwa dialah Si Kedok Hitam yang selalu menentang mereka ketika mereka hendak membunuh Lee Cin dan Thian Lee. Bahkan neneknya sendiri telah menendangnya masuk ke dalam jurang. kalau kini dia menghadap, bagaimana penerimaan mereka? Tentu dia dianggap sebagai pengkhianat. Hatinya merasa rindu sekali kepada ayah dan ibunya, juga kepada kakaknya, kedua pamannya dan neneknya. Dia rindu untuk bertemu dan bercakap-cakap dengan mereka semua. Akan tetapi dia merasa ngeri membayangkan mereka akan menerimanya sebagai seorang musuh! Dia tidak akan dapat mencari alasan mengapa dia membela Lee Cin dan Thian Lee. Keluarganya membenci penjajah Mancu dan membeci semua orang yang bekerja kepada pemerintah Mancu. Bahkan untuk melakukan pemberontakan, keluarganya tidak segansegan untuk bersekutu dengan perwira yang memberontak, dan lebih lagi malah, bersekutu dengan golongan sesat dan dengan orang Jepang! Pendirian seperti itu berbeda jauh dengan pendiriannya, bahkan bertentangan. Bagai mana mungkin dia menyadarkan keluarganya, terutama sekali neneknya bahkan melakukan perjuangan bersekutu dengan Tiraikasih Website golongan sesat dan dengan orang asing adalah keliru sama sekali ? Dia mengenal neneknya sebagai seorang yang keras hati, yang membenci penjajah sampai ke tulang sumsumnya, melebihi kebenciannya kepada golongan sesat. Sampai sepekan lamanya dia hanya berkeliaran saja di daerah pegunungan Cemara itu, tidak berani Iangsung menemui keluarganya. Dia mencari kesempatan kalau-kalau dapat melihat ibunya seorang diri meninggalkan puncak. Hanya kepada ibunya saja dia akan mampu berhadapan. Ibunya amat mencintanya dan tentu dapat memaafkannya. Akan tetapi ditunggu sampai sepekan, tidak tampak ibunya menuruni puncak atau keluar dari pondok. Selagi Tin Han kesal menunggu, tiba-tiba pada saat pagi dia melihat serombongan orang menunggang kuda mendaki bukit itu. Ada orang-orang yang datang, jumlahnya ada enam orang. Cepat Tin Han bersembunyi dan mengintai, untuk melihat siapa yang datang mendaki bukit Cemara. Setelah mereka tiba dekat, dia mengenal beberapa orang di antara mereka, yaitu orang-orang yang baru-baru ini menyerbu rumah Song Thian Lee. Mereka adalah Thian-te Mo-ong, Hek-bin Mo- ko, Sin-ciang Mo-kai, Yauw Seng Kun, Ma Huan dan ditambah seorang kakek lagi yang tidak dikenalnya. Kakek ini tampak gagah perkasa, tinggi besar bermuka merah dan dia memegang sebatang dayung baja. Melihat wajah dan senjata itu, teringatlah Tin Han akan cerita neneknya. Neneknya seringkali bercerita kepadanya tentang para datuk persilatan di dunia kang-ouw dan melihat wajah dan perawakan kakek itu, juga melihat senjatanya, dia menduga bahwa tentu kakek ini yang berjuluk Tung-hai-ong Raja Lautan Timur, datuk wilayah timur yang bernama Siang Koan Bhok dan menjadi majikan Pulau Naga! Dia pernah mendengar neneknya bercerita bahwa di antara Empat Datuk Besar di empat penjuru, kepandaian Siang Koan Bhok inilah yang paling tinggi. Tiraikasih Website Jantung Tin Han berdebar tegang. Tidak salah lagi, mereka ini tentu akan melaksanakan rencana mereka untuk membasmi Keluarga Cia seperti yang diperintahkan oleh panglima yang bersekongkol dengan Thian-te Mo-ong itu. Keparat, pikirnya. Kalian tidak akan dapat membasmi Keluarga Cia selama aku masih hidup! Akan tetapi dia menahan kesabarannya dan hendak melihat dulu apa yang akan terjadi. Dia lalu tersembunyi di balik semak belukar dan mengintai. Enam orang itu telah tiba di depan tiga pondok yang berdiri berjajar. Mereka turun dari atas kuda mereka dan mengikatkan kuda-kuda itu di batang pohon, lalu Thian-te Mo-ong dengan su ara lantang berteriak, "Haiiii, Keluarga Cia, keluarlah kami hendak bicara!" "Thian-te Mo-ong, mau apa engkau di sini?" terdengar bentakan dari dalam pondok di tengah dan muncullah Nenek Cia yang memegang tongkat kepala naganya. Ia memandang kepada Thian-te Mo-ong dengan alis berkerut ketika melihat bahwa Thian-te Mo-ong datang bersama banyak orang. Mendengar teriakan Thian-te Mo-ong tadi, kini bermunculanlah Cia Kim dan isterinya, Cia Tin Siong dan kedua saudara Cia Hok dan Cia Bhok. Lengkaplah Keluarga Cia kini berada di depan pondok menyambut kedatangan enam orang itu. Jumlah pihak tuan rumah juga ada enam orang dan agaknya hal ini sudah diperhitungkan oleh Thian-te Mo-ong maka diapun datang berenam untuk mengimbangi pihak keluarga Cia. "Nenek Cia, kebetulan sekali keluargamu lengkap, atau masih kurang seorang lagi? Ah, cucumu yang seorang lagi itu tidak masuk hitungan, bukan?" "Katakan apa keperluanmu datang berkunjung ke tempat tinggal kami?" kata pula Nenek Cia dengan ketus. Ia tahu orang macam apa adanya Thian-te Mo-ong, maka baru bertemu saja ia sudah merasa tidak senang, akan tetapi Tiraikasih Website diam-diam ia juga terkejut melihat Siang Koan Bhok datang bersama Thian te Mo-ong. "Keluarga Cia sejak dahulu terkenal sebagai orang-orang yang membenci pemerintah Kerajaan Ceng. Akan tetapi kalian lihat sendiri betapa bodohnya memusuhi Kerajaan yang amat kuat. Kini ternyata Kerajaan Ceng mengulurkan tangan persahabatan kepada kalian, maukah kalian menerimanya?" "Apa? Jadi engkau sekarang sudah menjadi anjing peliharaan Mancu, Thia te Mo-ong? Engkau membujuk kami untuk bersahabat dengan penjajah Mancu? Tidak sudi! Katakan kepada majikanmu di kota raja bahwa selama kami masih bernapas, kami akan selalu menentang dan memusuhi penjajah Mancu!" "Ha-ha-ha, sudah kuduga engkau nenek kepala batu akan menjawab begitu. Apa engkau tidak takut terhadap kekuatan kami? Kami diberi wewenang untuk membasmi keluarga Cia kalau kalian membangkang!" "Jahanam busuk! Kalian akan mengerahkan tenaga pasukan Mancu. Biar ada seribu orang dari mereka, kami tidak takut dan tidak akan mundur!" "Nenek sombong! Kami tidak perlu menggunakan tenaga pasukan untuk membasmi kalian. Kita boleh bertanding dengan adil dan jujur, satu lawan satu! Siapa di antara kalian yang menjadi jagoan pertama, silakan maju, akan kami lawan dengan seorang di antara kami." Cia Tin Siong, Cia Hok dan Cia Bhok melangkah maju, akan tetapi Nenek Cia membentak. "Mundur kalian! Aku sendiri yang akan maju lebih dulu!" Nenek Cia melompat ke depan dan memalangkan t ongkat nya di depan dada, lalu menghardik kepada Thian-te Mo-ong. "Nah, aku yang maju. Kalian maju satu demi satu atau semua, aku tidak akan mundur!" Tiraikasih Website "Nenek sombong! Akulah lawanmu dan dayungku akan melumatkan kepalamu yang keras itu!" Siang Koan Bhok membentak dan diapun melompat maju sambil memutar dayungnya. Hal ini memang sudah diatur oleh Thian-te Moong yang sudah mengetahui tingkat kepandaian Keluarga Cia. Yang paling lihai adalah Nenek Cia maka sebelumnya dia sudah mengatur agar Siang Koan Bhok yang menghadapi nenek tangguh itu. "Bagus, Siang Koan Bhok, aku tidak takut kepadamu!" bentak Nenek Cia dan tubuhnya sudah menerjang ke depan, tongkat naganya diputar cepat dan dia menyerang dengan dahsyatnya. "Trangg! Trakk!" Dayung menangkis bertemu dengan tongkat naga dan nenek itu terhuyung ke belakang sedangkan Siang Koan Bhok hanya mundur dua langkah. Dari akibat pertemuan dua senjata ini saja sudah dapat dilihat bahwa dalam hal tenaga sin-kang, Siang Koan Bhok masih menang setingkat. Namun nenek itu memang seorang yang amat berani. Walaupun ia tahu pula bahwa tenaganya kalah kuat, namun ia menyerang lagi dengan hebatnya. Tongkatnya menyambar-nyambar ganas mengeluarkan angin pukulan yang mengeluarkan bunyi berciutan. Akan tetapi Siang Koan Bhok yang tidak berani memandang rendah kepada nenek itu dan diapun mengimbangi dengan permainan keras, mengandalkan tenaga sin-kangnya yang memang lebih kuat. Pertandingan itu berlangsung seru dan dahsyat sekali. Angin pukulan tongkat dan dayung baja itu terasa oleh semua yang hadir di situ, terasa menyambarnyambar. Tin Han yang menonton dari tempat sembunyinya, mengerutkan alisnya. Dia tahu bahwa neneknya kalah tenaga dan mulailah neneknya itu terdesak. Gerakan tongkatnya tidak setangkas tadi. Setelah bertandingan Tiraikasih Website selama seratus jurus lebih, neneknya yang seringkali tergetar ketika senjatanya bertemu dengan senjata lawan itu mulai kehabisan tenaga. Kekhawatiran Tin Han segera terbukti. Ketika itu, Nenek Cia mengerahkan seluruh tenaganya menghantamkan tongkat naganya, agaknya dengan nekat hendak mengadu tenaga. Tongkatnya menyambar seperti seekor naga yang menyerang dan melihat ini, Siang Koan Bhok juga mengerahkan tenaga pada dayung bajanya, menyambut hantaman itu dengan tangkisan yang amat kuat. Tak dapat dicegah lagi, adu tenaga melalui senjata itupun terjadilah. Dua senjata panjang itu bertemu di udara. "Darrr. . . .!!!" Terdengar seperti ledakan ketika dua buah senjata itu bertemu di udara. Siang Koan Bhok terdorong mundur tiga langkah, akan tetapi Nenek Cia terhuyunghuyung dan tongkatnya hampir terlepas dari pegangannya. Pada saat ia kehilangan tenaga dan keseimbangannya itu, mulutnya juga mengeluarkan darah segar tanda bahwa nenek ini telah menderita luka dalam yang parah, Siang Koan Bhok masih mengayun dayung bajanya, mengirim hantaman ke arah kepala Nenek Cia. Agaknya dia hendak memenuhi ancamannya tadi hendak melumatkan kepala nenek itu dengan dayung bajanya. Pada saat itu tampak sesosok bayangan menyambar dan dayung baja yang sudah menyambar itu tertahan di udara. Siang Koan Bhok terkejut sekali dan menarik kembali dayungnya. Pada saat itu, Tin Han sudah menyambar tubuh neneknya yang terhuyung sehingga tidak sampai terjatuh. "Nek, bagaimana keadaanmu nek?" tanya Tin Han dan segera dia memegang nadi tangan neneknya. Nadinya berdenyut lemah sekali dan Nenek Cia hanya menggeleng kepalanya, lalu melepaskan diri dari rangkulan Tin Han, duduk bersila mengatur pernapasan. Tiraikasih Website Thian-te Mo-ong segera melangkah maju dan dengan gembira dia berkata lantang. "Nah, Keluarga Cia, pihakmu telah kalah. Apakah ada lagi yang berani mencoba-coba untuk maju?" Sebelum lain orang menjawab, Tin Han sudah melompat berdiri dan dia yang menghadapi Thian-te Mo-ong sambil berkata, "Akulah yang maju mewakili Keluarga Cia!" Melihat pemuda itu, Thian-te Moong berkata, "Siapakah engkau, orang muda?" "Aku bernama Tin Han, cucu dari Nenek Cia." Melihat Tin Han yang mereka kira telah tewas itu maju, Cia Kun cepat berkata, "Tin Han, jangan sembrono. Biarkan aku yang maju!" bentaknya. Tin Han menghibur ayahnya, "Ayah, kalau Nenek saja kalah, apakah ayah kira mampu menandingi Siang Koan Bhok? Biarkan aku yang maju untuk mencoba-coba, hitunghitung aku menebus dosa dan kalau aku kalah olehnya, barulah ayah yang maju sendiri," kata-kata Tin Han ini terdengar demikian meyakinkan. Diam-diam Cia. Kun, ayahnya berpikir. Mereka semua telah tahu bahwa Tin Han ternyata Si Kedok Hitam yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Siapa tahu pemuda itu benar-benar akan dapat menandingi Siang Koan Bhok! Maka dia mengangguk lalu mundur. Ketika Cia Tin Siong hendak maju melarang adiknya, Cia Kun memberi isyarat agar Tin Siong membiarkan Tin Han main lebih dulu. Akan tetapi Thian-te Mo-ong tertawa bergelak. Kini dia tahu bahwa Tin Han adalah seorang cucu lain dari Nenek Cia yang dikabarkan tidak memiliki ilmu silat, melainkan hanya pandai sastra, maka dia mengambil keuntungan ini dan berkata, "Saudara Siang Koan Bhok telah menangkan pertandingan, harap beristirahat dulu. Biarkan aku sendiri yang akan menghadapi pemuda ini!" Berkata demikian, Tiraikasih Website Thian-te Mo-ong melangkah maju menghadapi Tin Han tanpa mencabut sepasang pedangnya. Jelas bahwa dia memandang ringan lawannya. Tagcersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf Share
cerita kumala dewi serial dewi ular